🥀🥀🥀
Dante Kembali ke kamar setelah menidurkan Lia sampai dirinya ikut mengantuk. Betapa sulitnya anak itu tidur sampai membutuhkan waktu dua jam duduk di kasur dan berbicara. Kerongkongannya sampai kering dan punggung terasa pegal, belum lagi karena duduk lama di pelaminan hari ini.
Setelah membuka pintu kamar, ia melihat Tiara sudah tidur sambil memeluk bantal. Tidak tega ia membangunkan wanita itu, tetapi jika tidak dibangunkan, malam pertama akan terlewatkan begitu saja.
"Mengapa aku yang malah menaruh spesial malam ini? Biasanya para wanita yang paling mendambakannya," gumam Dante, tegak pinggang sambil memperhatikan Tiara dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Dante jadi tidak tega untuk membangunkannya setelah melihat selipan wajah lelah terlihat di wajah istrinya itu. Ia duduk di tepi kasur, membetulkan selimut Tiara. Terlintas di benaknya untuk melihat bekas operasi di perut wanita itu. Perlahan tangannya menarik ke atas atasan Tiara, menyibakkannya sedikit sampai terlihat bekas operasi di perut bagian bawah wanita itu. Kemudian, Dante memeriksa tanda lahir di pinggang kanan Tiara. Tanda lahir itu memang hilang, tetapi masih ada bekas pembersihannya.
"Seperti apa pun kamu menyembunyikan jati dirimu, aku akan tetap tau. Maafkan aku karena menyulitkan mu selama ini,” kata Dante, dalam hati.
“Ibu … maafkan aku,” igau Tiara dalam tidurnya. “Maafkan Mama, Sayang.” Tiara kembali mengigau.
“Maafkan Mama?” Dante berpikir keras.
Pria itu mengambil ponsel dari atas meja, menghubungi Tian, menyuruh orang suruhannya itu untuk mencari tahu tentang keberadaan anak yang dilahirkan Tiara.
Tiara tersentak bangun, merasakan dinginnya udara menembus kulit bagian perutnya karena udara AC cukup dingin. Ia kaget Dante memainkan jari di bekas operasi caesar nya itu. Tubuhnya langsung terduduk sambil membetulkan atasan.
“Kamu sedang apa?”
“Hanya memastikan, apa itu bekas operasi usus buntu atau … bekas operasi caesar,” ucap Dante dengan menggoda.
“Dari mana aku operasi caesar? Aku tidak pernah hamil,”bohong Tiara sambil berbaring kembali dan menarik selimut menutupi tubuhnya. Lalu, memiringkan badan membelakangi pria itu.
“Bukankah kamu bilang sudah pernah bermain dengan para pria?”
Tiara diam, mengingat perkataannya waktu itu yang akhirnya memerangkap dirinya sendiri.
“Kamu berbohong? Bisa saja, waktu itu kamu kebablasan dan jadilah anak,” kata Dante, menunjukkan mata menyelidik dan ekspresi menduga.
“Sebenarnya ... aku belum pernah berhubungan seperti itu dengan siapapun,” bohong Tiara, lagi, demi menghindari kecurigaan Dante padanya atas bekas operasi itu.
“Benarkah?” Dante mengungkung badan Tiara, menatap wanita itu dengan tatapan menggoda. “Kalau begitu, mari kita coba. Aku tahu mana wanita yang masih virgin dan mana wanita yang sudah bolong,” ucap Dante, membuat Tiara malu sendiri saat mendengarnya.
“Kamu gila?”
“Mengapa aku gila? Bukankah kamu istriku?”
Tiara menghela napas sambil memalingkan pandangan, ia menenangkan perasaannya sendiri agar bisa mengendalikan bibir berucap. Mata dialihkan kembali menatap Dante yang masih menatapnya dengan tatapan menggoda.
“Mau kamu apa sebenarnya?” tanya Tiara dengan raut wajah menantangnya berdebat.
“Menginginkan istriku.” Dante mengecup bibir Tiara.
“Kita belum sah. Kamu bukan menikahiku, Tiara yang asli, tapi Rossa," jelas Tiara.
“Lalu? Bagiku, kamu sama dengan dirinya.”
“Jadi, jika aku memang dia, kenapa? Bukankah kamu membencinya karena kabur darimu dan membawa uangmu? Bukankah kamu juga tidak suka dengan wanita rendahan yang rela menjual harga dirinya demi uang?”
“Sepertinya kamu sangat tahu akan hal itu.”
Tiara kembali bungkam dengan perkataan Dante. Ia merasa setiap perkataannya itu mampu disergap pria itu, mengalahkannya saat berbicara. Ia menatap kedua bola mata Dante, tersenyum paksa dan mendorong dada bidang pria itu sampai Dante hampir terjatuh ke lantai.
Pria itu turun dari kasur, tegak pinggang dengan ekspresi kesal. Tiara berdiri di atas kasur itu sambil menarik bantal panjang, memukul bahu Dante saat pria itu hendak naik kembali.
“Tidur di sofa atau di lantai. Perkataanmu itu membuatku kesal.”
Dante berjalan ke arah sofa, tetapi setelah itu berlari menaiki kasur dengan menghempaskan tubuhnya. Tiara kembali memukul punggung pria itu menggunakan bantal.
“Turun!” suruh Tiara, kesal.
Dante menarik kaki Tiara, menyebabkan wanita itu jatuh. Lalu, Dante mengungkung kembali badan Tiara, tersenyum seringai pada wanita itu dengan tangan kanan perlahan naik, memasuki piyama wanita itu.
“Sebenarnya pernikahan kami sudah sah. Apa aku biarkan saja dia melakukannya? Lola benar, dia tidak salah, aku yang salah. Dia hanya pembeli dan aku penjualnya. Pembeli adalah raja,” kata Tiara, dalam hati.
Kedua tangan yang berada di samping tubuhnya mencengkeram sprei dalam gelagat bingung untuk memeluk pria yang sedang memainkan bibir di dadanya itu. Ia menarik napas dalam dan memeluk Dante.
Sinyal yang diberikannya, elusan lembut tangannya di punggung pria itu membuat Dante berhenti dan menaikkan pandangan, menatap kedua bola mata Tiara dengan senyuman ringan. Dante kembali memainkan bibirnya, menautkan bibir mereka dengan permainan yang lembut.
“Aku merindukanmu, Tiara. Sentuhan ini, bibir ini, dada ini,” racau Dante dengan suara berat.
“Mengapa dia mengatakan itu? Dia masih menganggap ku Tiara yang dulu?” tanya Tiara, dalam hati sambil menatap wajah Dante yang ditekuk pria itu be bawah dengan kedua mata dipejam.
Tiara mendorong dada Dante, membuat pria itu tersentak kaget dan menaikkan kepala, menatapnya dengan tatapan bingung.
“Aku bukan Tiara,” ujar Tiara dengan tatapan dingin.
Dante mengingat perkataannya tadi, ia tidak sadar telah berucap seperti itu karena saat itu ia membayangkan ingatan lama dulu, saat di mana dirinya menyentuh Tiara. Ia terdiam, berpikir dengan mata dipalingkan, mencari alasan agar wanita itu tidak curiga kalau dirinya telah mengetahui kebenaran mengenai identitas yang disembunyikan oleh wanita itu.
“Tidak apa-apa.” Dante melanjutkan aksinya.
Tiara menatap keseriusan wajah Dante saat pria itu menikmati gerakan yang diciptakannya.kedua bola mata Dante terpejam dengan bibir pria itu menyentuh telinganya. Tiara memejamkan mata dengan tingkah suaminya itu dan tangan kembali memeluk erat badan Dante.
***
Tiara membuka kedua bola mata dengan posisi tidur saling berhadapan, badan miring mengarah pada Dante yang ada di sampingnya. Kedua bola matanya membola kaget, mengingat kejadian semalam setelah melihat dada bidang suaminya itu yang tidak berbalut kain.
“Sikapnya masih sama. Cara dia menyentuhku masih sama seperti waktu itu. Tangannya selalu bermain di pinggangku. Tidak heran jika dia tau akan tanda lahir di pinggang ini,” kata Tiara dalam hati sambil mengingat kejadian semalam, ketika tangan Dante berada di pinggang kanannya yang membuatnya sedikit menggeliat karena geli.
Dante terbangun dan pandangan yang samar berubah sedikit jelas, melihat Tiara baru mengalihkan pandangan dari nya, sadar wanita itu memperhatikannya tadi. Bibirnya menyadari hal itu, ia memeluk Tiara dengan menempelkan kepala ke bahu wanita itu. Tingkahnya begitu manja, begitu hangat, membuat Tiara diam, membiarkannya bertingkah.
Suara ketukan pintu menarik pandangan mereka.
“Den, anemia Non Lia kambuh lagi!” seru Lili dari luar pintu.
Dante duduk, begitu juga dengan Tiara bersama ekspresi kaget. Mereka sama-sama mengutip pakaian yang ada di lantai dan mengenakannya. Dante keluar lebih dulu dari kamar itu dengan kecemasan.
Setelah membuka pintu kamar, Dante melihat kepanikan di wajah Lili. Wanita itu memandu Dante ke dapur karena anak itu ada di sana. Tiara ikut keluar dari kamar itu, bergegas ke dapur setelah melihat Dante dan Lili dari tangga baru masuk ke dapur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments