Saat azan di hpnya berkumandang, Rajendra pun segera bangun. Dia mengetuk pintu kamar yang ditempati Cantika, namun tak ada jawaban.
Akhirnya dia pun masuk, ternyata gadis itu masih terlelap. Rajendra duduk di sebelahnya untuk memandang wajah yang tidak tertutup hijab. Gadis itu melepas hijabnya agar bisa tidur.
Beberapa menit Rajendra melakukannya.
Sampai akhirnya dia sadar harus segera Shalat subuh. “Sayang... Ayo bangun, kita Shalat Subuh” ucapnya.
Namun tidak ada jawaban. Rajendra pun mengambil sebuah bantal untuk mengguncang tubuh gadis itu.
Semakin rasa sayangnya membuncah, semakin dia menghormati gadis itu, dia menjadi segan untuk menyentuhnya.
Paling tidak Rajendra tidak mau menyentuhnya dalam keadaan Cantika tidak sadarkan diri (tidur). Apalagi melihat derai air matanya kemarin.
Cantika hanya menggeliat. Rajendra pun berbisik “Sayang, klo ndak bangun juga nanti kupeluk dan kucium kamu”
Sebenarnya Rajendra mengatakan hal itu karena biasanya jika digoda seperti itu Cantika akan langsung membuka mata. Tapi tidak kali ini. Dia masih sangat mengantuk.
Sebenarnya wajah lelaki itu tidak terlalu dekat dengan telinga Cantika. Masih ada jarak satu jengkal.
Tapi entah kenapa, Cantika malah menggeliat dan merengkuh kepala itu hingga mencium pipinya. Rajendra cukup terkejut dengan hal itu.
“Iya Sofi sayang... Sebentar” ingaunya.
“Tapi aku bukan Sofia..... Aku.......”
“.... Sofi..... mengapa suaramu seperti lelaki?... Seperti Rajendra” ucap Cantika santai dengan tetap memeluk kepala Rajendra yang ia kira Sofia.
“Aku memang Rajendra”
Sontak Cantika membuka mata, mengerjap-ngerjap dan melihat orang yang dipeluknya. “Aaakhhhh....” Dia menjerit melepas pelukannya.
“Ngapain kamu bang!?” Sergah Cantika beringsut mundur.
Rajendra segera berdiri dan merapikan bajunya. “Membangunkanmu untuk Shalat Subuh”
Tersadar dirinya tidak memakai hijab, Cantika langsung terlonjak dan berlari ke kamar mandi.
Dia merutuki diri sendiri karena kejadian tadi. Gadis itu, menyikat gigi sambil mengomeli kebodohannya.
Lagi-lagi adegan kuno film jadul terjadi ma gue, Kok ada..... gitu..... ngeselin! Terlalu klasik tau gak?
Gara-gara kebanyakan tidur ma Sofi gue. Terlalu bebas pelukan ma dia, jadi kebawa ke alam lain kan. Alam bawah sadar, alam bawah tanah, alam mimpi.
“Mending Sofi wanginya lembut. Sama ama namanya Soft......”
“Sedangkan tuh cowok Ini wanginya masudin, maskevin, maserwin, masalvin. Astagfirullah... Maskulin” dia Tepok jidat. “Maskulin banget lagi” Cukup lama dia di kamar mandi karena malu untuk keluar. Hingga...
Tok tok tok...”Sayang.... ayo cepetan keluar, kita Shalat Subuh. Waktunya sudah hampir habis. Aku harus ambil wudu.”
“Abang hadap tembok dulu. Aku tidak pakai hijab!” teriak Cantika dari dalam kamar mandi.
“Iya, aku sudah menghadap tembok, cepat keluar gih” jawab Rajendra.
Cantika pun segera berlari keluar untuk memakai mukena. Rajendra hanya tersenyum tanpa menoleh.
Segera, setelah Rajendra berwudu, mereka Shalat subuh berjamaah. Setelah Shalat...
“Kamu mandi duluan, atau aku? Setelah itu sarapan dan segera ke rumahku” ucap Rajendra sambil melipat sajadah.
“Aku tidak mau ke rumahmu” cemberut.
“Sudah sayang, aku tidak mau bertengkar. Mandilah dulu, aku pesankan sarapan.”
Rajendra berdiri, lalu melangkah keluar kamar sambil mengutak-atik ponselnya. “Kutunggu di ruang kerja. Nanti baju gantimu akan diantar”
Mau tidak mau Cantika menurut, dia ingin cepat bisa keluar dari kamar ini. Setelah mandi, dia mendapati baju gamis warna peach terlipat rapi di atas kasur.
Ada leging, bra, celana dalam serta hijab, juga ada beberapa alat make-up sederhana, bedak, sisir dan lipstik. Tasnya juga ada di sana.
Wajahnya memerah melihat semua itu. Dia malu. Rupanya Rajendra meminta seseorang menyiapkan semuanya.
Saat sudah siap, Cantika membuka pintu, ternyata Rajendra sudah ada di sana membawa nampan berisi sarapan.
Cantika yang merasa tak enak, mengambil alih nampan itu, ia membawanya ke meja makan.
Kali ini, nasi, soto ayam, lengkap dengan kondimen-kondimennya, seperti kerupuk, sambal, dll.
Seperti halnya kemarin, mereka makan dalam senyap. Setelah makan, Cantika bergegas mengambil air putih 2 gelas untuk mereka berdua.
“Abang sudah mandi?” Cantika bertanya karena melihat Rajendra sudah rapi, bersih dan wangi.
“Sudah, di kamar mandi karyawan, pak Jo sampai berjaga di depan pintu, agar tidak ada karyawan yang masuk.” Meminum airnya
“Oh ya, waktu kamu mandi tadi, aku menyuruh Bu Rena mengantar baju untukmu, dan mengambilkan bajuku di lemari.”
“Pak Jo? Bu Rena?”
“Mereka asisten abang. Kamu sudah selesai? Ayo kita ke rumahku” meletakkan gelas.
“Emm tidak bisakah aku ke tempat Sofia saja? Dia pasti mencemaskanku dari semalam”
“Telefon saja dia” kata Rajendra sembari mengelap mulutnya dan berdiri.
Tapi Cantika masih terdiam.
“Sayang, rumah itu berbahaya sekarang. Aku minta tolong padamu. Tak maukah kamu?”
Cantika masih terdiam.
“Aku tidak mau bertengkar pagi-pagi” tegas Rajendra sambil menghampiri dan mengulurkan tangan akan menggandeng tangan gadis itu.
Tapi Cantika menarik tangannya cepat. “Tidak bisakah kau..... Tidak memaksakan kehendakmu padaku?” Tanya Cantika pelan.
Tangan Rajendra menggantung di udara pelan-pelan mengepal. Dia yang sudah lelah bertengkar dan selalu mendapat penolakan, membuatnya langsung keluar dari kamar itu dan duduk di ruang kerjanya.
“Hhhhhh....” Dia mengambil nafas panjang. Kemudian melihat HPnya yang ternyata mati karena lowbat.
Pak Jo dan Bu Rena segera menghampiri. Bu Rena segera mengecas HP bosnya itu. Dan pak Jo segera memberikan agenda kegiatan yang harus dilakukan hari ini.
Sementara di dalam kamar, Cantika mengangkat telepon dari Sofia. “Cantika, kamu di mana? Kenapa rumah ini sepi sekali? Kok serem gini hawanya?”
“Sofia, memangnya lo di mana?”
“Aku di rumah Rajendra, ayah ingin menemuinya pagi-pagi. Karena kupikir kamu juga ada di sini, jadi aku ikut”.
“Tapi kok nyeremin banget rumahnya. Tidak ada siapa pun. Hanya satpam yang ada di luar. Ayah.. ayah ada di mana? Ayah...” Sofia memanggil-manggil ayahnya.
Cantika ingat perkataan Rajendra bahwa rumahnya berbahaya. Dia mulai panik. “Sofia.... Sofia.....dengar, tetap tenang dan berzikirlah dalam hatimu. Lalu berjalanlah keluar.” Cantika berjalan mondar-mandir.
“Segera keluar dari rumah itu secepatnya, kalau bisa bawa serta ayahmu. Aku segera ke sana” Cantika tegang, ia memegang kepalanya seakan pening.
“Ayah.... Ayah ... Akh... Apa itu? Bayangan apa itu? Akhk... !! Hiks... Hiks...” Sofia menangis ketakutan. “Can..... Aku takut....” Rintihannya.
“Sofi..... jangan menangis, berzikirlah.” Nasehat Cantika. Namun yang dia dengar malah ....
“Aaakhhhh.....kyyaaa.... Cantika.... Tolong.....” Sofia menjerit.
“Geerrrrghhhh....” Bahkan terdengar suara geraman setan hingga.....
Klotak- Cantika melempar ponselnya karena kaget. Segera dia berlari ke luar kamar dan menemui Rajendra.
Pak Jo dan Bu Rena sedikit terkejut melihat gadis itu lari tergopoh-gopoh.
“Bang, bukankah abang ingin aku datang ke rumah abang sekarang? Ayo kita pergi sekarang, ayo cepatlah” Cantika panik.
Dengan tenang Rajendra berkata “Apa yang membuatmu berubah pikiran?” Sambil membaca dokumen yang diberikan pak Jo. Dia sedikit mengabaikan gadis itu.
“Kumohon, ayo kita berangkat sekarang” Cantika memilin bajunya sendiri karena cemas.
Karena tidak mendapat tanggapan, Cantika bahkan berani merangkul dan menarik lengan Rajendra yang masih duduk tenang di kursi kebesarannya. “Kumohon please....”
“Kamu kenapa? Cerita yang bener” jawab Rajendra santai, meski lengannya di tarik dia masih bergeming.
Melihat reaksi Rajendra yang masih tetap santai saja membuatnya ingin menangis.
Rajendra melihat mata Cantika berkaca-kaca. Air matanya hendak tumpah.
Lalu dia mengkode dengan tangannya agar pak Jo dan Bu Rena keluar dari ruangan itu. Air mata Cantika sudah mengalir di pipi.
“Kau ini kenapa? Kenapa tiba-tiba....” Ucapan Rajendra terpotong karena tiba-tiba Cantika menangis berlutut di hadapannya. Gadis itu mencengkeram erat kedua ujung jas Rajendra.
“Aku minta maaf atas segala perlakuanku yang kurang mengenakkan padamu bang.”
“Aku janji tidak akan menentangmu lagi.”
“Tidak akan membantahmu lagi. Tapi tolong sekarang Sofia dan Ayahnya.... mereka sedang ada di rumahmu.”
“Abang bilang tempat itu berbahaya bukan? Ayo ke sana. Kita harus menolong mereka”
Rajendra terperanjat “Apa yang.....” Ucapannya tersendat.
Lekas dia memapah Cantika ke sofa seraya berkata ....”Hapus air matamu. Tegakkan punggungmu. Aku tidak mau melihatmu tampak rapuh di hadapan karyawanku. Kita segera berangkat”
Kemudian Rajendra membatin panglima Kekei. Panglima kerajaan gaib itu segera menampakkan dirinya.
“Lindungi orang-orang yang ada di rumahku dari benda-benda jahat itu. Kalau makhluk-makhluk itu berulah, tebas saja. Aku akan segera menyusul” sejurus kemudian Panglima Kekei pun menghilang.
“Ayo” Rajendra menggandeng tangan Cantika agar berjalan cepat. Cantika sampai kualahan mengimbangi langkah Rajendra yang panjang hingga membuatnya setengah berlari.
Sampai di lift mereka hanya diam. Rajendra segera menelepon pak Didi. Untuk menjemputnya di lobi.
Sampai di depan lobi, mereka segera masuk ke dalam mobil. Rajendra kembali menelepon. Memerintahkan satpam di depan rumahnya agar tidak memasuki rumah itu apa pun yang terjadi.
Mendengar itu, Cantika bertanya “Kenapa mereka tidak boleh masuk?”
“Jika mereka masuk, akan lebih banyak korban yang jatuh”
“Semua pelayan, aku liburkan beberapa hari ini. Satpam hanya boleh berjaga di luar. Rumah itu dikosongkan karena berbahaya. Bagaimana bisa Sofia dan Ayahnya masuk ke sana?”
“Ayahnya ingin menemuimu. Dan Sofia ikut karena mengira aku ada di sana. Ayahnya menghubungimu sejak semalam tapi tidak tersambung”
“HPku mati karena lowbat” jawab Rajendra. Kemudian dia mendekat ke arah Cantika, mengamatinya. Kemudian kembali bersandar.
“Mengapa kamu sering sekali menangis? Entah sudah berapa kali aku melihatmu menangis.”
Cantika menunduk. “Aku memang berusaha tetap tegar, tetap tegak meski keadaan menjadi sulit. Namun semua memburuk setelah mataku berubah”
“Rasa sesak terus mendera. Entah kenapa saat bersama Abang aku tidak bisa berpura-pura lagi” Cantika mencengkeram gamisnya.
“Aku merasa bisa mengungkapkan perasaanku. Sedih atau marah. Aku sudah berusaha menahannya. Tapi tetap saja air mataku tumpah” lanjut Cantika.
“Apa itu mengganggumu? Jika begitu tak akan kuulangi” ucap Cantika sambil terus menunduk.
Rajendra menggenggam tangannya. “Boleh, kamu boleh mengekspresikan perasaanmu saat bersamaku”.
“Hanya saat bersama denganku.” Dia menegaskan.
“Jangan diluapkan pada orang lain...... Jangan pernah!”
Cantika mengangguk. Rajendra melepas genggaman tangannya. “Apa kata-katamu tadi dapat kupegang? Kamu sudah percaya padaku?”
Cantika menjawab “Aku akan berusaha”
“Ehem” Rajendra berdehem.
“Jawaban macam apa itu? Harusnya kamu jawab iya atau tidak. Aku memerlukan kepastian. Bukan harapan palsu”
Sial, kenapa juga ini harus terjadi? Batin Cantika. Aku terpaksa harus menurut, kan, padanya. Mana dia sedang marah lagi. Galak bener.
Karena Cantika hanya diam, “Ehem” Rajendra berdehem lagi.
“Iya.. iya ... Abang, aku akan menepati janjiku”
“Pak Didi, kenapa belum sampai? Apa masih jauh?” Tanya Cantika cemas.
“Jangan mengganggu pak Didi, dia sedang menyetir. Lagi pula Kekei pasti sudah sampai” ucap Rajendra tenang.
“Lalu kenapa abang mengumpulkan benda jahat berbahaya di rumah?”
“Aku hobi mengoleksi barang antik”
“Jawaban apa itu? Hobimu dapat mencelakakan orang!”
“Ini semua takdir, meski kamu tolak, kamu hindari, jika sudah menjadi ketetapan Nya. Pasti akan ada sesuatu yang membuatmu memenuhi takdir itu” kata Rajendra kalem.
Apa hubungannya coba? Membeli barang antik sama takdir? Pikir Cantika.
“Kita sudah sampai, siapkan dirimu”
“Nyiapin apa bang?” Tanya Cantika bego’.
“Berdoa”
Oooo. Bibir Cantika membentuk huruf O tanpa suara. Mobil melambat, lalu berhenti di depan gerbang. Rajendra bersiap keluar mobil.
Ada dua orang satpam yang menyambutnya. Mereka berdua memberi salam.
“Kenapa kalian biarkan mereka masuk?” Rajendra dengan sikap Bossy-nya berdiri sambil memasukkan tangannya ke saku celana panjangnya.
“Maaf bos, si bapak tua yang duduk di kursi roda itu memaksa”
“Kami baru mau menelepon bos, mereka sudah menyelonong masuk”
Astaga kenapa dia malah mengobrol? Batin Cantika. “Ayo......” Cantika menggoyang-goyangkan lengan Rajendra.
“Baiklah. Kalian tunggu di sini” perintah bos itu pada kedua satpam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 271 Episodes
Comments