Sesampai di kamar kos, aku menceritakan semuanya pada Sofia.
Kecuali kejadian di dalam mobil, itu rahasia. Dan kami pun menangis sejadi-jadinya.
Meraung-raung di tengah malam sambil berpelukan.
Hingga membuat para tetangga kos, serta ibu kos mendatangi kamar kosku. Ingin tahu ada kebisingan apa di tengah malam buta.
“Menang lotre buk...” Jawab Sofia sekenanya, saat diberondong pertanyaan oleh banyak orang.
“Menang lotre itu bahagia, bukan nangis histeris” ucap ibu kos.
“Ini histeris karena bebas dari kemiskinan buk” jawabku asal. Asal mereka tidak tahu kejadian yang sebenarnya.
“Kirain ada apa sampai nangis meraung-raung kayak gitu. Ya udah, yuk semua bubar, ada-ada saja” omel ibu kos mengusir orang-orang.
Keesokan paginya. Sambil sarapan, Sofia bilang akan ada pesta di perusahaan ayahnya hari Sabtu ini. Di mana dia akan diperkenalkan sebagai pewaris tunggal.
“Kamu harus ikut Can, kamu harus selalu ada di sampingku. Aku takut....” ucapnya saat kami sarapan. Dia mulai ngatur.
“Kamu resign dari tempatmu kerja. Dan menjadi asisten pribadiku saja. Kubayar lebih banyak daripada tempatmu kerja itu. Yang penting kamu bareng aku” rengeknya, nyuruh-nyuruh.
Meski sebagai putri konglomerat, Sofia tidak pernah hidup glamor dan belum pernah menghadapi orang banyak. Apalagi memimpin perusahaan besar. Pastinya dia sangat gugup.
Dia teman kuliahku dulu, sama-sama ambil jurusan manajemen di universitas yang enggak seberapa terkenal. Maklum... Kami jauh dari rumah dan membiayai semuanya sendiri.
Aku saja, misalnya di posisi Sofia, pasti memilih mundur, daripada harus menanggung beban seberat itu.
Akan tetapi, Ayahnya meyakinkan bahwa semua beban perusahaan yang harus dipikulnya bukan semata mata untuk dirinya. Melainkan untuk ribuan karyawannya.
Karena apabila perusahaan itu bangkrut, atau ditutup karena tidak ada pemimpin. Maka ribuan pekerja harus menganggur dan bagaimana dengan keluarga mereka?
Ayahnya berhasil meyakinkan anaknya agar tidak egois. Sehingga dia menerima keputusan ayahnya untuk mengambil alih pucuk pimpinan.
“Sofiiaaa... Pindah kerja itu tidak mudah. Persiapannya banyak....... Untuk mendelegasikan tugas pada penggantiku” kataku selembut mungkin.
“Jadi kamu tidak mau? Bagaimana aku menghadapi ini semua? Kamu tega!!” Yaelaah... merengek lagi dia.
“Belum apa-apa sudah hendak dibunuh orang. Bagaimana aku bisa hidup tenang klo begini....?” Yah.... tambah..... Dia ndelosor di meja.
“Aku tidak punya kekuatan sebesar itu, Can, Aku lemah... Aku tidak sanggup” kali ini sambil memukul-mukul meja makan pula.
Kata-kata makhluk indah ini semacam bisikan lirih yang mendayu di telingaku. Tapi asli gerebeken juga, berisik dengernya.
“Hei. Kau lupa. Kamu itu putri ayahmu. Putri pengusaha besar. Kamu itu berdarah pemimpin. Kamu kuat. Kamu hanya tidak menyadarinya.” Kataku sambil menatap mata dan memegang bahunya.
Kali ini kupaksa dia menegakkan kepala.
“Tapi aku perlu orang yang bisa dipercaya Can. Yaitu kamu. Sekedar mendampingiku memberi kekuatan”
Lekas ku tonyor kepalanya. “Pendamping-pendamping kepala Lo. Klo mau pendamping hidup. Kawin Sono”
“Itu namanya nambah masalah bego’. Iya klo tu laki beneran baik. Klo salah pilih, malah mampus gue.” Balasnya balik nonyor kepalaku.
Si Sofia ini, adalah satu-satunya orang di dunia ini yang tau kemampuan aku melihat hal aneh. Yaitu hantu, setan, terutama orang yang berniat jahat.
Karenanya dia maksa agar aku membersamainya saat dia ada di situasi sulit seperti saat ini.
“Gue gak mau tahu! Pokoknya Lo harus mau jadi asisten pribadi gue! Ngintilin gue ke mana pun! Memberi gue kekuatan!”
“Awas Lo Minggu depan belom resign dari kerjaannya elo! Gue obrak-abrik tu sekolahan!” ancamnya sambil sesekali sedikit menggebrak meja.
“Wuih... Serem banget Lo Bu CEO” kataku sambil bersiap mau berangkat.
“Eh Can, sebentar. Di balik semua kesedihanku ini, aku masih jeli lho memperhatikan kamu”
“Apaan sih Lo... Gue bukan pacar Lo... Gue masih normal!” Sungutku sambil menyambar tas.
“Bukan itu, coba sini gue pastiin” tiba-tiba Sofi memegang pundakku dan menatap mataku tajam.
Seperti sedang menelisik sesuatu.
“Apaan Lo... Mendelik gitu. Melotot lagi” kubalas melototinya.
“Tuh benar. Benar, gue gak salah! Pupil lo Can...., pupil lo berubah warna”
“Hah yang bener Lo..??.” Dengan masih memelototi Sofia aku mengerjap-ngerjapkan mata.
“Iya!, lhooo.... jangan ketip-ketip gitu. Diem!” Perintahnya.
Dengan serius Sofi memperhatikan mata aku. “Warnanya berubah jadi hijau. Perasaan dulu agak kecoklatan ya?”
Aku langsung berlari ke depan cermin dan kulihat mataku baik-baik.
Sofi benar, warnanya hijau tua. Klo sedang bertatap muka langsung dari dekat, akan terlihat.
“Aduh... masak gue harus pakai kacamata hitam buat nutupin ini.... Kenapa bisa berubah siihh?”
“Auuhhh........aku tampak seperti monster sekarang. Gimana nihh...” Keluhku sambil jongkok menunduk dan menutup wajah.
Tiba-tiba aku melihat bayangan tuan Ra. “Kenapa aku melihat dia sih...” Aku mendengus.
“Siapa?” Tanya Sofia penasaran.
“Kepo lu..... Itu tuan Ra. Kenapa aku melihat bayangannya”
“Lo jatuh hati kali sama dia. Deg deg an ndak klo ke inget dia?”
“Gila Lo!... Cowok yang mainnya ke tempat gituan, gua gak Sudi mikirin dia”
“Tapi mata ini selalu melihat bayangannya. Mata ini seperti bukan mata akuuu” gantian aku yang merengek.
“Sejak pertama ketemu, mataku jadi liat bayangan dia terus.... Padahal hati dan pikiranku putus asa terhadapnya”.
“Putus asa gimana” tanya Sofia makin kepo.
“Gimana gue balas Budi ke dia? Dibayar uang dia tak mau”
“Lo takut di apa-apain sama dia?”
“Dia bukan orang seperti itu.
Klo ingat dia, Kadang serem... kadang bersyukur.......Klo inget kejadian kemarin.... gue pengen gali tanah sedalam-dalamnya, sembunyi selama-lamanya”
“Ahhh... tauk ah... Gue berangkat kerja dulu” kataku sambil ngeloyor pergi.
“Ya.. hati-hati” sahut Sofia. Kututup pintu kamar kosku.
Terdiam beberapa saat... menarik nafas dalam-dalam. “Ayo Cantika... kamu bisa”
“Hari baru semangat baru” gumamku. Tapi nasib baik kayaknya benci sama gue.
Saatku buka pagar, bermaksud memberi jalan untuk motorku agar bisa keluar, tiba tiba....
“Cantika...!!” Panggil seseorang di depan sana. Sontak aku melihat ke arah suara, dan...
Astagfirullah... Napa ni makhluk pagi-pagi dimari?
Dia bersandar pada mobil mewahnya. Satu tangan dimasukkan ke saku celana. Sementara yang satu lagi melambai padaku.
Seperti biasa, penampilannya perlente, lengkap pakai e.
Jaeleee... Seperti biasa??? Macam tau sudah lama aja, kenal juga baru kemaren.
Kuacuhkan saja, segeraku pegang stang motor, hendak pergi.
Ehhh... Ada tangan yang memegang tanganku. Menghentikan pergerakanku.
Kok cepat banget udah nyampe sini? Perasaan masih di sono tadi.
“Hhhhhh... Aku mau kerja tuan” kutatap dia malas.
“Kamu nggak mau tasmu? HP mu?” Tanyanya.
“Hp ku? Tas ku?” Senyumku terbit, bahkanku tengadahkan tangan. “Benarkah? Mana?”
“Ada,....di mobil” dia pun tersenyum.
“Kenapa nggak di bawa kemari?” Kulepaskan tanganku dari motor.
Baru saja berbalik hendak berjalan keluar parkiran.
Apalagi ini....dia menarik bahuku. Dag..Dig...dug... jantung ku saat ditatap lekat berhadapan, sambil dipegangnya kedua bahuku.
“Apaan sih?” Kusingkirkan tangannya.
“Pupilmu hijau...” Dia menangkup ke dua pipiku untuk melihat pupilku dengan jelas.
Sialan.... pagi-pagi sarapan beginian.
Di parkiran kos-kosan.
Disaksikan motor yang berjajar.
Benar-benar gak masuk akal. Ditambah lagi....
“Cup. Benar, pupilmu hijau” dikecupnya keningku, sudah macam istrinya sendiri.
Bener-bener gak waras ini orang.
Lekas kudorong dia, sebelum terjadi hal yang lebih menegangkan.
Kepergok penghuni kos lain, maksudnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 271 Episodes
Comments