Sepulang dari acara kemarin, Sofia tidak mencecarku dengan pertanyaan kepo seperti biasanya. Aku sedikit merasa aneh, apa terjadi sesuatu saat kutinggalkan dia kemarin?
Hari ini Minggu pagi, aku sudah berada di kamar Sofi untuk membantunya merapikan pakaian. Karena dia akan mulai tinggal rumah ini, rumah ayahnya.
Saat kami mulai menata make up di meja rias. HP aku berbunyi, tanda pesan masuk.
Segera kulihat. Dari Rajendra rupanya.
[“Sayang, hari ini aku ke luar kota. Ada hal mendesak yang harus aku lakukan. Setelah kembali, aku akan segera menemuimu”]
CK! Aku mencebik kesal. Kebiasaan sayang.... sayang..... kujawab saja.. [“gak nanya”]
Segera ada balasan emoji tertawa yang kuterima. Kemudian masuk panggilan video call. Kuterima panggilannya setelah menatap Sofia, meminta ijinnya.
Setelah Sofi mengangguk, baru video call dimulai. Tampak Rajendra sedang berada di dalam mobil. Menggunakan baju semi formalnya. Kemeja batik warna biru hitam yang membuat penampilannya sangat menawan.
Kok ganteng banget ya.....Tak sadar aku tersenyum.
“Senang ya melihatku?” ucapnya sembari tersenyum juga.
Aku yang berasa kembali menapak bumi langsung salah tingkah. Asyeemmm, Napa sih nih otak?
“Sedang apa?” Tanyanya lembut.
“Emm... ini, di kamar Sofia. Mbantuin dia pindahan ke rumah ayahnya.” Kuarahkan handphone ke samping kanan, agar Sofi yang berada di belakangku pun bisa tampak di dalam video.
Sofia melambaikan tangan sebentar untuk menyapanya.
“Hem, baik-baik di sana. Doakan aku” ucapnya.
Setelah aku berkata “iya” Dia mengakhiri panggilan videonya.
“Hhhhhh... “ Akhirnya aku bisa bernafas normal.
“Kalian sudah jadian?” Tanya Sofi sambil memberikan sekantong keripik kentang.
“Enggak. Emang babi ngepet, jadi-jadian? Gak tau.... Berteman tapi deg-degan dikit....dikit kayak kue cubit” kucomot keripiknya.
“Dia berada di tempat yang buruk sewaktu kalian bertemu. Apa dia pria baik-baik? Tidak pernah berubah wajah menjadi menyeramkan?” Cerca Sofi.
“Dia berada di sana karena ada suatu keperluan. Bukan untuk menuruti nafsu, karena itu dia tidak pernah berwajah setan. Tidak sekalipun!” jelasku.
Aku tidak pernah tau alasan sebenarnya Rajendra berada di diskotek lucnut itu. Tapi kulindungi saja kehormatannya karena dia selalu bersikap baik padaku. Meski kadang kelewat, ngangep aku calon istrinya.
“Cie...cie.... yang ngebelain” di dorongnya bahuku.
Kemudian Sofia serius. “Cantika... Lo yang lebih bisa melihat seseorang dengan jelas dari padaku.”
“Gue sudah melihat profilnya. Dia salah satu rekanan ayah”
“Track recordnya bagus. Tidak sekalipun melakukan kecurangan. Disiplin dan tepat waktu”
“Terlepas dari insiden diskotek, dia pria yang sangat baik menurutku. Dan gueee ngedukung lo jika ingin bersamanya.....” Melebarkan kedua tangan ke udara.
“Ngeledek.....” cibirku. Aku senyum manis-manis asem, karena perasaanku yang belum jelas. Suka atau tidak pada lelaki itu.
Kuakui keren si Sofia. Dia langsung mencari tahu tentang Rajendra? Macam Intel aja. Boloku Intel gaes....
“Kamu jadi agak pendiam setelah pesta kemarin” kutelisik wajah Sofia, kalau-kalau ada jerawat tersembunyi.
“Aku malas ngebahasnya. Tapi... Ya, aku bertemu istri ayahku saat di toilet. Dan dia meminta maaf atas perbuatan anaknya”
Sofi terdiam sejenak. Aku pun tidak berani menyela.
“Sebenarnya dia istri yang baik. Setia mendampingi ayahku, meski ayahku sakit-sakitan dia tetap menemaninya.”
“Aku jadi malu sendiri, padahal aku darah dagingnya. Malah pergi meninggalkannya bersama orang asing di rumah ini.” Sendu.
“Orang asing? Dia sudah sah jadi istri ayahmu kali!” Celetukku.
“Lalu tiba-tiba saja aku menerima begitu banyak seperti ini. Harta, jabatan, kekuasaan. Durian runtuh” “Bukankah aku putri yang buruk?” Ehhh.....tetiba dia berkaca-kaca.
“Kamu putri yang baik. Dulu kamu kecewa pada ayahmu karena menikah lagi. Dan itu wajar” kuelus punggungnya.
“Meskipun ibunya begitu baik. Gue tidak akan memaafkan anaknya! Si Jeran laknat itu akan menerima hukuman yang setimpal” Sofia mengepalkan tangan.
“Ya, itu harus” komporku.
Ibu tiri Sofi memang wanita baik-baik. Dia mendapat nangka busuk karena menikah dengan lelaki laknat yang sering menyiksanya, ayah Jeran.
Dan sayangnya, si Jeran itu, benar-benar bagaikan pinang di belah kapak dengan ayahnya.
Kalo beneran dia pinang. Sudah kubelah-belah sampe hancur.
Sekarang ayah Jeran sudah meninggal karena tertembak polisi saat melawan sewaktu penggerebekan narkoba. Ia menembak ke arah polisi. Alhasil polisi pun melumpuhkannya. Dan dia tiada.
Sedangkan ayah Sofia mengenal ibu Jeran karena dia bekerja sebagai perawat, secara... ayah Sofi sering keluar masuk rumah sakit.
Tok tok tok.....”Non, maaf.... “
Dengan malas Sofia membuka pintu. Muncullah wajah lansia mbok Mina, pembantu rumah tangga di sini. “Ada apa mbok?”
“Non berdua ditunggu tuan dan nyonya di meja makan” setengah menunduk.
“Mbok jangan menunduk gitu sama Sofi” memeluk lansia itu erat.
Kulihat mbok Mina menangis. “Mbok senang, akhirnya non kembali tinggal di sini. Hiks...hiks... mbok sudah masak makanan kesukaan non Sofi. Makan yang banyak non” mbok Mina menghapus air matanya sendiri.
“Ayo Can” Sofi melihat sekilas ke arahku, Lalu dengan tetap memeluk mbok Mina dia berjalan menuruni tangga menuju ruang makan. Aku mengekor di belakang.
Di meja makan, ayah dan ibu tirinya sudah menunggu. Sofia mencium pipi mbok Mina, kemudian si mbok berpamitan untuk kembali ke belakang.
Sofi mencium pipi sang ayah. Kemudian duduk di sampingnya. Dia sama sekali tidak memberi salam atau melihat sedikit pun pada wanita yang duduk di sebelah ayahnya. Duh nih anak....
Sedangkan aku, salim pada ayah dan ibu tirinya. Keduanya tersenyum ramah.
“Duduk Cantika” ucap pak Hasan. Aku pun segera duduk di kursi yang ada di hadapannya.
Roman-romannya ada yang serius nih.
“Om amat sangat berterima kasih atas semua yang Cantika lakukan untuk Sofia, termasuk mendukungnya untuk bersedia menjadi pengganti om”
“Iya om sama-sama” jawabku pelan.
“Om juga setuju kamu menjadi Aspri Sofia. Termasuk kesediaan kamu untuk tinggal di sini. Om sangat setuju. Nanti istri om akan menunjukkan di mana kamarmu” menyentuh tangan istrinya lembut.
Istri om Hasan tersenyum ramah padaku. Kubalas senyum juga. Drama apa coba? Drama ramah-tamah.
“Sofia, ayah ingin bicara serius denganmu. Dan tidak ada yang ayah rahasiakan dari Cantika. Dia bisa memberikan pendapatnya” pak Hasan menggenggam tangan Sofia.
“Cantika, berapa usiamu?”
“Tahun ini 25 om” kujawab jujur.
“Dan om tahu Sofia lebih tua satu tahun darimu. Ehem” om Hasan berdehem.
“Ayah maksudnya apa sih? To the poin aja” potong Sofia.
“Lihatlah sahabatmu ini Cantika, melawan.... Saja kerjanya. Jadi begini, ayah ingin memperkenalkanmu dengan seseorang. Syukur-syukur cocok, dan bisa menjadi calon suamimu”
Aku dan Sofia terbelalak. Sedetik kemudian, Sofia menatap sang ayah. “Ayah ingin menjodohkan aku?”
“Ya, dia sudah melihat kamu kemarin. Dan setuju untuk memulai perkenalan” sambil minum teh.
“Tapi ini bukan paksaan kan yah? Kalau Sofi tidak merasa cocok, ayah akan mengalah?” Tawarnya.
“Kamu tau sendiri bagaimana keadaan ayahmu ini sayang. Ayah ingin melihat kamu menikah dengan orang yang tepat” menyentuh tangan putrinya.
“Aku mau saja berkenalan, tapi dengan syarat tidak boleh ada paksaan.” Menatap lekat netra ayahnya.
“Baiklah sayang. Tapi ayah sangat berharap bisa menjadikannya menantu”
Sang ibu tiri yang sedari tadi diam sekarang angkat suara. “Sudah ayah, ayah kan sudah janji tidak akan memaksa” memegang tangan suaminya.
Pak Hasan tersenyum pada istrinya. Sementara Sofia bicara padaku tanpa suara. “Caaapeeerrrrr” Kupelototi dia.
“Ya sudah anak-anak. Mari makan” ucap ibu tiri Sofi, sembari mengisi piring-piring kami dengan nasi.
Setelah makan, ibu tiri Sofi mengantarku ke kamar yang akan kutempati. “Cantika, kita belum sempat berkenalan, nama Tante Diana” dia memegang kedua pundakku sambil tersenyum.
“Ohhh iya Tante, aku Cantika. Tante udah tau namaku” aku tersenyum canggung.
Ceklek,- Dia membuka pintu kamar yang akan kutempati lalu duduk di sisi ranjang. “Tante sungguh minta maaf atas kelakuan anak Tante padamu” sendunya.
“Iya Tante, maaf juga sudah menjebloskannya ke penjara”
“Itu adalah konsekuensi atas perbuatannya” Tante Diana senyum terpaksa. “Kamu istirahat saja, Tante keluar dulu”
Aku menatap Tante Diana yang berjalan menjauh. Tidak mungkin seorang ibu rela anaknya di penjara begitu saja. Meski dia bersalah.
Di dalam lubuk hatinya. Pasti Tante Diana menderita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 271 Episodes
Comments