Itta kembali meronta-ronta di pelukan pria itu. Namun percuma saja, tenaga pria itu jauh lebih besar darinya. Meski telah meronta sedemikian rupa, Itta tetap tidak berhasil melarikan diri.
"Lepas!" ujar Itta.
"Tutup mulutmu! Suaramu hanya akan mengundang mereka!"
"Ka—"
Baru sepatah kata yang terucap, pria itu langsung membekap mulutnya lagi. Bersamaan dengan hal itu, para pria berjas hitam tadi mulai melangkahkan kaki ke arah mereka.
"Lihat! Mereka menuju ke sini gara-gara ulahmu. Aku akan membun*hmu jika mereka sampai menemukanku."
Sontak mulut Itta langsung terkunci rapat. Ia menahan napasnya, sementara dadanya berdegup sangat kencang.
Suara langkah kaki yang mendekat membuat Itta tanpa sadar merapatkan diri ke dalam pelukan pria itu.
Mendadak Itta terdiam begitu merasakan cairan kental jatuh ke lengannya. Ia pun menyentuh cairan itu, memeriksanya lebih teliti. Bau anyir menyeruak masuk ke indera penciumannya.
Ini darah, Itta yakin sekali.
"Kamu berdarah," gumam Itta pelan saat melihat darah di telapak tangan pria itu samar-samar.
"Diam!" desis pria itu. "Mereka semakin mendekat."
"Tapi, kau bisa mati kalau darahmu terus mengalir ke luar."
"Kalau kamu masih tidak mau diam, aku tidak keberatan membunuhmu sekarang juga."
"Aku tidak bisa diam saja melihat seseorang yang hampir sekarat."
Jelas saja pria itu semakin kesal dengan mulut Itta yang tidak bisa diam.
Ia berdecak malas. Pisau yang tadi disembunyikan di balik jubahnya, kini dikeluarkan dengan tujuan ingin membun*h wanita berisik di depannya ini.
Namun, kejadian tidak terduga membuatnya tercengang.
Tidak disangka, pisau kecil di tangannya tadi, kini sudah berpindah tangan. Pisau itu direbut paksa oleh Itta.
"Dengarkan aku, di dekat pohon besar paling ujung taman ada semak-semak yang cukup rimbun. Di semak-semak itu, carilah sebuah tombol rahasia. Tombol itu akan membukakan pintu jalan rahasia menuju luar penginapan. Kamu tenang saja, kamu bisa mempercayai aku. Aku menemukan jalan itu tanpa sengaja saat pagi tadi," jelas Itta cepat. Kemudian, ia melirik para pria berjas itu dari balik persembunyiannya. "Aku akan mencoba mengalihkan perhatian mereka. Kau pergilah dan obati lukamu segera!"
Itta tidak berniat mendengarkan balasan pria itu, ia langsung saja melesat dan menjalankan aksinya.
Pisau yang direbut Itta digunakan untuk menyayat lengannya sendiri hingga mengeluarkan cairan merah yang cukup banyak. Setelahnya, pisau itu dilempar asal, kemudian ia segera menghampiri para pria berjas hitam itu dengan tertatih-tatih.
"Tolong!" teriak Itta membuat semua pria itu membalikkan badan menatapnya. "Tolong saya! Tolong!"
Raut wajah Itta menampilkan ketakutan yang dalam dengan napasnya yang terus tersenggal. Darah yang mengalir dari lengannya semakin banyak.
"Ada apa, Nona?" tanya salah satu dari banyaknya pria berjas itu.
"Tolong saya! Tiba-tiba saya diserang sama orang yang nggak dikenal ketika saya lewat sini. Dia bilang, dia harus membunuh saya karena saya telah melihatnya. Tolong saya ... saya mohon ...." Itta menangis ketakutan.
"Tolong tenanglah, Nona, katakan bagaimana penampilan orang itu?"
"Dia memakai jubah dan masker hitam," jawab Itta.
Para pria berjas hitam itu saling melirik satu sama lain, lalu salah satu dari mereka kembali mengangkat mulut.
"Sekarang ada di mana dia?" tanya pria itu.
"Di sana!" Itta menunjuk arah berlawanan dari tempat pintu rahasia itu. Sengaja Itta mengelabuhi mereka, agar pria berjubah hitam tadi berhasil lari dengan selamat. "Dia lari ke sana tadi setelah memberiku luka di lengan ini."
Lengan Itta terangkat guna menunjukkan lukanya.
"Baiklah Nona, kami mengerti. Sekarang Nona pergilah ke tempat yang aman, kami akan mengejar orang itu."
Itta menganggukkan kepalanya patuh. Usai para pria berjas itu pergi menuju arah yang diberitahu Itta, wanita itu langsung menghembuskan napas lega.
"Untung nggak ketahuan," gumam Itta pelan.
Itta membalikkan tubuhnya, namun dahinya justru menabrak sesuatu. Pandangan Itta terangkat ke atas demi melihat benda yang telah ia tabrak.
Matanya melebar begitu mengetahui yang ditabraknya adalah pria berjubah hitam tadi. Secepat mungkin Itta membawa pria itu bersembunyi di balik pohon.
"Apa yang kau lakukan?! Kenapa tidak cepat pergi? Bagaimana jika mereka melihatmu?" Pertanyaan beruntun disertai nada panik ke luar dari bibir Itta.
Namun, yang ditanya malah diam saja. Lelaki itu tidak mengucapkan apapun walau hanya sepatah kata.
"Cepat pergilah sekarang sebelum ada orang yang melihatmu!" ucap Itta lagi.
"Kenapa?"
Pertanyaan dari pria itu membuat Itta mengerutkan keningnya. "Apanya yang kenapa?"
"Kenapa kamu menolongku?"
"Tidak ada alasan. Apakah butuh alasan untuk menolong seseorang? Cepat pergilah!" ucap Itta. Beberapa kali ia menoleh ke kanan dan kiri untuk memastikan tidak ada para pria berjas. "Oh, tunggu sebentar. Lebih baik kita obati luka di tanganmu dulu. Jadi seandainya kamu bertemu dengan mereka lagi, setidaknya kamu bisa menggunakan tanganmu untuk mengangkat senjata."
Itta merobek bagian bawah gaun tidur berwarna putih salju yang saat ini digunakannya. Kain itu digunakan untuk membalut luka di tangan sang pria dengan hati-hati.
"Buka jubahmu," ujar Itta tiba-tiba.
Pria itu mengangkat alisnya. "Untuk apa?"
"Aku tahu ada luka di bagian dadamu, biar aku obati."
"Obati saja luka di telapak tanganku."
"Tapi, lukamu yang di dada juga berbahaya."
"Oh, ya?" Senyum miring tercetak di bibir pria itu. "Baiklah, kalau kita bertemu lagi, kau harus mengobati dadaku ini."
"Apa?"
Pria itu tidak menjawab pertanyaannya, dia hanya meraih tangan Itta lembut. "Lenganmu juga berdarah."
"Tidak apa-apa. Ini terluka karena aku menggoresnya sendiri."
"Untuk mengalihkan perhatian mereka? Memangnya harus?"
"Itu akan membuat mereka semakin mempercayai kebohonganku."
"Kutanya sekali lagi, kenapa kamu menolongku?" Mata pria itu menatap Itta dalam.
"Aku benar-benar menolongmu tanpa maksud apapun."
"Baiklah, aku mengerti." Seringai tipis muncul di bibir sang pria di balik masker hitam yang menutupinya.
Pria itu membungkukkan tubuhnya di depan Itta sembari memegang lembut tangan Itta. Sontak Itta terkejut bukan main. Masker hitam yang menutupi wajah pria itu dilepas.
Di bawah sinar bulan yang megah, pria itu menjilati darah yang mengalir dari lengan Itta, menciptakan sensasi merinding yang belum pernah Itta rasakan selama ini.
Kemudian, wajah pria itu mendekati wajah Itta, hampir tak ada jarak sampai-sampai hidung mereka saling beradu.
Mata indah yang diterangi sinar bulan dan wajah sempurna meski terlihat samar-samar karena tidak ada lagi penerangan selain bulan.
Mata lelaki itu seperti memancarkan keindahan malam, membuat Itta tidak dapat mengalihkan pandangannya. Tanpa disadari ia menahan napasnya, sementara dadanya berdegup tidak karuan.
"Mari kita bertemu lagi dan obati luka di dadaku ini," bisik pria itu sembari memaksa tangan Itta menyentuh dadanya yang dibalut jubah hitam. Pria itu mengangkat tangannya yang lain untuk mengusap bibir merah alaminya Itta. "Saat kita bertemu lagi, akan aku pastikan kau menjadi milikku. Seutuhnya. Selamanya. Hanya milikku seorang."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
siny hnifah
mau juga dong jadi miliknya mas adyn xixi
2024-04-18
2
Iaros Iaros
seru nih
2024-04-13
0