Bab 8

Lama Sara tak kunjung keluar dari ruangan tersebut. Sean merasa cemas dan terus memperhatikan tangga. Tapi sayang, Sara tak kunjung keluar. Hingga akhirnya Leon menyadari ada yang tidak fokus dalam pembicaraan kali ini.

“Sean kau sedang melihat apa?” Tanya Leon yang juga ikut melihat ke arah tangga.

“Tadi aku melihat Sara menaiki tangga itu dan masuk ke dalam ruangan.” Jawab Sean dengan tatapan yang tak lepas dari arah tangga.

“Lalu apa urusannya denganmu?” Kali ini Natha yang bertanya.

“Tentu dia urusanku Natha. Dia wanita yang selalu ku tunggu kedatangannya. Dia yang membuatku tidak bisa berkomitmen dengan siapapun. Dia mantan kekasihku saat masih bersekolah dulu. Kita berpisah karena sebuah kesalah pahaman yang sampai saat ini belum terungkap siapa dalangnya.” Ucap Sean.

“Jadi ini yang katanya akan kau ceritakan padaku, Sean?” Sahut Natha.

Sean mengangguk dan tubuhnya beranjak dari sofa.

“Aku harus menemui Sara. Perasaanku tak karuan. Aku harus mengetahui kondisi Sara.” Setelah Sean mengatakan itu, ia langsung berjalan menuju tangga dan menaikinya.

Natha dan Leon saling memandang kemudian ia pun mengekori Sean. Di sudut lain Celine memperhatikan sejak dari tadi. Dari pertama Sara muncul kemudian hingga Sean, Natha dan Leon yang sepertinya akan menemui Sara. Celine tidak bisa tinggal diam. Ia harus tahu dan harus melihat ada kejadian apa di sana.

Sean sampai di depan beberapa pintu kamar. Ia bingung dan tak tahu Sara ada di kamar nomor berapa.

“Leon, ada berapa tamu yang malam ini menyewa kamar?”

“Hanya 3.” Jawab Leon.

“Berarti Sara ada di salah satunya.” Gumam Sean.

Sean mengetuk pintu kamar pertama dan melihat adakah Sara di dalamnya atau tidak. Pintu kedua pun tak ada. Hingga sampailah di pintu ketiga tepatnya berada di ujung lorong. Ia mengetuk pintu dengan sangat keras. Dan saat pintu itu terbuka, Sean memaksa masuk ke dalam dan ia melihat seorang perempuan dalam keadaan terkulai lemas di lantai.

“SARA!!!” Sean berteriak dan langsung menghampiri Sara yang terkulai lemas.

“Bajingan! Kau hanya mengotori club ku sialan!” Ujar Leon sangat marah.

BUGH

Leon menonjok wajah Aidan tepat dibagian hidung, hingga mengakibatkan hidung Aidan bercucuran darah bahkan mungkin patah.

Sean menghampiri Aidan yang sudah tersungkur, kemudian menarik kerah bajunya.

“Kau apakan dia hah?!” Tanya Sean yang juga emosi.

“Dasar banci kau berani hanya dengan perempuan hah!.” Saat Sean akan menghajarnya, Natha berusaha untuk melerainya.

“Sean stop! Biar aku dan Leon yang menyelesaikan. Lebih baik sekarang kau membawa Sara ke rumah sakit.” Ucap Natha.

Meski Sean masih belum puas dan masih ingin meninju wajah Aidan, ia harus segera menghentikannya. Sean pun menghampiri tubuh Sara yang sudah lemas. Ia merintih kesakitan dengan mata terpejam. Saat Sean menatap wajah perempuan itu, ternyata ada beberapa luka lebam dibagian pipi dan sudut bibirnya. Sean segera menggendong Sara ala bridal style dan membawanya ke rumah sakit.

Sementara itu, Celine hanya memperhatikan dengan ekspresi yang tak biasa. Ia nampak acuh tak acuh dengan kejadian ini. Tidak ada raut wajah panik saat ini. Ia hanya tersenyum licik.

Di perjalanan Sara terus menangis dan memegangi tangan Sean. “Sean, jangan bawa aku ke rumah sakit. Bawa aku ke klinik dokter Venna. Dia yang bisa membantuku.” Ucap Sara dengan terbata karena menahan sakit.

“Tapi Sar..”

“Please..” Sara memohon kepada Sean. Sean pun tak menolaknya, mungkin ada alasan tersendiri dari Sara.

Setelah memakan waktu 20 menit lamanya akhirnya mereka sampai. Sean kembali menggendong Sara dan membawanya ke dalam klinik sambil berteriak memanggil dokter karena ia sangat panik melihat Sara meringis kesakitan.

“Dokter Venna!!!” Ucap Sean secara berkali-kali memanggil dokter tersebut.

Hingga akhirnya seorang dokter lari terbirit-birit dari dalam ruangannya, beruntung sedang tidak ada pasien lain.

“Ada apa ini?!” Pekik seorang dokter tetapi bukan dokter venna.

“Tolong Sara dok!” Ucap Sean dengan sangat khawatir.

Dokter memberikan instruksi agar Sean membawa Sara ke dalam ruang periksa dan membaringkannya di atas ranjang. Setelah ditangani, dokter pun langsung menjelaskan kepada Sean.

“Sebaiknya pasien harus segera ditangani oleh dokter kandungan. Khawatir terjadi yang tidak-tidak dengan kandungannya, saya sudah menghubungi dokter Venna. Maka dari itu pasien sebaiknya dirawat inap terlebih dahulu.”

“Tunggu, kenapa harus ke dokter kandungan?” Tanya Sean disela-sela penjelasan dokter.

“Loh memangnya anda tidak tahu kalau pasien sedang hamil? Bukannya anda suaminya?”

“Hamil?!” Sean kebingungan dengan situasi saat ini. “La- lalu kondisi pasien saat ini bagaimana?” Tanya Sean.

“Luka di wajahnya sudah ditangani, tapi saat ini pasien masih shock.”

Sean terdiam seribu bahasa dan berusaha untuk mencerna semuanya.

**

Perlahan kelopak mata yang bertiraikan bulu halus itu terbuka. Sara sedang berusaha untuk menyesuaikan penglihatannya. Sara berusaha untuk mengubah posisinya. Ia sedikit meringis saat merasakan nyeri di wajahnya.

"Sara kau sudah bangun?" tanya Sean yang juga baru saja terbangun. Sedari tadi Sean tertidur di samping Sara sambil terduduk dan kepalanya ia baringkan di ranjang di samping Sara.

Sara mengangguk. “Maafkan aku Sean, aku sudah merepotkan mu.”

“Hei jangan berbicara seperti itu.” Ucap Sean sambil mengusap pelan pipi Sara menggunakan punggung tangannya.

“Aku sengaja tidak memberitahu orang tuamu. Aku bingung bagaimana cara menyampaikannya.”

Sara diam kemudian tersenyum kecil.

“Sebenarnya apa yang terjadi semalam?” Tanya Sean.

“Aidan memaksaku untuk meminum pil penggugur kandungan. Aku tidak mau Sean. Anak dalam kandunganku tidak bersalah sama sekali. Anak ini punya hak untuk hidup.” Jawab Sara dengan suara bergetar.

“Sshh tenanglah.” Sean memeluk Sara dan membelai rambutnya. “Lebih baik kau sarapan dulu.” Sean mengambil sebuah nampan yang berada di atas nakas di samping ranjang. Nampan tersebut berisikan makanan untuk Sara.

“Buka mulutmu.” Sean menyuapi Sara dengan sangat telaten.

Sara makan tanpa berbicara sedikit pun, tetapi air matanya mengalir deras dan membasahi pipinya. Sean yang melihatnya seperti itu hanya bisa menahan sakit di hatinya. Ia terluka, sangat terluka melihat nasib Sara seperti ini. Andai Sean lebih nekat merebut Sara dari pria biadab itu. Mungkin hal ini tidak akan terjadi. Seharusnya pada saat di pantai itu Sean menculiknya saja, lalu menikahinya secara paksa. Atau kalau pun Sara tidak mau menikah dengannya, bila perlu Sean akan memerkosanya terlebih dahulu. Kalau pun Sara hamil, tentu saja Sean akan sangat bahagia. Sean akan melindungi bahkan menyayangi Sara dan janinnya.

Sara masih terisak hingga ke suapan terakhirnya. Sean memberikan segelas air putih setelah itu Sean memeluknya dengan erat.

“Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah meninggalkanmu Sara. Sampai kapan pun.” Ucap Sean dengan penuh keyakinan. Matanya yang terpejam tak bisa lagi menahan air matanya yang menetes. Ya, Sean menangis. Sean mengecup puncak kepala Sara dengan penuh rasa sayang. Sara tidak mengeluarkan satu patah kata pun. Ia hanya menangis dan mengeratkan pelukannya pada Sean.

Saat drama romantis dan sedih ini berlangsung, tiba-tiba seorang perawat datang mengunjungi ruangan yang ditempati Sara.

“Selamat pagi nyonya Sara. dokter kandungan sudah menunggu diruangannya.” Seorang perempuan menggunakan seragam perawat datang ke ruangan Sara. Perawat itu mendekat bermaksud untuk membantu Sara duduk dikursi roda, namun Sean menolaknya.

“Tak apa, biar aku saja sus.” Ucap Sean kepada perawat tersebut. Akhirnya Sean menggendong Sara untuk membantunya duduk di kursi roda dan membawanya ke ruangan dokter Venna.

Saat sampai di ruangan dokter Venna, Sean ikut masuk ke dalam untuk mengetahui bagaimana kondisi Sara dan janinnya. Sebelum dilakukan pemeriksaan USG, Sara terlebih dahulu ditimbang dan di cek tekanan darah.

“Sara, tekanan darahmu tinggi, 130/90. Apa kau stres?” Tanya dokter Venna.

“Dok apa itu membahayakan?” Tanya Sean.

“Tentu saja Tuan. Tapi kita harus mengeceknya terlebih dahulu. Kita lihat satu minggu ke depan. Jika kembali normal mungkin Sara hanya sedang stress saja.” Jawab dokter Venna.

Setelah berbincang sedikit, dokter Venna mulai melakukan pemeriksaan USG.

“Janinnya aman, dia tumbuh dengan sehat dan kuat. Kau tak perlu khawatir.” Ucap dokter Venna. “Ingat, kau harus menebus resep obat yang aku berikan kemarin Sara. Dan kau harus rutin meminumnya.” Lanjut dokter Venna mengingatkan.

Sara hanya mengangguk lemah.

**

Mobil Rolls Royce Phantom melesat membelah jalanan lengang di tengah kota. Sean memutuskan untuk mengantarkan Sara ke apartemennya. Saat diperjalanan, Leon menghubungi Sean untuk menanyakan kondisi Sara saat ini.

“Tenang saja Leon. Sara sudah bisa pulang hari ini.” Jawab Sean.

Setelah Sean menjelaskan bagaimana kondisi Sara, Sean pun memutus sambungan teleponnya. Tak lama setelah itu sampailah mereka di basement apartemen Sara.

“Ku antar kau sampai ke dalam.” Ucap Sean. Sara tidak bisa menolak permintaan Sean. Ia benar-benar lelah. Mereka berjalan beriringan menuju lift. Sedari tadi Sean tidak melepaskan tangannya yang merangkul pinggang Sara. Sean takut jika tiba-tiba Sara pingsan.

Saat sampai di depan pintu apartemen, Sara membuka pintunya dengan memasukan beberapa password angka. Sean memperhatikan hal itu dan berusaha menghafalnya.

Saat sampai di dalam, Sara langsung memasuki kamarnya dan berbaring di atas ranjangnya dan hanya diam, dunianya benar-benar sepi. Miris sekali hidupnya saat ini. Sean yang memperhatikan itu hanya bisa menghela nafas berat. Kemudian Sean memutuskan untuk berbaring di samping Sara.

“Kemarilah.” Ucap Sean meminta kepada Sara agar ia menghadap ke arahnya. Sara pun membalikkan badannya dan memeluk Sean. Ia menangis lagi sampai tertidur di dalam pelukan sang mantan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!