🥀🥀🥀
Tiara mengikuti Dante kembali ke studio di perusahaan itu. Lola menghampirinya setelan wanita itu masuk. Di tangan Lola terdapat sebuah dress merah yang sama persis seperti pakaian yang malam itu digunakan Tiara, di hari pertama ia berhubungan bersama Dante.
Dress itu membuat memori Tiara meluap di benaknya, kedua bola mata membesar kaget menatap dress yang berada di gantungan baju yang dipegang Lola. Asisten Tiara itu tidak tahu kalau itu salah satu sampah di masa lalu yang membuat memorinya berkelana ke masa lalu.
“Sepertinya dress itu cocok untukmu,” kata Dante yang baru duduk di bangku, di sudut ruangan dengan gelagat santai.
“Kamu sedang menghinaku? Aku tidak menyukainya. Jangankan untuk dipakai, melihatnya saja aku sudah jijik,” ujar Tiara, sedikit terbawa emosi sampai lupa harus bersikap tenang.
“Tenang, Mbak,” tahan Lola dengan suara kecil.
Tiara meraih dress di tangan Lola dan melemparnya ke tong sampah yang ada di samping pintu.
“Saya sudah peringatkan Anda untuk tidak membuat saya muak. Jika begini, saya tidak bisa bekerjasama dengan Anda Pak Dante. Tenang, saya akan memberikan uang sebagai kompensasi.
Tiara keluar dari ruangan itu bersama kecamuk marah. Lola mengikutinya dari belakang dan memanggilnya beberapa kali untuk membujuknya tidak memutuskan kontrak kerja karena kompensasi yang diberikan cukup besar.
“Kita harus membayar dua kali lipat, Mbak,” kata Lola setelah mereka berada di depan lift.
“Biarkan saja. Aku tidak mau harga diriku diinjak-injak olehnya lagi. Dia berusaha mempermalukan. Sepertinya aku sudah keliru, menganggap dia sudah berubah.” Raut kesal tergambar di wajah Tiara, berdiri dalam emosional di depan pintu lift yang sunyi itu.
“Pak Dante sudah tahu?” tanya Lola, penasaran.
“Mungkin. Dia tahu nama asliku,” ucap Tiara.
“Bukankah nama asli Mbak memang ada di surat kontrak. Saat itu aku menunjukkan kartu identitas asli Mbak sebagai syarat kontrak kerja.”
Perkataan Lola benar setelah menyadarinya, emosi Tiara mereda dan asumsi sebelumnya mengenai Dante mengetahui identitasnya dihapus kembali dan menganggap sikap pria tadi hanya kebetulan.
“Memangnya ada apa dengan baju tadi, Mbak?” tanya Lola sambil menatap Tiara dengan mata menyelidik.
“Lupakan! Sampaikan permintaan maafku kepada mereka. Bilang saja kalau hari ini mood ku tidak baik, aku butuh waktu untuk beristirahat.” Tiara melanjutkan kaki berjalan meninggalkan perusahaan itu bersama rasa kesal yang masih terlihat.
Lola memperhatikan kepergiannya dan kembali ke studio untuk melakukan apa yang diperintahkan Tiara.
***
Di dalam mobil, Tiara duduk sambil menyandarkan punggung ke sandaran bangku mobil bagian depan, di samping bangku pengemudi. Tangan kanannya memijit dahi dalam keadaan pikiran yang kacau.
“Jangan sampai aku kembali ke situasi saat itu. Tenang Tiara … kamu bisa menghadapi orang-orang di masa Lalu mu.” Tiara berusaha tersenyum dan melegakan hati.
“Bisa?”
Dante muncul di sisi kirinya, berdiri di samping mobil dengan badan merendah dengan wajah sejajar dengan jendela mobil.
“Seperti apa pun kamu berusaha menutupi bangkai, pasti akan tercium juga,” ucap Dante dengan tersenyum seringai.
Tiara bertahan dengan tatapan kaget menatap kedua bola mata pria itu yang sorotannya sama seperti lima tahun lalu.
“Kamu masih berhutang satu malam denganku. Aku tunggu kamu di hotel Wions, saatnya menebus apa yang sudah kamu ambil,” tutur Dante.
“Tidak. Aku tidak akan kembali ke situasi itu. Masalah uang yang pernah aku ambil dari kartu ini.” Tiara mengeluarkan kartu kredit unlimited yang ada di dompetnya dan menyodorkannya keluar jendela. “Selama ini aku menganggur setiap uang yang aku gunakan dari kartu ini. Masih ada sekitar seratus juta lagi, aku akan melunasinya secepatnya,” kata Tiara.
“Ambil saja. Perjanjian tetap akan menjadi kesepakatan.”
“Aku tidak ingin melakukan itu. Anda mengerti?” Tiara tersulut emosi dan meletakkan kartu itu ke telapak tangan kanan Dante.
“Setelah menghilang lima tahun, kamu datang dengan keberanian. Tapi, aku tidak takut dan menyerah. Jika kamu tidak datang … siap saja wajah ini akan sama seperti wajah lima tahun lalu di depan semua orang,” ancam Dante.
Dante membuang kartu hitam itu ke dalam mobil, jatuh ke pangkuan Tiara, dan kakinya berjalan masuk ke dalam perusahaan bersama keangkuhan.
“Dia tidak pernah berubah sedikitpun,” cercah Tiara, kesal dan khawatir bertemu dengan pria itu nanti malam.
“Papa …!” Lia berseru setelah keluar dari mobil hitam yang berhenti di samping teras perusahaan.
Kaki Dante berhenti berjalan di ambang pintu. Pria itu tersenyum lebar kepada gadis kecil itu dan menggendongnya setelah gadis tersebut berdiri di hadapannya.
Farah, wanita berambut panjang bergelombang dengan mata seperti orang Arab itu berjalan dengan senyuman menghampiri mereka. Wanita itu juga keluar dari mobil itu.
“Wanita itu siapa? Kelihatannya mereka dekat, begitu juga dengan anak itu. Mungkinkah istri barunya? Atau … selingkuhan yang dijadikan istri. Lalu … anak itu bukan sekedar anak angkat semata, tetapi anak mereka yang disembunyikan dari istri pertama brengsek itu. Saat itu dia pernah menyuruhku untuk hamil dan melahirkan anak untuknya. Karena aku tidak memberikannya, dia mencari wanita lain.” Tiara banyak berpikir dan menduga-duga dalam rasa ragu.
Lola menyapa Dante di teras perusahaan dan melanjutkan kaki berjalan menuju mobil yang ada di perkirakan, di mana Tiara berada.
“Untung saja semuanya bisa diurus dengan baik-baik. Pak Sarman bilang kalau kita akan melakukan pemotretan berikutnya minggu depan saja,” kata Lola sambil memasang sabuk pengaman di tubuhnya dan memegang setir.
Lola menatap Tiara yang masih melayangkan pandangan jauh ke teras, memperhatikan Dante.
“Mbak …!” Lola melambaikan tangan ke depan wajah Tiara, ingin menghancurkan lamunan wanita yang tidak mendengarkan perkataannya tadi.
“Iya?” Tiara menoleh ke samping, menatap Lola dengan senyuman palsu untuk menyembunyikan pikirannya yang berdansa memikirkan hubungan Dante bersama wanita yang ada di samping pria itu.
“Aku tau. Mbak pasti cemburu, kan? Bukan, maksudnya … Mbak bingung dengan wanita itu, kan? Dia tunangan Pak Dante,” jelas Lola, amat paham dengan ekspresi wanita yang duduk di sampingnya itu.
“Tidak,” jawab Tiara dengan bibir manyun. “Jalan! Aku ingin beristirahat,” lanjut Tiara, berucap.
Lola memalingkan muka, menjauh dari Tiara dan tersenyum, ia tahu wanita yang sudah dianggapnya kakak selama ini tengah memikirkan Dante dan Farah.
***
Tiara berjalan mondar-mandir di depan hotel Wions, ia ragu untuk masuk karena takut tidak bisa menghindari aksi gila Dante meskipun telah membawa pisau dan cairan perih yang bisa disemprotkan ke mata pria itu nantinya jika nanti mendapatkan perlakuan buruk.
Nomor Dante masuk ke ponselnya, pria itu menghubunginya.
“Takut?” Dante berbicara dari seberang sana, sengaja meremehkan Tiara karena tahu wanita itu akan tertantang.
Benar saja. Tiara memutuskan sambungan telepon dan berjalan angkuh masuk ke hotel itu sambil mengingat nomor kamar hotel yang dibacanya dari pesan teks kiriman Dante siang tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments