🥀🥀🥀
Dante membuka mata dengan tubuh terasa lemah. Matanya remang-remang menatap loteng kamar yang akhirnya jelas di matanya. Tangan yang telentang ke kiri-kanan ditarik sambil duduk. Ia menoleh ke sisi kanan, melihat Tiara tidur dengan posisi menyamping ke arahnya.
"Wanita ini?" Dante mengingat kejadian semalam. "Bagaimana bisa dia tidur di sini?" Dante bergegas memeriksa badannya yang mana tidak memakai atasan dan terdapat tanda merah di dadanya.
"Mengapa aku tidak mengingatnya? Apa yang sudah kami lakukan?" tanya Dante, berkata dalam hati bersama rasa kaget.
Tiara menggeliat badan dan tangan diangkat ke atas dengan mata perlahan dibuka. Sejenak ia diam menatap Dante yang menatapnya dengan ekspresi syok yang masih tergambar. Tiara berteriak keras dan duduk. Setelah itu, ia memainkan mata memeriksa tubuhnya. Kain masih utuh di badannya, tidak ada sedikitpun yang kurang.
"Oh iya, mengapa aku kaget? Bukankah ini rencanaku untuk melihat Reaksinya?" tanya Tiara, dalam hati, sambil tersenyum ringan.
Kedua bola mata Tiara menatap lipstik yang dioleskan di dada Dante, dalam hati ia tersenyum senang melihat wajah syok pria itu seakan masih suci dan tidak pernah bermain panas di atas ranjang.
"Jangan salahkan aku. Anda yang memintanya semalam," kata Tiara, berbohong sambil mengingat kejahilannya semalam memerahi dada Dante menggunakan lipstik.
Semalam Tiara tidak jadi ke apartemennya, ia kembali ke kamar Dante dan melepaskan kemeja pria itu dan mengoleskan lipstik di dada Dante dengan suara tawa yang ditahan. Setelah itu ia berbaring menyamping di samping pria itu, menatap wajah Dante sampai akhirnya ia juga tidur.
"Kita ... kita ... melakukannya?" tanya Dante, ragu karena merasa tubuhnya baik-baik saja dan hanya lemah, efek bius. Ini bukan pertama kalinya Sarah membiusnya, tetapi sudah ketiga kalinya.
Tiara tertawa terbahak-bahak sambil bangkit dari kasur. Ia mengambil tisu di atas meja dan kembali menghampiri Dante, duduk di tepi kasur, di samping pria itu dan menghapus lipstik di dada pria tersebut.
"Sepertinya Anda memang sudah lama kesepian. Jangan khawatir, kita tidak melakukan apa pun." Tiara berdiri dan berjalan meninggalkan kamar itu dengan menggenggam kartu akses apartemen Dante.
Dante bangkit dari kasur dan mengikuti Tiara yang bertingkah seolah itu apartemennya. Wanita itu minum segelas air putih di dapur yang bersebelahan dengan ruang tamu dan melanjutkan kaki melangkah ke pintu apartemen, ia membuka pintu dengan kartu akses di tangannya dan melemparkan kartu itu kepada Dante. Dengan santainya Tiara keluar dari apartemen tersebut, meninggalkan kesunyian dan kebingungan di benak Dante yang tengah memperhatikan tingkahnya dengan posisi berdiri di tengah ruang tamu.
"Wanita ini aneh," ucap Dante, masih bingung.
Setelah meninggalkan apartemen Dante, Tiara kembali ke apartemennya dengan wajah lelah dan kaki melangkah pelan. Lola yang duduk di ruang tamu sambil nonton televisi mengalihkan perhatian padanya, memperhatikan gelagat Tiara sampai wanita itu duduk di sampingnya.
"Dari mana saja?" tanya Lola.
"Bersenang-senang. Pria itu membuatku kewalahan. Setengah jam aku keberatan dengan tubuhnya. Rasanya badanku remuk dan rasanya hanya ingin berbaring saja," keluh Tiara sambil meloyotkan badan, bersandar ke sandaran sofa.
Lola diam mematung mendengar perkataan Tiara dengan mata membesar, pikirannya traveling, berpikir wanita yang duduk di sampingnya itu sudah melakukan sesuatu yang negatif bersama Dante. Dengan cepat ia memeriksa, mengangkat dagu Tiara dan menolehkan kepala wanita itu kiri dan kanan untuk melihat kondisi leher jenjang Tiara yang putih.
"Kamu apa-apaan?" tanya Tiara, kesal.
"Mbak tidak main-main di ranjang bersama pria itu, kan?" tanya Lola dengan harapan asumsinya salah.
"Main apaan? Main catur? Oh ... masih kecil otakmu udah plus-plus saja. Tidak mungkin. Cukup di masa lalu. Jika dia ingin melakukannya, dia harus membayarnya mahal dengan pernikahan," kata Tiara, menatap Lola dengan senyuman seringai dan menaikan kedua alisnya beberapa kali.
"Mbak ... ini bukan, Mbak." Lola ingat bagaimana Tiara sebelumnya membenci Dante, bahkan ingin membalaskan dendam atas penghinaan pria itu. "Jangan-jangan Mbak sudah jatuh cinta pada pria itu," duga Lola.
"Tidak. Aku hanya ingin melihat reaksinya saja. Pagi ini aku menjahilinya. Menyedihkan, sepertinya dia begitu kesepian selama ini. Tapi ... ada satu hal yang menarik perhatianku, semalam dia tiba-tiba saja pingsan saat ingin mengantarku kembali ke sini," cerita Tiara sambil mengingat kejadian semalam dan berpikir keras dengan mata bergerak kiri-kanan mengarah ke loteng.
"Jangan banyak berpikir, nanti cepat tua. Mbak segera bersiap-siap, kita akan ke perusahaan Danterling untuk melakukan promosi video dan foto untuk produk baru mereka," ucap Lola.
"Iya. Biarkan aku istirahat sebentar saja, cukup setengah jam. Matikan televisinya dan siapkan pakaianku," suruh Tiara sambil mendorong Lola mengangkat pantat dari sofa dan ia membaringkan tubuh di sana.
Lola mematikan televisi dan berjalan menuju kamar Tiara. Tinggal lah wanita itu sendiri di ruang tamu dengan posisi berbaring dan mata dipejam. Dalam hitungan detik ia tertidur karena kurang tidur semalam.
'Untuk pertama kalinya?'
'Menghargai wanita sepertimu? Wanita yang menjual kehormatannya sendiri tidak pantas untuk dihargai. Kalian hanya pantas diperlakukan seperti ini.'
'Aku peduli? Tidak. Itu derita kalian sebagai seorang wanita penghibur.'
Tiara membuka mata setelah tertidur selama sepuluh menit. Kata-kata menyakitkan yang pernah diucapkan Dante masuk dalam tidur singkatnya. Napasnya berderus kencang seperti orang baru telelap air yang membuatnya kesulitan bernapas.
Ketika itu Tiara memunculkan kembali kebencian pada pria yang baginya tidak berhati nurani itu. Ia tidak bisa melanjutkan tidur itu, ia bangkit dari sofa dan berjalan menuju kamar untuk segera bersiap-siap bekerja sebagai model iklan produk gawai di perusahaan Dante.
"Tidak jadi tidur?" tanya Lola yang tengah memilah pakaian di lemari Tiara.
"Pria itu benar-benar mengusikku," balas Tiara sambil mengambil handuk dari lemari dan membawanya ke kamar mandi.
"Memimpikannya? Itu benci atau cinta? Jangan terlalu benci, nanti cinta. Kata orang, cinta dan benci itu beda tipis," celetuk Lola, menggoda Tiara.
"Lanjutkan pekerjaanmu. Jika tidak, nanti aku pecat," balas Tiara dengan candaan dan menutup pintu kamar mandi.
***
Tiara memasuki gedung perusahaan alat komunikasi milik Dante yang besar dan terkenal itu. Kehadirannya menarik mata setiap orang yang melihatnya, mereka terpesona dengan penampilan menawan Tiara yang memasuki perusahaan itu dalam balutan dress selutut berwarna merah sebagai warna kesukaan wanita itu dan memakai kacamata hitam.
"Bos kalian di mana?" tanya Tiara setelah menurunkan sedikit kacamata, menunjukkan mata indahnya kepada para karyawan yang sedang berkumpul itu.
Mereka diam dengan rasa kagum dan mengarahkan jari telunjuk ke arah atas, membuat Tiara dan Lola memandangi langit-langit lantai pertama dari lobi perusahaan itu. Jawaban mereka tidak membantunya, Tiara berdecak kesal dan melanjutkan kaki melangkah menuju lift sambil menghubungi Sarman, menanyakan letak ruangan Dante berada.
Meskipun hanya rekan kerja, Tiara merasa Sarman tahu mengenai hal yang ingin ditanyakan itu setelah melihat mereka cukup akrab semalam.
“Ruangannya di mana?” tanya Tiara, langsung. “Baiklah.” Tiara memutuskan sambungan telepon dan menekan tombol angka 7 di lift.
Beberapa detik kemudian, mereka sampai di lantai tujuh. Tiara diikuti Lola berjalan menuju satu ruangan yang sudah diketahui Tiara merupakan ruangan Dante. Tangannya mengetuk pintu ruangan itu sampai suara Dante terdengar menyuruhnya masuk.
“Kamu bisa menungguku di sini, aku saja yang masuk,” kata Tiara dengan suara kecil kepada Lola.
Lola menganggukkan kepala.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments