Sekarang hari Sabtu, waktunya libur kerja. Tapi yang namanya PR alias pekerjaan rumah, gak ada liburnya.
Nyuci, njemur, nyapu, ngepel, ngelap kulakukan dari pagi. Sehabis Subuhan langsung beraksi. Mesin cuci menjadi saksi. Teman seperjuangan ku ini selalu mengerti. Dia selalu menggiling tanpa iri. Meski temannya si kulkas hanya berdiam diri.
Semua pekerjaan yang menumpuk selama seminggu ini membuatku baru jam 8 gini sudah remek rasanya sebadan-badan.
Ditambah lagi berkemas mau pindah ke rumah Sofia. Apa coba yang mau kubawa? Di sana semua sudah tersedia.
Aku Cuma punya baju lusuh. Malu bila kupakai diantara kalangan para Borju.
Sofia.... sofia....Dia maksa aku untuk tinggal bersamanya di rumah bokapnya. Karena sang Ayah bersikeras untuk tinggal seatap dengan putri semata wayangnya.
Kalo tinggal di sana, tentunya Sofia akan serumah dengan ibu tirinya. Sebab itu, dia ingin aku tinggal di sana juga. Untuk menemaninya.
Menolongnya jika tiba-tiba berada di situasi canggung tak berbatas. Menyelamatkannya bila bingung tak ada topik yang harus dibahas. Membantunya menjadi Sholehah yang berkelas.
Dia takut bertentangan dengan sang ibu tiri. Takut berselisih, yang akan memperparah kondisi ayahnya nanti.
Sebenarnya malu, aku nebeng hidup di sana. Tapi dia maksa banget. Ya udah, kucoba saja. Entar klo gak betah kan tinggal balik kesini.
Lagian, aku masih berhak tinggal di kamar kos ini, karena waktu tinggalnya belum habis. Masih ada deposit yang sudah ku bayar diawal bulan.
Sambil nunggu cucian kering, aku manyun melihat semua baju-baju ku. Nanti malam si Sofi minta ditemani ke acara perusahaan ayahnya. Dia akan diperkenalkan sebagai pewaris.
Bingung juga akan memakai baju apa untuk pesta itu nanti. Secara... Bajuku jelek semua. Tidak akan pantas dipakai ke pesta orang kaya.
Haduh... Uang pun sudah mepet Cuma buat makan sampai akhir bulan. Pasti nanti malam aku akan malu.
Seperti bisa membaca pikiranku saja. Tiba-tiba Sofia muncul di depan pintu kamar kos ku dan mengajakku belanja di mall.
“Aku gak punya uang ... Sof” keluhku.
“Gue yang bayar” ucapnya mantap.
Cakep nih anak, mengerti bener isi otakku, padahal kami kan bukan anak kembar. Ku perhatikan dengan mata sakti ku pun gak ada benang penghubung diantara aku dan dia. Mungkin dianya Cuma paham aja kalo aku kere.
Kami sekarang ada di dalam mobil milik ayah Sofi. Kini dia diperlakukan seperti putri raja. Ada mobil beserta sopir yang siap antar jemput ke mana saja. Ada kartu ATM dari sang ayah berisi uang miliaran di dalamnya.
Nyaman banget nih mobilnya. Maklum, mobil yang biasa aku naiki adalah angkot. Bersama manusia berbagai rupa. Belum lagi bau mereka. Wuih.... Warna-warni kayak pelangi.
Sesampainya di mall, seperti biasanya. Ramai, banyak orang. Ya iyalah, kalo sepi itu artinya Malnya tutup.
Ada juga beberapa orang yang berwajah setan.
Kok kayak berada di kuburan sih ketemu setan mulu.
Hhhhh aku lelah. Aku malas. Untungnya mereka tidak berniat jahat. Ah entahlah.....
Dari arah jam 11. Kulihat seorang wanita muda dengan baju kurang bahan, bergelayut manja pada seorang pria botak. Istilahnya om om.
Hhhhhh pasti sugar Daddy-nya. Mereka sama-sama berwajah setan retak-retak. Biar saja mereka berzina. Bukan urusanku pula.
Sofia menarik tangan aku untuk masuk ke sebuah toko busana muslim. Dianya sih asyik milih-milih. Tapi aku minder. Betapa tidak........
“Can, bagus yang mana?” Tanya Sofi berbinar. Dengan menenteng dua gamis yang indah.
Satu berwarna emas, dan yang lain berwarna pink lembut.
“Bagus dua-duanya. Tapi menurutku yang warna emas akan membuatmu lebih glowing”
“Emmm berlebihan ndak?” Dia mikir.
“Endak sayang... Secara kan kamu bintang utamanya. Jangan sampai kalah glowing dari tamunya.” Ku pegang pundaknya untuk meyakinkan.
“Bawa ke ruang pas gih, ayo aku bantuin” kuambil ke dua gamis itu untuk pergi ke ruang pas.
Sambil nungguin Sofia mengepas baju warna emas. Aku penasaran dengan harga baju warna pink yang kubawa.
3.250.000 Aku menelan ludah, bahkan lebih mahal dari gaji ku sebulan.
Apa baju di toko ini memang mahal-mahal?
Coba kulihat harga baju yang di pajang di sekitarku.
2.555.000; 2.700.000; 3.500.000. Astaga kepalaku pusing.
“Taraaa.... Bagus Ndak?” Sofia keluar dari ruang pas sembari tersenyum cerah.
“Bagus banget Sof. Tau cerita Jaka Tarub?” Ucapku usil.
“Lhaa itu Lo seperti emaknya. Hahaha.....”
“Gak lucu” Sofi cemberut.
“Bukan-bukan, maksudnya seperti salah satu bidadari yang mandi itu. Cakep.....”
“Kalo pake nih gamis, Lo kelihatan kayak penduduk khayangan. Beneran”
“Udah, ambil aja itu, sekalian cobain yang ini gih” ku sodorkan gamis di tanganku.
“Itu buat Lo” Sofi mendorongku masuk ruang pas.
Aku kaget. “Sof, tunggu. Kamu tahu ini harganya berapa?” Aku menunjuk gamis di tanganku.
“Aku udah liat kok, murah. Cepetan” dia mendorongku lagi.
“Sof, kayaknya enggak deh. Ini baju sultan. Aku mau beli yang harganya di bawah lima ratus ribu aja” bantahku.
“Ok” Sofia mendekat. Lalu berbisik.
“Kalo yang harganya di bawah lima ratus ribu, Lo bayar sendiri. Klo yang ini gue yang bayar. Pilih mana?” Dia senyum jail.
“Lo tega banget sih. Udah tau dompet gue kering” pasang muka sedih.
“Makanya. Nurut ma gue. Gue kan juga gak mau malu nanti malam. Masak Aspri gue bajunya.....alah sudahlah. Intinya Lo sobat gue. Ngerti!” Pasang muka serius.
Aku terdiam.
“Udah cepetan. Apa mau gue beliin dua lagi yang lebih mahal dari ini?” Ancamnya.
“Iya iya nona bos. Alhamdulillah dikasih barang mewah gratisan” aku ngeloyor masuk kamar pas.
Syukurlah baju udah dapet. Sofia ngajak ke toko sepatu.
Saat memilih sepatu di toko ini, kudengar suara Sofi bernada tinggi. Lekas ku hampiri.
Ternyata dia berebut sepasang sepatu dengan seorang gadis remaja.
Ada yang aneh dengan gadis ini, dia sangat cantik, berambut hitam tergerai indah. Bermata tajam nan lentik.
Cara berpakaiannya menantang dan berani. Sungguh seksi. Namun ada pendar merah memancar dari seluruh tubuhnya.
Aku yang tadinya berjalan cepat akan menghampiri, terdiam di jarak 2 meter. Aku kenal dengan pendar semacam ini.
Pendar ini berasal dari kuntilanak. Karena temanku si Kunti, memiliki gelombang pendar yang sama. Hanya saja Kunti pendarnya putih.
Sementara gadis ini, merah kuat.
Lekas kupegang tangan Sofia yang sedang tarik-menarik sepatu dengan gadis itu.
“Sofi, gadis cantik ini masih remaja, mengalah lah....” kataku selembut mungkin.
“Tapi aku duluan yang ambil, dateng-dateng dia langsung sabet aja!!” Sofia jutek.
Ku cubit tangan Sofia pelan, berusaha memberi kode kepadanya.
Dia sontak melirikku. Ku balas dengan senyuman. Kutarik tangan Sofi agar melepaskan sepatu itu. Untungnya dia menurut.
“Nah, gitu dong Tante, ngalah sama yang muda” ucap gadis itu sambil melihat sepatu yang langsung disabetnya dari tangan Sofia, ketika dia mengalah.
“Iya, maaf ya. Ayo Sof, kita cari yang lain” ku gandeng tangan Sofia. Sebisa mungkin aku menghindari bertatapan mata dengan gadis itu.
“Lagian Tante sudah tua, gak cocok sama model sepatu begini” dia menghina.
Sofia meradang, dan langsung berbalik hendak mendamprat sang gadis. Tapi lekas aku berdiri di antara mereka.
Gadis itu menatapku tajam. Kubalas tatapannya. Mataku membulat saat kulihat dia hanya manusia biasa, namun taring dan sorot matanya merah, mengintimidasi.
Itu bukan sorot mata dan taring orang yang berniat jahat seperti yang biasa kulihat. Itu sorot mata anak campuran. Yang hanya bisa dilihat pemilik mata istimewa sepertiku.
Tidak mau cari bahaya, lekas ku teduhkan pandangan mataku, dan seulas senyumku terbitkan.
“Iya, cantik.... Kayaknya toko yang Tante kunjungi salah, maaf ya”
Gadis ini seperti sedang mengamati mataku. Dia tertegun. Tidak ku sia-siakan kesempatan, langsung ku ajak Sofia berjalan cepat meninggalkan toko itu. Cuss... Menuju parkiran.
Aku memilih langsung ke parkiran tidak menunggu sopir di lobi, agar bisa cepat masuk ke mobil dan pergi dari sana.
Di dalam mobil Sofia sewot, saat ku minta sopir untuk mencari mall yang lain. Dia bersedekap dan menghentakkan kaki.
Lekas ku naikkan pembatas antara sopir dan penumpang. Aku ingin bicara empat mata dengannya.
Ini mobil mewah ya teman-teman, ada sekat khusus untuk menjaga privasi.
Secara, kita baru kenal ma nih sopir. Kalo bicara hal penting sebaiknya di privasi. Tapi kali ini kami bukan bicara in hal penting.
Cuma tidak mau dia memandang juragan putrinya dengan pandangan aneh karena ngomong in hal di luar nalar.
“Dia bukan manusia biasa Sofia.... Bahaya......” Ucapku santai sambil minum air mineral.
“Maksudnya????” Tanyanya kesal.
“Gadis itu anak hasil hubungan antara manusia dengan kuntilanak”
“Apa?????!!!!!” Si Sofi melotot.
“Gak usah melotot gitu, serem liatnya. Kulihat pendar merah terpancar dari seluruh tubuhnya. Pasti ibunya adalah kuntilanak yang sangat kuat. Terlalu berbahaya untuk menantangnya.”
“Emang ada yang seperti itu??” Kagak percaya dia.
“Ada, anak hasil hubungan seperti itu biasanya memang emosional dan gampang tersulut amarah. Karena jin itu tercipta dari api” ku letakkan botol air mineral pada tempatnya.
“Dan bahaya terbesarnya adalah biasanya sang ibu akan berada di sekitarnya. Memantau dan melindungi”
“Kok serem gitu sih?” Sofi memeluk dirinya sendiri.
“Makanya tadi ku ajak kamu cepat-cepat pergi. Karena kurasakan, energinya kuat sekali. Pastilah ibunya bukan kuntilanak biasa”
“Ihhh ngeri. Padahal Cantik banget ya. Cuman gak ada akhlak aja”
“Itu yang terlihat sama kamu. Kalo di mataku, dia serem banget. Bertaring panjang dan sorot matanya merah menyala”
“Sudah Cantika... Aku takut nih. Sekarang kita ke mana?”
Nah Lo... Takut kan dia. Gitu aja tadi mau nantangin si anak Kunti.
“Terserah, kan kamu bosnya”
“Klo gitu kita ke toko langganan ibuku saja, enak banget tempatnya. Satu kompleks dengan salon dan spa. Bete gue, perlu relaksasi” ucap Sofi, menurunkan sekat mobil agar bisa ngomong sama sopirnya.
Tiba-tiba “Ting” Bunyi notifikasi HP aku. Kulihat sekilas, Rajendra lagi. Tapi kali ini pesannya hanya gini.
[???????]
Berisi tanda tanya saja. Mungkin artinya dia tanya kenapa aku tidak menjawab pesan dia sebelumnya.
Sama seperti kemarin, tidak ku tanggapi. Ada rasa bersalah sih sebenarnya tidak membalas chatnya dia. Tapi kurang logika aja.
Masak baru sehari kenal udah chat:
/ Sayang, maaf hari ini aku sangat sibuk /
Mau ku balas apa coba?
Pilihan A : Iya sayang, gak papa. Kamu konsentrasi kerja aja. Semangat.
Kok ganjen banget. Secara....pacar juga bukan.
Pilihan B : Sayang, sayang pala Lo peyang. Udah kerja Sono!
Kok kasar banget, secara....dia udah baik kemaren.
Pilihan C : Ya
Singkat padat jelas. Tapi kesannya kok nerima banget gitu.
Pusiang kan. Makanya mending gak usah dibales.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 271 Episodes
Comments
Novem Lidiya Isnani
terus follow me ya. 💕
2024-01-29
0
ahok wijaya
Terperangkap dalam cerita 😱
2024-01-29
1