Rin POV
Aku berjalan setelah turun dari bus. Hari ini aku berangkat pagi-pagi untuk memata-matai orang-orang kurang ajar yang telah melimpahkan kesalahannya padaku. Sepertinya mereka tidak paham, bahwa hukuman bagi seorang yang berbohong atau menuduh kesalahannya pada orang lain akan lebih berat.
Aku tersenyum setelah sampai di "markas" mereka. Seperti yang kuduga, mereka pasti berkumpul di sini untuk menikmati kebahagiaan sesaat mereka. Aku mencari tempat persembunyian, lalu mulai merekam.
*
Aku tersenyum puas saat berhasil mendapatkan rekaman yang bagus, setidaknya jika Pak Lukas masih menganggap aku bersalah, bukti ini bisa menyelamatkanku.
"pft...," tiba-tiba aku mendengar suara tawa seseorang,
berhenti!!" kataku tanpa berbalik. Sekujur tubuhku langsung merinding, apa salah satu dari anak kurang ajar itu mengikutiku? apa aku ketahuan? Tidak, Rin, berpikirlah positif. akhirnya Aku berbalik,
"woah??" aku benar-benar kaget saat mengetahui siapa orang yang ada di belakangku. Dia adalah Iskandar??? sejak kapan dia ada di belakangku???
"Lu.., se,sejak kapan di, di belakang gue??" kataku memberanikan diri untuk bertanya.
"dari tadi..," jawabannya sangat singkat.
"ya ampun..," Aku benar-benar tidak habis pikir. Dengan reflek aku langsung melihat ke arah sepatunya, dia menggunakan sepatu trainers. Pantas saja tidak terdengar langkah mengerikannya.
"Ke,kenapa ngikutin gue?" tanyaku, Aku masih penasaran.
"enggak, Kelas kita,kan di lantai yang sama." katanya santai.
"oh,iya...," Dia berhasil membuatku malu dengan mencurigainya. Sial.
"tunggu..., dari tadi lu ada di belakang gue, sejak dimana?" Aku tidak semudah itu percaya padamu.
"warung."
"wa,warung? Ja,jadi lu denger juga?" Jika dia tau, maka sudah pasti aku tidak akan dihukum.
"uhmm..., menurut lu?" kalau tidak ada peraturan kekerasan, kalau dia bukan ketua komdis, kalau dia bukan laki-laki tinggi yang umm.., kekar, dia cukup kekar untuk anak SMA, dan yang terpenting kalau ini bukan di sekolah, pasti sudah aku habisi dia. Jawabannya itu menyebalkan sekali. Sabar, Rin. Sabar.
"ugh.., lu mungkin gak denger. Ya udah, gue juga gak bisa berharap sama lu." Saat sadar apa yang kukatakan, aku segera memukul mulutku, kenapa aku seolah bilang kalau berharap dengannya, meski tadi aku memang berharap padanya.
"ya.., lu bener, gak ada gunanya berharap sama gue." Katanya, tapi, kenapa dia terlihat sedih begitu?
"Ya.., Ya udah, gue mau ke kelas dulu. Kenapa juga gue ngobrol sama elu?" keputusan yang bodoh sekali untuk berbincang-bincang dengannya.
GEDUBRAK!
Sial..., kakiku ini selalu melemah jika bertemu dengannya. Padahal belum ada tiga langkah aku malah terjatuh.
Tiba-tiba dia mendatangiku dan berjongkok,
"lu bisa jalan?" katanya sambil memasang wajah khawatir.
"Bi,bisa, kok." Jurus sok perhatiannya mulai ia gunakan. tetapi dia tidak memandang mataku, matanya melihat ke arah lain. Lututku, dia memandang ke arah lututku yang terluka rupanya. Namu tiba-tiba dia menggendongku.
"eeh? I,ini gak perlu...," kataku, Apa yang ada di kepalanya itu, sih?
"UKS pasti belum buka, gue bawa betadin sama plester." katanya. Ya ampun.
Dia segera menggendongku dan mendudukkanku di bangku terdekat.
Ia berjongkok di hadapanku lalu mengambil air minumnya dan membasahi kapas, tunggu, dia bawa kapas juga?? Lalu membersihkan lukaku,
"gue.., gue bisa sendiri." kataku lagi. Dia lalu memandangku, dari matanya seolah bertanya, apa aku bisa melakukannya atau tidak.
"tidak apa-apa?" akhirnya itu yang keluar dari mulutnya.
"I,iya...," Aku harus meyakinkannya, namun aku tidak sanggup menerima tatapannya itu dan menghindari matanya. Dia juga langsung memalingkan wajahnya, sepertinya dia juga mempertanyakan apa yang sedang dia lakukan, aku lalu membersihkan lukaku,
"ma,mana Betadin nya?" tanyaku, Ia langsung memberikannya dengan plesternya. aku langsung mengusap lukaku dengan betadin dan menempelkan plester itu. Ia lalu melihat ke arah lututku lagi tanpa bicara apapun lalu berdiri.
"Lain kali, lu harus hati-hati..., kucing kecil." katanya. Tunggu, Siapa yang dia panggil kucing kecil??
"I,iya...," Aku jawab saja dulu sambil menunduk, pergilah segera.
"lu bisa jalan?" Ya ampun, kayak de Javu,
"terus kalau gak bisa, lu mau gendong gue???" jeritku dalam hati
"Bi,bisa,kok." Tapi itu yang akhirnya keluar dari mulutku. Aku lalu berdiri dan dia masih belum pergi, hanya memandangku saja.
"lu ngapain?" sekarang giliranku yang membuatnya canggung.
"uhm...," Dia tidak sanggup berkata-kata, kena, kan!
"gue duluan,ya." Aku bahkan malas untuk tahu apa yang akan keluar dari mulutnya, Jika dia tidak mau pergi, maka aku yang akan pergi.
*
Aku duduk di bangkuku. Aku menarik napas panjang,
"kucing kecil??" sebuah kata yang masih membuatku penasaran.
"itu sebutannya untuk gue, kah?" Otakku ini langsung bekerja,
"apa ini petunjuk atas perilakunya selama ini?" Mulai muncul banyak spekulasi di benakku.
"lupakanlah Rin. Pokoknya, gue gak mau tau!!" baru pertama kali aku menahan hasrat keingintahuanku. Berjuanglah Rin.
*
Author POV
Iskandar membaca buku Sejarah hanya untuk mengisi waktu kosong nya hingga bel masuk.
"ah, sial!!!" umpatnya sambil membanting buku sejarahnya.
"gue udah baca ini semua!!" keluhnya lagi.
ia lalu menarik napasnya panjang, "tenang Iskandar. kendalikan emosi lu...," katanya berbicara sendiri.
Deg
deg
deg
"kenapa juga gue bisa selemah ini??? Sial!!" katanya kesal sendiri.
"lu ngapa heboh sendiri di kelas?" tanya Rhama yang tiba-tiba muncul.
"Rhama? lu udah Dateng?" tanya Iska yang malu.
"ya iyalah..., gue juga biasa dateng jam segini." kata Rhama lalu meletakkan tasnya dan duduk di bangkunya.
"lu mau ngapain?"
"ada penelitian yang lagi gue baca. Mau gue lanjut baca." katanya lalu membuka layar ponselnya.
"ya, seharusnya gue gak perlu tanya. Gue hapal betul keseharian lu." kata Iska lalu beranjak.
"lu mau kemana?"
"lari pagi."
"WHAT??!" tanya Rhama.
"tenang, gue bawa baju ganti,kok."
"lu bawa berapa baju?"
"dua. Hehe...," kata Iskandar cengengesan.
"ya udahlah. Terserahlah." kata Rhama yang kembali ke layar ponselnya.
Iskandar hanya tersenyum lalu keluar kelas.
*
Iskandar berlari sambil melihat jam tangannya,
"ini baru setengah tujuh...," ia lalu berhenti setelah berhasil berkeliling sebanyak 10 kali.
"apa lari gue semakin cepat? ini baru sepuluh menit??" gumamnya.
"wah.., wah..., ada yang sombong di sini...," tiba-tiba ada seorang gadis mendatanginya.
Iskandar langsung tersenyum,
"Dinda...," ia menyebut nama gadis itu.
"nih, gue bawa air minum buat lu." kata Dinda sambil menyerahkan sebotol air minum.
"thanks." kata Iskandar lalu mengambil air minum itu dan membukanya lalu meminumnya.
"ngomong-ngomong, lu gak pake seragam? nanti dapet poin loh...," kata Dinda.
"abis ini gue ganti." kata Iskandar.
"hari ini gue ada jam olahraga, tapi sore."
"dari dulu lu selalu gitu,ya, bawa baju ganti yang banyak."
"yah, gimana..., soalnya lari adalah cara terbaik gue untuk memperbaiki emosi gue."
"emangnya lu lagi ada masalah?" tanya Dinda, tapi matanya melihat ke arah lain, dengan reflek tangannya mengelap keringat Iska yang menetes di pipinya,
"Dinda, lu ngapain?" tanya Iska.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Andiyas
keren Thor❤️❤️❤️ jadi penasaran terus.... kayaknya Dinda suka nih sama iska
2020-09-14
0
Nafsiyah 56
lanjut thur
2020-06-27
0
hany
sampai dini dulu ya...
Nanti lanjut.
lalu ada waktu feedback ya.m
2020-05-29
1