Nona Tiara Natasia

🥀🥀🥀

Tiara memegang handle pintu sebuah ruangan dan mendorongnya dengan kaki melangkah masuk. Setelah pintu kembali ditutup, ia berdiri diam di depan pintu, memperhatikan kesibukan Dante dengan komputer yang ada di hadapan pria itu. Pria itu belum menyadari keberadaannya karena tidak menatapnya sedikitpun.

“Angkuh sekali,” kata Tiara, dalam hati.

Tiara berjalan menghampiri Dante, berdiri di samping pria itu dengan tubuh direndahkan dan tangan kanan mendarat di atas meja dan tangan kiri memegang sandara bangku Dante. Tingkah menggodanya itu mengundang lirikan mata Dante, membuat pria itu diam menatapnya dengan wajah datar.

“Bisa kita mulai pembicaraannya? Banyak syarat yang harus aku sebutkan sebelum pemotretan dan proses video iklan nanti,” kata Tiara sambil berjalan ke hadapan Dante, duduk di bangku yang ada di seberang meja.

“Pertama, aku tidak ingin diatur. Kedua, aku tidak ingin seseorang mengkritik ku sepanjang kita bekerjasama. Dan … yang ketiga, jangan ada yang membuatku kesal. Mudah, bukan?”

“Model di luaran sana tidak seperti ini juga. Jika kamu keberatan bekerja untuk produk saya, kamu bisa meninggalkan perusahaan ini,” balas Dante, menantang Tiara yang membuat wanita itu sedikit kena mental, tercengang kaget mendengar respon Dante.

“Baik. Temukan model yang bagus. Dasar!” Tiara berdiri dan meninggalkan ruangan itu dengan rasa kesal.

Dante mendengkus kesal melihat tingkah seenaknya Tiara.

“Dalam hitungan tiga, kamu akan masuk kembali. Tiga, dua, sa … tu,” kata Dante, dalam hati sambil memainkan tiga jarinya.

“Setuju saja dan aku akan menandatangani kontrak kerja kita,” kata Tiara sambil membuka pintu.

Dante tersenyum remeh. Ia mengambil selembar kertas dari sebuah map dan menaruhnya ke atas meja, di depan bangku yang sebelumnya diduduki Tiara. Wanita itu tersenyum dan berjalan masuk, kembali duduk di bangku itu dan menandatangani perjanjian kontrak kerja mereka.

“Hari ini kamu bisa bekerja. Studio pemotretan ada di lantai lima,” kata Dante, berbicara tanpa menatap wajah lawan bicaranya yang membuat Tiara kesal.

“Angkuh,” gumam Tiara dengan rasa kesal.

“Apa?” Dante menatapnya dalam.

“Tidak ada. Bagaimana dengan kondisi putrimu? Jangan bilang kamu tidak pulang.” Tiara mengungkapkan dugaannya sendiri.

“Baik.”

“Baiklah.” Tiara kembali berdiri dan beranjak meninggalkan ruangan itu.

Namun, baru beberapa langkah kakinya melangkah, tas yang ada di jinjingan tangannya, salah satu talinya putus, menyebabkan tas terjatuh dan barang-barang berserakan di lantai.

Dante bangkit dari bangku kerja, menghampiri wanita itu dan membantunya memungut barang-barang di lantai tersebut.

“Katanya model internasional, tapi tas saja putus. Harganya berapa sampai tidak tahan mengangkut barang-barang ini?” remeh Dante, sengaja meledek Tiara.

“Lima juta. Kenapa? Nyawa saja bisa melayang, apalagi tas,” balas Tiara dengan lirikan mata kesal.

Tiara berdiri, melanjutkan kaki berjalan keluar dari ruangan itu tanpa sadar dompetnya tempat menyimpan tanda pengenal dan kartu-kartu penting lainnya ada di sana.

Setelah pintu di tutup, Dante berdiri dari posisi jongkoknya. Kakinya melangkah, hendak berjalan menghampiri bangku kerja. Tetapi, sepatunya tidak sengaja menginjak separuh dompet itu yang tadi berada di belakangnya. Dante mengintip dompet tersebut dan mengambil beberapa kartu yang ada di selipan dompet itu.

“Tiara Natasia. Dia? Kartu hitam ini milikku. Jadi, dia Tiara yang sama? Tapi, mengapa wajahnya berbeda?” Dante merasa tidak menduga itu akan terjadi.

Pintu terdengar akan dibuka. Dante menaruh, memasukkan kembali kartu-kartu itu ke dalam dompet dan meletakkan dompet tersebut di samping pintu.

“Kamu melihat dompetku?” tanya Tiara dari pintu, berbicara dengan Dante yang hendak duduk di bangkunya.

“Tidak,” balas Dante dan kembali duduk.

“Syukurlah. Jika dia sampai menemukan dan melihat isinya? Identitasku bisa terbongkar,” kata Tiara, dalam hati dengan perasaan lega.

Mata Tiara lanjut mencari-cari. Ia tersenyum ringan saat melihat dompet itu berada di samping pintu. Ia mengutip dompet tersebut dan membawanya keluar dari ruangan itu.

“Kamu pikir bisa membohongiku? Serapat apa pun kamu menyembunyikan bangkai, pada akhirnya akan tercium juga,” kata Dante, tersenyum seringai menatap pintu yang baru ditutup Tiara.

***

“Satu, dua, tiga,” kata fotografer berjenis kelamin pria, mengambil gambar Tiara melalui kamera yang ada di tangannya.

Tiara berdiri di sebuah studio yang bersih dan luas dengan gawai ada di salah satu tangannya. Sebelum pengambilan video, mereka melakukan pemotretan terlebih dahulu.

Di tengah sesi pemotretan itu berlangsung, Dante masuk bersama Sarman. Keberadaan Dante membuat Tiara sedikit grogi sampai tidak percaya diri lagi saat bergaya di depan kamera.

“Lebih rileks,” kata fotografer itu.

“Itu pasti karena pria ini,” kata Lola, dalam hati, sambil menatap Dante yang memperhatikan Tiara dengan mata menyelidik. “Mengapa tingkahnya begitu? Dia mencurigai Mbak Tiara?” tanya Lola, berkata dalam hati, lagi.

Dante berjalan melewati fotografer, menghampiri Tiara. Ia berdiri di hadapan wanita itu, menatapnya dengan tatapan dalam sambil mengingat kartu-kartu yang tadi ada di dalam dompet wanita itu.

“Anda lebih cantik dengan rambut digerai, Nona Tiara Natasia,” ucap Dante dan menarik ikat rambut Tiara yang sebelumnya dalam keadaan di kuncir tunggal ke belakang.

Kedua bola mata Tiara membesar kaget mendengar Dante menyebut namanya, membuatnya teringat akan masa lalu, saat pria itu menyebut namanya.

Dante mendekatkan wajahnya ke hadapan Tiara, lalu memposisikan bibir di samping telinga kiri wanita itu.

“Sudah lama tidak bertemu. Jika ada waktu, kita bisa bermain lagi,” bisik Dante dengan tangan kanan mendarat di pinggang kiri Tiara.

“Maksud kamu apa? Jangan membuatku kesal,” kata Tiara dan mendorong Dante dengan kasar sampai mereka yang ada di ruangan itu kaget.

Dante tersenyum seringai, hanya diam tanpa berkata.

“Kita istirahat dulu, saya ingin ke toilet,” ucap Tiara dan berjalan meninggalkan studio itu bersama Lola yang mengikutinya dari belakang. Kakinya melangkah cepat, ingin segera meninggalkan tempat itu.

“Kenapa?” tanya Lola, cemas.

“Tidak ada. Tinggalkan aku sebentar,” ucap Tiara dengan kaki terus berjalan menuju toilet yang ada di lantai lima itu.

Lola berhenti melangkah, memperhatikan gelagat cepat wanita itu sampai memasuki toilet yang ada di ujung lantai itu.

Perkataan Dante tadi merusak mental Tiara, membuat jiwa wanita itu berada dalam kegelisahan dan banyak dugaan. Mungkinkah Dante sudah tau identitasnya?

Beberapa kali tangan yang mengumpulkan air di bawah kran dipercikkan ke wajah oleh Tiara. Wanita itu berusaha menjernihkan pikiran dan hatinya agar bisa bersikap normal menghadapi Dante kedepannya.

“Jangan terlalu lama, Nona Tiara Natasia.” Suara Dante terdengar berseru dari luar toilet.

“Bagaimana caraku menghadapinya?” tanya Tiara, dalam hati, dengan mata tertuju ke belakang, menatap pintu dalam kepanikan.

Tiara menarik napas dalam dan membuangnya secara perlahan, mencari ketenangan di jiwa yang diburu berbagai ketakutan dan kekhawatiran. Ia tersenyum dan berjalan menuju pintu toilet, membuka pintu, menunjukkan senyuman ramah, tetapi di dalam jiwanya tersimpan segala kecemasan, ketakutan, dan kegelisahan.

“Tenang saja Pak Dante Eldantara. Aku hanya ingin buang air kecil dan tidak bisa ditahan lagi. Makanya begitu cepat ke toilet,” ucap Tiara, berbohong.

“Aku tidak bertanya mengapa kamu begitu terburu-buru. Baiklah, ayo ….” Dante berjalan lebih dulu, mengajak Tiara kembali ke studio.

Perkataan Dante benar juga dibenaknya. Mengapa ia memberikan penjelasan? Padahal, pria itu tidak bertanya.

Tiara mengikuti Dante kembali ke studio di perusahaan itu.

Lola menghampiri Tiara setelan wanita itu masuk. Di tangan Lola terdapat sebuah dress merah yang sama persis seperti pakaian yang malam itu digunakan Tiara, di hari pertama ia berhubungan bersama Dante.

Dress itu membuat memori Tiara meluap di benaknya, kedua bola mata membesar kaget menatap dress yang berada di gantungan baju yang dipegang Lola. Asisten Tiara itu tidak tahu kalau itu salah satu sampah di masa lalu yang membuat memorinya berkelana ke masa lalu.

“Sepertinya dress itu cocok untukmu,” kata Dante yang baru duduk di bangku, di sudut ruangan dengan gelagat santai.

“Kamu sedang menghinaku? Aku tidak menyukainya. Jangankan untuk dipakai, melihatnya saja aku sudah jijik,” ujar Tiara, sedikit terbawa emosi sampai lupa harus bersikap tenang.

“Tenang, Mbak,” tahan Lola dengan suara kecil.

Tiara meraih dress di tangan Lola dan melemparnya ke tong sampah yang ada di samping pintu.

“Saya sudah peringatkan Anda untuk tidak membuat saya muak. Jika begini, saya tidak bisa bekerjasama dengan Anda Pak Dante. Tenang, saya akan memberikan uang sebagai kompensasi.

Tiara keluar dari ruangan itu bersama kecamuk marah. Lola mengikutinya dari belakang dan memanggilnya beberapa kali untuk membujuknya tidak memutuskan kontrak kerja karena kompensasi yang diberikan cukup besar.

“Kita harus membayar dua kali lipat, Mbak,” kata Lola setelah mereka berada di depan lift.

“Biarkan saja. Aku tidak mau harga diriku diinjak-injak olehnya lagi. Dia berusaha mempermalukan. Sepertinya aku sudah keliru, menganggap dia sudah berubah.” Raut kesal tergambar di wajah Tiara, berdiri dalam emosional di depan pintu lift yang sunyi itu.

“Pak Dante sudah tahu?” tanya Lola, penasaran.

“Mungkin. Dia tahu nama asliku,” ucap Tiara.

“Bukankah nama asli Mbak memang ada di surat kontrak. Saat itu aku menunjukkan kartu identitas asli Mbak sebagai syarat kontrak kerja.”

Perkataan Lola benar setelah menyadarinya, emosi Tiara mereda dan asumsi sebelumnya mengenai Dante mengetahui identitasnya dihapus kembali dan menganggap sikap pria tadi hanya kebetulan.

“Memangnya ada apa dengan baju tadi, Mbak?” tanya Lola sambil menatap Tiara dengan mata menyelidik.

“Lupakan! Sampaikan permintaan maafku kepada mereka. Bilang saja kalau hari ini mood ku tidak baik, aku butuh waktu untuk beristirahat.” Tiara melanjutkan kaki berjalan meninggalkan perusahaan itu bersama rasa kesal yang masih terlihat.

Lola memperhatikan kepergiannya dan kembali ke studio untuk melakukan apa yang diperintahkan Tiara.

***

Di dalam mobil, Tiara duduk sambil menyandarkan punggung ke sandaran bangku mobil bagian depan, di samping bangku pengemudi. Tangan kanannya memijit dahi dalam keadaan pikiran yang kacau.

“Jangan sampai aku kembali ke situasi saat itu. Tenang Tiara … kamu bisa menghadapi orang-orang di masa Lalu mu.” Tiara berusaha tersenyum dan melegakan hati.

“Bisa?”

Dante muncul di sisi kirinya, berdiri di samping mobil dengan badan merendah dengan wajah sejajar dengan jendela mobil.

“Seperti apa pun kamu berusaha menutupi bangkai, pasti akan tercium juga,” ucap Dante dengan tersenyum seringai.

Tiara bertahan dengan tatapan kaget menatap kedua bola mata pria itu yang sorotannya sama seperti lima tahun lalu.

“Kamu masih berhutang satu malam denganku. Aku tunggu kamu di hotel Wions, saatnya menebus apa yang sudah kamu ambil,” tutur Dante.

“Tidak. Aku tidak akan kembali ke situasi itu. Masalah uang yang pernah aku ambil dari kartu ini.” Tiara mengeluarkan kartu kredit unlimited yang ada di dompetnya dan menyodorkannya keluar jendela. “Selama ini aku menganggur setiap uang yang aku gunakan dari kartu ini. Masih ada sekitar seratus juta lagi, aku akan melunasinya secepatnya,” kata Tiara.

“Ambil saja. Perjanjian tetap akan menjadi kesepakatan.”

“Aku tidak ingin melakukan itu. Anda mengerti?” Tiara tersulut emosi dan meletakkan kartu itu ke telapak tangan kanan Dante.

“Setelah menghilang lima tahun, kamu datang dengan keberanian. Tapi, aku tidak takut dan menyerah. Jika kamu tidak datang … siap saja wajah ini akan sama seperti wajah lima tahun lalu di depan semua orang,” ancam Dante.

Dante membuang kartu hitam itu ke dalam mobil, jatuh ke pangkuan Tiara, dan kakinya berjalan masuk ke dalam perusahaan bersama keangkuhan.

“Dia tidak pernah berubah sedikitpun,” cercah Tiara, kesal dan khawatir bertemu dengan pria itu nanti malam.

“Papa …!” Lia berseru setelah keluar dari mobil hitam yang berhenti di samping teras perusahaan.

Kaki Dante berhenti berjalan di ambang pintu. Pria itu tersenyum lebar kepada gadis kecil itu dan menggendongnya setelah gadis tersebut berdiri di hadapannya.

Farah, wanita berambut panjang bergelombang dengan mata seperti orang Arab itu berjalan dengan senyuman menghampiri mereka. Wanita itu juga keluar dari mobil itu.

“Wanita itu siapa? Kelihatannya mereka dekat, begitu juga dengan anak itu. Mungkinkah istri barunya? Atau … selingkuhan yang dijadikan istri. Lalu … anak itu bukan sekedar anak angkat semata, tetapi anak mereka yang disembunyikan dari istri pertama brengsek itu. Saat itu dia pernah menyuruhku untuk hamil dan melahirkan anak untuknya. Karena aku tidak memberikannya, dia mencari wanita lain.” Tiara banyak berpikir dan menduga-duga dalam rasa ragu.

Lola menyapa Dante di teras perusahaan dan melanjutkan kaki berjalan menuju mobil yang ada di perkirakan, di mana Tiara berada.

“Untung saja semuanya bisa diurus dengan baik-baik. Pak Sarman bilang kalau kita akan melakukan pemotretan berikutnya minggu depan saja,” kata Lola sambil memasang sabuk pengaman di tubuhnya dan memegang setir.

Lola menatap Tiara yang masih melayangkan pandangan jauh ke teras, memperhatikan Dante.

“Mbak …!” Lola melambaikan tangan ke depan wajah Tiara, ingin menghancurkan lamunan wanita yang tidak mendengarkan perkataannya tadi.

“Iya?” Tiara menoleh ke samping, menatap Lola dengan senyuman palsu untuk menyembunyikan pikirannya yang berdansa memikirkan hubungan Dante bersama wanita yang ada di samping pria itu.

“Aku tau. Mbak pasti cemburu, kan? Bukan, maksudnya … Mbak bingung dengan wanita itu, kan? Dia tunangan Pak Dante,” jelas Lola, amat paham dengan ekspresi wanita yang duduk di sampingnya itu.

“Tidak,” jawab Tiara dengan bibir manyun. “Jalan! Aku ingin beristirahat,” lanjut Tiara, berucap.

Lola memalingkan muka, menjauh dari Tiara dan tersenyum, ia tahu wanita yang sudah dianggapnya kakak selama ini tengah memikirkan Dante dan Farah.

Episodes
1 Terpaksa Melakukan Ini
2 Dua Kali Lipat
3 Sudah Terencana
4 Meyakinkan Pria Itu
5 Wajah Baru
6 Saya Bukan Mamamu
7 Gadis Kecil Itu Demam
8 Anda Memang Sudah Lama Kesepian
9 Nona Tiara Natasia
10 Sudah Tahu?
11 Membalas Mu Untuknya
12 Diakui Sebagai Calon Istri
13 Ini Bekas Operasi Apa?
14 Memang Wanita Lima Tahun Lalu
15 Bertemu Denganmu
16 Marah Karena Kekasaran Mereka
17 Aku Bukan Aku
18 Ingat Pesan Ibu
19 Bagiku, Hubungan Ini Sah
20 Hanya Memastikan
21 Operasi Caesar, Bukan Usus Buntu
22 Bisakah Semuanya Kembali?
23 Kamu Berhutang Anak Padaku
24 Pada Pandangan Pertama
25 Karena Ingin Dekat Denganmu
26 Mamamu Kupu-Kupu Malam
27 Menjajal Di Mana-Mana
28 Pernyataan Dante
29 Kamu Mencintainya?
30 Sedikit Merindukannya
31 Tidak Mungkin Bisa Dikenali
32 Kamu Yang Menjualnya?
33 Kamu Masih Butuh Uang?
34 Stres Berat
35 Kita Cerai Saja
36 Jangan Sebut Lagi
37 Anak Kita Masih Hidup
38 Bisakah Kami Melakukan Tes DNA?
39 Menjebak, Malah Terjebak
40 Kamu Membuatku Sulit Duduk
41 Benar Anak Kita
42 Itu Belum Tentu Anakmu
43 Meninggalkannya
44 Mereka Di Mana?
45 Mengapa Kamu Pergi?
46 Sesuatu Untuk Tunangan Ku
47 Anak Kita?
48 Hanya Menemani
49 Setidaknya Jangan Menyulitkannya
50 Kembali Padaku
51 Jangan Menghina Ibuku
52 Maafkan Aku
53 Mungkin Aku Bisa Menerimamu
54 Dugaan Apa?
55 Kita Temukan Pria Itu Dulu
56 Saya Tidak Merasa Menculik
57 Itu Karena Dia
58 Hari Persidangan
59 Beri Aku Waktu
60 Kamu Yakin Ingin Berpisah Dariku?
61 Menjagamu Dengan Baik
Episodes

Updated 61 Episodes

1
Terpaksa Melakukan Ini
2
Dua Kali Lipat
3
Sudah Terencana
4
Meyakinkan Pria Itu
5
Wajah Baru
6
Saya Bukan Mamamu
7
Gadis Kecil Itu Demam
8
Anda Memang Sudah Lama Kesepian
9
Nona Tiara Natasia
10
Sudah Tahu?
11
Membalas Mu Untuknya
12
Diakui Sebagai Calon Istri
13
Ini Bekas Operasi Apa?
14
Memang Wanita Lima Tahun Lalu
15
Bertemu Denganmu
16
Marah Karena Kekasaran Mereka
17
Aku Bukan Aku
18
Ingat Pesan Ibu
19
Bagiku, Hubungan Ini Sah
20
Hanya Memastikan
21
Operasi Caesar, Bukan Usus Buntu
22
Bisakah Semuanya Kembali?
23
Kamu Berhutang Anak Padaku
24
Pada Pandangan Pertama
25
Karena Ingin Dekat Denganmu
26
Mamamu Kupu-Kupu Malam
27
Menjajal Di Mana-Mana
28
Pernyataan Dante
29
Kamu Mencintainya?
30
Sedikit Merindukannya
31
Tidak Mungkin Bisa Dikenali
32
Kamu Yang Menjualnya?
33
Kamu Masih Butuh Uang?
34
Stres Berat
35
Kita Cerai Saja
36
Jangan Sebut Lagi
37
Anak Kita Masih Hidup
38
Bisakah Kami Melakukan Tes DNA?
39
Menjebak, Malah Terjebak
40
Kamu Membuatku Sulit Duduk
41
Benar Anak Kita
42
Itu Belum Tentu Anakmu
43
Meninggalkannya
44
Mereka Di Mana?
45
Mengapa Kamu Pergi?
46
Sesuatu Untuk Tunangan Ku
47
Anak Kita?
48
Hanya Menemani
49
Setidaknya Jangan Menyulitkannya
50
Kembali Padaku
51
Jangan Menghina Ibuku
52
Maafkan Aku
53
Mungkin Aku Bisa Menerimamu
54
Dugaan Apa?
55
Kita Temukan Pria Itu Dulu
56
Saya Tidak Merasa Menculik
57
Itu Karena Dia
58
Hari Persidangan
59
Beri Aku Waktu
60
Kamu Yakin Ingin Berpisah Dariku?
61
Menjagamu Dengan Baik

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!