KONTRAK

"Duduk lah!" titah Adyan.

Itta menurutinya tanpa banyak protes, meskipun begitu ia tetap waspada.

"Ada apa?" tanya Itta setelah duduk di depan Adyan. Mereka berdua dipisahkan oleh meja.

"Bacalah itu."

Sekali lagi Itta menuruti perintah Adyan. Wanita itu meraih kertas yang ada di atas meja, kemudian membacanya dalam hati.

...••••••...

Nama Lengkap : Azri

Tanggal Lahir : 08 Maret 1962

Umur : 25 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Wafat : 20 Juni 1987

DLL.

...••••••...

Apa ini?

Lelaki yang Itta ketahui bernama Azri tercatat telah meninggal 35 tahun yang lalu.

Lalu, siapa yang ia temui kemarin malam?

Wajah itu sama persis seperti wajah yang kini fotonya terdapat pada lembar informasi di tangan Itta.

Ini tidak masuk akal.

Kalaupun masih hidup, seharusnya umur Azri sudah 70 tahunan. Namun, pria yang kemarin menemui Itta, wajahnya jelas-jelas tak menua.

"Kau terkejut?"

Itta mengangkat kepalanya mendengar pertanyaan Adyan. Pegangannya pada kertas di tangan semakin menguat.

"Apa tujuanmu memberitahuku ini?" tanya Itta.

"Aku tahu kau sudah mengerti, tapi akan kuperjelas jika itu maumu," ujar Adyan. "Nona ... harapanmu pada pria itu sudah tidak ada lagi."

"Harapan?"

"Orang yang membantumu lari adalah pria itu, bukan? Kau berniat menaruh harap padanya lagi. Tapi, identitas pria itu saja tidak jelas. Dia tidak membeberkan identitas aslinya. Kemungkinan besar dia akan mengkhianatimu."

Benar, besar kemungkinannya pria yang mengaku bernama Azri akan mengkhianati. Namun, sejak awal Itta tak pernah menaruh harap atau percaya pada pria itu.

Itta sudah memperkirakan dirinya akan tertangkap atau mungkin terbunuh. Sejak awal rencananya adalah melampiaskan emosi yang tertanam dalam diri dengan cara melukai para pria berjas hitam.

Akan tetapi, seharusnya teman seruangannya berhasil lari saat dirinya menjadi pengalihan. Sayangnya takdir tak berpihak baik.

"Jadi, bagaimana keputusanmu sekarang, Nona?" Adyan tersenyum licik. "Kau ingin menjadi wanita di sampingku dan menyelamatkan mereka, atau membuat mereka terbunuh semua?"

"Baiklah. Aku menerima tawaranmu, tapi aku punya syarat." Akhirnya Itta mengambil keputusan itu dengan terpaksa.

"Katakanlah."

"Biarkan teman-temanku pergi dari tempat ini. Jika kau takut aku melanggar kontrak, kau bisa menyisakan tiga orang dari mereka, misalnya Riana, Isni dan Oldia. Tapi, tolong jangan lukai mereka apapun alasannya."

Adyan mengangkat kedua alisnya. Salah satu sudut bibirnya terangkat keatas. "Baik, aku setuju."

Lantas, Adyan menyuruh seseorang untuk membuat kontraknya secepat mungkin.

Isi kontrak diantara mereka, ialah :

Pihak kedua (Laquitta Grizelle) akan menjadi wanita yang berada di sisi pihak pertama (Adyan Abercio), dengan kata lain pihak kedua menjadi milik pihak pertama.

Tiga dari enam orang di ruangan 110 (tidak termasuk Laquitta Grizelle) akan tetap di tempat ini sebagai jaminan, sementara sisanya akan dibebaskan.

Pihak Pertama tidak diizinkan menyakiti jaminan selama pihak kedua menuruti keinginannya.

Apabila pihak kedua melanggar kontrak, maka pihak pertama memiliki hak untuk melakukan apapun pada jaminannya.

Batas waktu berlakunya kontrak adalah dimulai sejak hari ini dan diakhiri kapanpun pihak pertama menginginkannya.

Pihak kedua tidak memiliki hak untuk mengajukan pemutusan kontrak.

Kontrak antara Adyan Abercio sebagai pihak pertama dan Laquitta Grizelle sebagai pihak kedua telah dibuat secara resmi, serta dibubuhi tandatangan kedua belah pihak.

Dengan begitu sejak detik itu pula, Itta telah resmi menjadi milik Adyan seutuhnya.

...—————•••—————...

Semilir angin berhembus melewati celah-celah jendela, menerbangkan helaian rambut Itta. Tangan wanita itu perlahan terangkat merapihkan rambutnya.

Ingatannya berputar pada kenangan menyedihkan yang tidak bisa ia singkirkan.

Itta mengira, ia bisa melampiaskan emosinya dengan cara melukai para pria itu saat yang lain melarikan diri. Namun, ternyata perasaan menyakitkan itu tidak kunjung sirna.

Tangan Itta terkepal erat. Ekspresinya menjadi dingin. Emosi di matanya semakin membara.

"Mungkin balas dendam hanya satu-satunya cara," gumamnya.

Dia akan mencari pelakunya di manapun dia berada dan membalasnya dengan cara yang sama.

Keluarga Grizelle memang bukanlah keluarga bangsawan atau keluarga yang membawa pengaruh besar pada dunia. Namun, keluarga Grizelle juga bukan keluarga yang bisa dianggap remeh di mata masyarakat.

Itta yakin, dalang dibalik kematian keluarganya merupakan orang yang lebih hebat daripada keluarganya.

Dengan menjadikan orang seperti Adyan Abercio berada di pihaknya, Itta mungkin memiliki kekuatan untuk membalas orang itu.

Selain itu, dia juga harus mencaritahu alasannya berada di tempat ini. Mungkin ia bisa memanfaatkan kekuasaan yang diberikan Adyan padanya.

"Hallo." Suara sapaan halus memasuki gendang telinga Itta. "Gimana kabarnya?"

Sasya berjalan mendekatinya dengan senyuman lebar yang ia perlihatkan.

"Baik," jawab Itta singkat.

"Baguslah. Kudengar kau menjalin kontrak dengan Adyan dan bersedia tinggal di Mansionnya?" Sasya duduk di sofa dekat kasur Itta.

"Iya, apa tidak apa-apa?"

Sasya sedikit terkekeh. "Tentu tidak masalah untukku. Jangan berpikir, bahwa aku menyukai Adyan. Aku sudah memiliki calon tunangan."

"Ah, begitu," ucap Itta mengangguk-anggukkan kepala.

"Saat tengah malam nanti, kita akan mulai berangkat ke Mansion Abercio. Semuanya sudah disiapkan."

Sebelumnya Itta pernah mendengar tujuan Adyan datang ke tempat bernama FyClub ini untuk mengawasi tempat ini selama beberapa hari.

Setelah mengawasi dan berhasil menemukan mata-mata, yaitu orang yang mengaku sebagai Azri, kini dia memutuskan untuk kembali.

Mengenai Azri, Itta jadi penasaran dengannya. Itta dengar, Azri telah berhasil ditangkap.

"Apa pria itu baik-baik saja?" tanya Itta tiba-tiba.

"Maksudmu mata-mata yang pernah membantumu?"

Itta menganggukkan kepalanya. "Aku hanya sedikit penasaran."

"Adyan menyerahkannya pada Eric sementara waktu. Adyan tidak punya waktu mengurus mata-mata sepertinya, jadi dia menyerahkannya pada Eric. Tapi setelah Arvin pulang nanti, mata-mata itu akan diserahkan pada Arvin."

"Siapa Arvin?"

"Dia adalah tangan kanan Adyan sekaligus temannya. Dan, juga tunanganku."

"Apa Eric tidak akan dihukum atau semacamnya?" Setahu Itta, Eric adalah penanggungjawab FyClub. Artinya, Eric telah lalai dalam tugasnya dengan membiarkan mata-mata berkeliaran bebas di tempatnya.

Sasya hanya mengangkat bahunya. "Aku tidak tahu. Mungkin iya, tapi mungkin juga tidak. Aku tidak bisa menebak isi pikiran Adyan."

Itta tidak begitu mempedulikan Eric. Akan tetapi, ia sedikit peduli pada mata-mata itu. Dia telah berusaha membebaskan Itta, dan Itta sangat berterima kasih karena itu.

"Ada yang ingin kau lakukan sebelum pergi ke Mansion Abercio?" Pertanyaan Sasya membuat atensi Itta kembali tertuju padanya.

Itta berpikir sejenak, kemudian menganggukkan kepala. "Ya, aku ingin menemui rekan-rekanku sebelum kita pergi."

...—————•••—————...

Ketukan kaki di lantai menggema di lorong-lorong menuju ruangan tempat teman-temannya berada.

Itta tidak pergi sendirian, melainkan bersama Sasya dan beberapa penjaga di belakang mereka.

Seseorang mempersilahkannya masuk dengan membuka pintu ruangan.

"Aku ingin masuk sendiri," pinta Itta.

"Baik, silahkan, tapi tolong jangan terlalu lama," pinta Sasya.

"Aku tahu."

Langkah kaki Itta berjalan memasuki ruangan itu sendirian. Matanya langsung menjelajah sekitar.

Ruangan yang dihuni mereka tidak seburuk sebelumnya. Mungkin itu dikarenakan kontrak antara Itta dan Adyan.

"Lihatlah siapa yang datang." Celetukan seseorang membuat Itta langsung menoleh ke sumber suara.

"Isni, apa kabarmu?" tanyanya. Ia cukup senang melihat kondisi fisik gadis itu tidak buruk.

Namun, yang didapatnya ialah senyuman sinis. "Aku sehat, maaf membuatmu kecewa."

"Sepertinya kamu tidak suka dengan kedatanganku."

"Tentu saja. Bukan cuma aku, tapi semua orang yang ada di sini membenci kehadiranmu."

Bola mata Itta mengamati sekitarnya, memastikan perkataan Isni.

Pantas saja terasa aneh. Seharusnya mereka khawatir karena tidak adanya kabar dari Itta, namun kenyataannya berbanding terbalik.

"Isni, sudahlah hentikan." Riana mengangkat suaranya.

"Itu kenyataannya. Lagipula wanita jal*ng ini memang pantas dibenci."

"ISNI!" bentak Riana.

"Kau masih membelanya setelah dia berkhianat pada kita?!"

"Aku tahu, tapi jangan begitu kasar padanya!"

"Itu perlakuan yang pantas untuk seorang pengkhianat! Aku yakin, orang-orang di sini pun membencinya. Mereka juga pasti menyesal pernah percaya padanya!"

Riana tidak bisa membalasnya lagi. Mungkin memang benar, mereka membenci Itta karena menganggapnya sebagai seorang pengkhianat.

"Tunggu, apa maksudnya ini?" tanya Itta meminta penjelasan.

"Jangan berpura-pura tidak tahu." Mata Isni menunjukkan kebenciannya yang nyata. "Kau bekerjasama dengan pemilik tempat ini, kan? Itu artinya kau seorang pengkhianat!"

"Aku melakukan itu untuk menyelamatkan kalian."

"Menyelamatkan? Siapa yang kau selamatkan?!" Nada bicara Isni meninggi. "Asal kau tahu, Elia sudah mati sekarang! Kalau kamu memang ingin menyelamatkan kami, seharusnya kamu tidak membiarkan Elia mati!"

Wajah terkejut Itta tidak bisa disembunyikan. Ia menegang. Kalimat Isni seperti ledakan bagi Itta.

"Elia ... telah mati?"

...—————•••—————...

Daftar wanita yang berasal dari ruangan 110 :

1. Laquitta Grizelle / Itta

2. Isni

3. Elia (MATI)

4. Hela

5. Zora (MATI)

6. Killa

7. Lesya (MATI)

8. Oldia

9. Riana

10. Izume (MATI)

11. Yilse (DIJUAL)

12. Tasha (DIJUAL)

13. Shia (DIJUAL)

14. Devia (DIJUAL)

15. Avira (DIJUAL)

Terpopuler

Comments

Iaros Iaros

Iaros Iaros

bjir mati aja terus

2024-04-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!