Setelah acara kecupan tak terduga, aku berlari ke arah mobilnya, lekasku buka pintu depan samping pengemudi. Kucari di mana tasku berada, tak ada...
“Masuklah.... Cari yang benar” dia sudah menutup pintu di sebelahnya, duduk manis di kursi pengemudi.
Tak ada pilihan, aku pun masuk, duduk di sebelahnya. Kepalaku tak henti tengok kanan kiri, terus mencari.
Di belakang, di atas, di laci. Tak ada!
“Mana???” Tanyaku.
Dan lagi-lagi peristiwa mencekam menghampiriku. Tubuhnya mendekat, makin dekat....., sampai di depanku.....tahan nafas..... melewatiku,...
Jeblam!! Dia menutup pintu mobil di sebelahku, menegakkan kembali tubuhnya, dan....
Klek- Dia mengunci seluruh pintu di mobil ini melalui tombol kontrol di sisi pengemudi.
“Kau menjebakku!!” aku menatap tajam, protes padanya.
“Tidak... Hanya saja perkenalan kita kemarin tidak benar. Mari kita mulai lagi dari awal”
Aku kesal!! Berasa jadi tikus masuk perangkap.
“Aku gak punya waktu buat ini.... Cepat buka pintunya... Aku mau kerja!!” Kukepalkan tangan dan kupukul pahaku sendiri.
“Apa kau selalu bersikap memberontak seperti ini? Bahkan dengan orang yang bersikap baik padamu?”
Hais.... kata-katanya tajem, menyadarkan aku dari kekesalan. Aku terdiam.
Memang otakku sudah terlanjur ter-setting berpikiran buruk tentangnya, hanya gara-gara pertemuan kami di tempat laknat kemarin.
“Don’t judge a book by it’s cover, ok? Aku punya alasan mengapa bisa berada di tempat seperti itu. Hhhh... Tapi maaf tidak bisa kuungkapkan sekarang” Wajahnya terlihat sedikit frustrasi.
“Kenapa?? Karena belum menemukan alasan yang masuk akal?” Tantangku.
“Karena kau belum menjadi istriku. Menikahlah denganku, maka akan kuungkapkan semua” pandangannya serius menatap netraku.
{Sinting!!!} Hatiku langsung mengumpatnya.
“Baiklah... Jangan memikirkan hal yang berat dulu. Ini masih pagi” Dia mengulurkan tangannya.
“Aku Rajendra, orang-orang biasa memanggilku tuan Ra” bahkan dia tersenyum manis.
Karena tak juga kusambut tangannya. Dia mengambil tangan kananku dan memaksaku berjabat tangan dengannya.
“Terkhusus untukmu, bisa memanggilku dengan sebutan... Abang, Mas, atau.... Sayang”
Gak lucu.
“Aku seorang lajang, usiaku 30 tahun ini. Dan pastinya... Perjaka”
Gak nanya!!
Kucoba tarik tanganku yang berjabat tangan dengannya, tapi tak berhasil. Dia menggenggamnya erat.
Sial!
Kutarik-tarik lagi tanganku. Edan..... Dia malah mengecup punggung tanganku.
Gusti tolong.... Mohon tolong hamba....
Otakku berpikir keras. Mau tereak.......teriak maksudnya, nanti orang-orang pada datang, terus mukulin dia lagi.
Gue dosa, karena dia tidak berniat jahat. Wajahnya juga masih wajah manusia normal. Gak berwajah setan.
Lagi pula kalo orang-orang datang pasti gue sendiri yang malu, bakalan ditanya ini dan itu, belum lagi klo massa tak terima dan membawanya ke kantor polisi.
Runyam! Hhhhhhhh...... Kacau!!!!
Ohhh... aku tau......Kalo aku terus memberontak, dia akan makin menjadi. Sepertinya harus sedikit mengalah kali ini....
Aku tersenyum, berusaha menunjukkan senyum terbaikku. Kumendekat padanya, tepat di depan wajahnya kukecup balik punggung tangan lelaki yang sedang menggenggam erat tanganku ini.
Cup- Dan.... benar saja, dia terkejut, wajahnya merona. Tak kusia-siakan kesempatan, lekas kutarik tanganku.
Kuperbaiki sikap dudukku, aku berkata dengan lembut. “Baiklah Rajendra...”
“Ehem... “ Dia berdehem.
“Panggilan yang salah” ucapnya
Aku mendelik, tapi stop!!. Aku harus bisa menahan emosi untuk makhluk yang satu ini. Kutarik nafas panjang... Hembuskan.....
Aku pun kembali tersenyum dan berkata lembut. “Baiklah Abang sayang.... Sekarang di mana tasku? Aku harus segera berangkat kerja”
Sudah macam wanita gak bener saja aku. Bahkan mendengar suaraku sendiri saja rasanya muak.
“Ada, tapi tidak sekarang. Orang yang kusuruh mengambil tas dan hijabmu kemarin harus langsung pergi ke Bandung. Nanti malam dia baru kembali. Kemarin dia hanya mengirimkan foto KTPmu saja lewat WA”
Kampret- Tanganku mengepal. Tapi Cantika.... Kau harus tahan emosi. Sabar.....
“Emmmm begitu.... Baiklah abang, sekarang tolong buka pintunya... Ada pekerjaan yang menungguku” tetap dengan senyum manisku.
“Akan kuantar” santainya dia menghidupkan mesin mobil.
“Tapi nanti aku akan kesulitan untuk pulang, aku biasa bawa motor sendiri” ucapku masih dipaksain bernada lembut.
“Nanti akan kujemput. Di mana tempat kerjamu?” Tanpa wajah bersalah.
Duhhh Gusti.... makhluk apa lagi yang Panjenengan kirimkan padaku ini....
Akhirnya.. dengan senyum yang kupaksakan sepanjang perjalanan, aku menjawab semua pertanyaannya selembut mungkin. Termasuk bahwa aku akan pulang jam 4 sore nanti.
Parahnya... dia baru memperbolehkan ku turun setelah mencium tangannya takdzim
Istilahnya Salim.
Bahkan dia mengecup pucuk kepalaku juga.
Bener-bener berasa berpamitan sama suami.
Aku merinding.
------
“HHhhhhhh........” Berasa lega, setelah berhasil masuk ke gedung sekolah. Lepas dari cengkeraman si kampret Rajendra.
Aman...... di sini bagaikan rumah kedua bagiku, terasa nyaman bekerja di sini. Tapi alam semesta berkata lain. Ada kejutan pahit menantiku hari ini.......
Begitu memasuki ruang kerja TU, aku disambut senyum manis pak Andi. Guru muda, yang sering disebut teman-teman naksir padaku. Usianya kira-kira 27 tahun.
Selama ini dia baik-baik saja, gak pernah aneh-aneh. Aku pun begitu, biasa saja, gak ada yang spesial. Hingga hari kampret ini tiba.
“Ke mana saja? Dari kemarin ku telepon, ku WA, kok ndak ada jawaban?” Dia duduk di depan salah satu komputer, tapi sedikit miring menghadap padaku.
“Ohhh... Ada yang penting ya? Ada yang urgen? Apa aku dicari kepala sekolah? Maaf Hpku sedang eror” aku berkilah, secara.... aku tak tahu HPku dibawa siapa.
“Ada hal penting apa?” Tanyaku lagi.
“Tak ada, hanya ingin bicara.”
“Bicara saja...” Aku menyalakan komputer di depanku, dan mulai menunggu dia berproses. Komputernya maksudnya, masih loading.
Ini masih pagi, belum banyak guru yang datang. Kalo pun sudah, mereka pasti di ruang guru.
Ngeteh, ngopi, melihat-lihat jadwal, menyiapkan materi.... terserahlah mereka mau ngapain. Sementara, teman-teman TU-ku belum ada yang datang.
“Saya dijodohkan oleh orang tua saya di Jember. Dan tanpa sepengetahuan saya, mereka menerima lamaran itu. Lamaran itu datang dari salah satu tetangga yang katanya, anak perempuannya suka sama saya”
“Waahhh bagus dong.... selamat ya pak, anda sudah laku.....” Ceriaku sambil tersenyum.
Tapi anehnya, yang dikasih selamat malah tertunduk lesu.
“Tapi saya tidak setuju dengan perjodohan ini”
“Hah? Kasihan......ya tinggal bilang saja sama ortunya bapak, klo panjenengan tidak setuju”
Loading komputer selesai, mulaiku cari file yang akan kuedit.
“Tapi yang ngelamar saya itu, orang paling terpandang, paling dihormati dan paling kaya di kampung saya”
“So?” Tanyaku santai.
“Keluarga saya sudah terlanjur menerima mereka. Dan Klo mau lamarannya dibatalkan, Bapak saya ngasih syarat” dia terdiam sejenak.
“Saya harus membawa calon dan memperkenalkannya kepada keluarga mereka”
“Lhaaa kok gitu? Pemaksaan itu namanya. Udah gak zamannya pak. Lagian kasihan sama tuh perempuan yang cinta sama bapak. Sudah terluka disiram air garam pula” jawabku panjang tapi masih santai juga.
“Saya maunya memperkenalkan Mbak Cantika sebagai calon istri saya”
JEDUAR.....
Rasanya seperti disambar maling di siang bolong. Salah Ding, disambar petir di siang bolong.
Ada apa dengan hari ini? Bagaimana bisa hari ini aku dilamar 2 orang lelaki sekaligus? Ini sebenarnya hari keberuntungan atau hari apes sih buatku?
Waahhh mesti ditandai nih kalender. Weton seperti hari ini, aku benar-benar gak boleh keluar rumah, bahaya... Banyak di incar cinta.
(Weton \= hari pada penanggalan Jawa)
“Kok gitu??!!!.... Saya mau dijadikan kambing hitam???!!!.....jadi tumbal??!!!” Ucapku mulai emosi.
“Bukan gitu mbak Cantik.... saya memang jatuh cinta pada mbak Cantika sejak lama. Baru sekarang berani ngomong”
What??? Kupingku nggak siwer kan?? Gerutuku yang hanya bisa kudengar sendiri.
“Jadi Mbak Cantika mau ya, menerima saya?” Tanyanya sambil memasang wajah berseri-seri.
“Saya tidak.....” Ucapanku terputus.
“Assalamualaikum....” Si Tika teman TU-ku datang.
“Wa’alaikum salam....” Jawabku dan pak Andi bersamaan.
“Ehhh... Pak Andi di sini, lagi ngetik pak? Itu kayaknya dicari in sama Kepala Sekolah” sambung mbak Tika sambil naruh tas.
“I.. iya.... saya ke sana dulu” dan pergilah dia.
“Hhhh.....” Aku menghembuskan nafas lega.
“Kamu kenapa Can? Nggak terjadi apa-apa kan tadi?” Tika menyalakan komputer.
“Ya terjadi lahh mbak, hampir bertengkar malah” cuekku sambil mengetik.
“Hah??!! Bertengkar apaan?”
“Kepo!!” Jawabku.
“Dia ada masalah, minta solusi. Kukasih solusi. Ehhh... Malah ngajak bertengkar. Sudah ya mbak bocorannya, kasihan klo masalah orang diumbar” senyum manisku untuk mbk Tika.
Bibir mbak Tika pun membentuk huruf O tanpa suara.
Seharian ini, Alhamdulillah lancar.... pekerjaan beres, tanpa kendala gronjalan dan tebing curam. Emang kita lagi off-road?
Jam 15.00, waktunya para guru, karyawan dan murid-murid pada Shalat Ashar berjamaah di mushola.
Aku sengaja bersiap-siap pulang awal, untuk menghindari jemputan si Rajendra.
Masalah ijin, gampang... Nanti ku WA saja kepala sekolah pura-pura sakit. Pinjem HPnya Sofia.
Pas beres-beres...... Elah dalah....kaget gua. Ternyata pak Andi ada di ruang TU.
Pura-pura gak terjadi apa-apa, kusampirkan tas ke pundak. Aku memang selalu pakai tas selempang, karena lebih aman klo naik motor.
Kembali ke pak Andi, dia menatapku, dan aku menyapanya.
“Oohh pak Andi? Ndak ikut sholat berjamaah pak? Saya mau keluar dulu, foto copy” Lhha kampret nih orang. Malah ngalangin jalan gua.
“Mbak Cantika menerima saya kan?” Wajahnya serius.
“Kita bahas besok ya, saya buru-buru, permisi...” Aku sudah berjalan 2 langkah tapi...
Tep!- Dia menjegal lenganku.
Kenapa sih! Pak Andi yang biasanya ramah... Baik...., sopan.... hari ini ketularan kampretnya Rajendra?
Wah... Pasti hawa negatifnya Rajendra kebawa ma gua. Dan nularin orang-orang. Kudu mandi kembang tujuh rupa nih kayaknya.
Tenang Cantika.... Tenang.....gak boleh kasar, sedang di lembaga pendidikan nih sekarang. Dia juga seorang guru yang terhormat.
Gak boleh bar-bar. Sabar.......
“Baiklah.... Pak Andi yang terhormat, mohon maaf sebesar-besarnya, saya benar-benar tidak bisa membantu bapak. Karena saya tidak punya perasaan apa-apa sama bapak. Kita full teman saja” kulihat dia hanya menunduk mendengarkanku.
“Bapak orang baik, Insya Allah pasti akan bertemu dengan orang yang baik pula. Yang cinta sama bapak” full senyum akunya, meski terpaksa juga.
Lhhaaa kok saat si kampret 2 ini mengangkat wajah melihatku, matanya gelap. Hitam semua.
“Agh!” Aku kaget, memekik tertahan.
“Saya tidak menerima penolakan!!” Ucapnya tegas menyeramkan.
Innalilahi......aku harus bagaimana ini? Mana di sini sepi lagi. Lenganku masih dia cekal pula.
“Iya... Kita bicarakan pelan-pelan ya. Tapi sekarang saya harus ke kamar mandi. Kebelet” aku senyum tipis, sambil menarik lengan dari cekalannya.
Alhamdulillah..... Terlepas.......Segeraku keluar, pakai sepatu pantofelku secepat kilat. Dan bergegas ke luar gerbang sekolah.
Untung si sepatu kerja sama, nurut dia dipakai cepat-cepat. Pikirku saat menyeberang jalan.
Ada beberapa mobil terparkir di sisi jalan ini. Karena buru-buru tak kuperhatikan kalo salah satu mobil yang terparkir adalah mobilnya kampret 1. Si Rajendra.
Tiba-tiba pintu mobilnya terbuka. Menghentikan langkahku berjalan di trotoar.
“Assalamualaikum cantik, sudah pulang?” Sapanya manis sambil tersenyum dari dalam mobil.
Aku memejamkan mata dan mengepalkan tangan. Merutuki kebodohanku yang kurang waspada.
Rasanya seperti keluar dari mulut harimau langsung masuk ke mulut singa.
Dalam hatiku marah, tapinya sama siapa?
Marah sama orang ini? Tentunya tidak bisa....
Bisa bahaya nih orang kalo ndak dibaik-baik in.
Dari kejauhan, tampak pak Andi keluar dari gerbang sekolah dengan tergopoh-gopoh, sepertinya dia mencariku. Gawat!
Tanpa berpikir lagi, lekasku masuk ke mobil Rajendra.
“Wa’alaikum salam” Kututup pintunya cepat.
Deblam!- Aku menunduk dan kugocang-goncangkan pahanya “Ayo cepetan jalan, cepet....” Sepertinya dia menoleh ke belakang.
Senyap... Beberapa detik. “Kamu kenapa? Kabur dari siapa?”
“Dari kenyataan!!” Jawabku asal.
“Heemmm” dia malah senyum sepertinya. Karena aku gak liat, lagi sibuk sembunyi.
Akhirnya... Mobil pun jalan, aku terus menunduk karena masih takut ketahuan.
15 menit berlalu. Aduh... Pegalnya punggungku. Rasa-rasanya encok ini.
“Hei, ini sudah jauh. Bangunlah” perintahnya.
“Sudah aman ya?” Tanyaku celingukan.
Dan....Sudah macam kebiasaannya si kampret 1.
Cup- Dia mencium keningku, layaknya istrinya sendiri.
“Kalo ada masalah cerita, biar aku yang bereskan” ucapnya yakin. Menatap mataku lekat.
Ada apa ini? Dig...dug... dig....dug....Dig...Dug... Jantungku berdebar. Gak mungkin kan, aku sakit jantung gara-gara semua masalah ini?
“Eemmm iya.... nanti, sekarang gak bisa cerita, aku lapar” kilahku salah tingkah.
“Pas kalo gitu, ini di parkiran kedai kebab. Ayo turun”
Jaelah... Dia turunnya cepat banget. Cepet banget udah muter di sini untuk membuka pintu mobil buatku. Berasa istimewa gua, sedikit...
Pas makan, Kusuruh dia ngunyah cepat-cepat. Karena ini sudah jam 4 sore. Aku harus segera ke kos-kosan, mandi dan berangkat ngelesi. Karena jam 5 sudah ditunggu anak-anak.
Rajendra menurut, awalnya dia tertawa. Tapi syukurlah kami makan dengan cepat.
Kalo dipikir, sebenarnya si Rajendra ini baik, tapi aku masih belum tahu keinginan sebenarnya dari lelaki ini.
Tidak mungkin seorang pengusaha besar, perlente, mengejar-ngejar aku yang seperti ini. Aku terlalu sederhana untuk orang seperti dia.
Aku harus berhati-hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 271 Episodes
Comments