Episode 3: Misi Khusus

Suara peluit penjaga stasiun dengan bel kereta api yang baru saja sampai di tempat tujuan, terdengar sama. Beberapa saat setelah kereta itu berhenti para penumpang turun dari gerbong kereta mereka.

Yohanes turun dari gerbong pertama kelas eksklusif, membawa tas koper jinjingnya. Kedatangannya telah disambut oleh seorang laki – laki yang berusia tidak jauh di bawahnya.

Laki – laki itu merentangkan kedua tangannya, menyambut Yohanes yang melangkah ke arahnya.

“Selamat datang, Pater Yohanes…” Sambutnya.

Mereka berpelukan. Yohanes seraya bertanya, “Bagaimana kabarmu, Ares?” Tanya sang pastor.

“Tentu saja, baik,” ucapnya sembari melerai pelukan itu.

“Bagaimana perjalananmu… Menyenangkan? Melelahkan?” Otak Ares penuh tanya.

Sang pastor mengangguk, “Cukup menyenangkan,” balas Yohanes dengan santai.

Dengan kereta kuda, Ares mengantarkan Yohanes ke tempat yang akan menjadi lokasi tujuan dan tempat singgahnya selama di Transylvania.

Transylvania menjadi destinasi pertamanya dalam menjalankan misi mulianya. Sebuah tempat yang belum pernah terpikirkan. Namun, bisikan hatinya yang mengantarkan Yohanes untuk pergi ke negeri yang masih banyak menyimpan misteri itu.

“Sudah sangat lama, sebelum kita berjumpa lagi, Pater Yohanes,” kata Ares sembari menarik tali, agar kudanya berlari sedikit lebih cepat.

Yohanes terkekeh pelan, “Terdengar asing, ketika kau memanggilku dengan gelarku,” tukasnya, bercanda. “Umur kita hanya berselisih lima tahun. Kau boleh memanggilku kakak, sama seperti dulu kau memanggilku,” sambungnya dengan nada bercanda.

“Panggilan itu sudah sangat lama, sebelum kau ditahbiskan menjadi seorang pastor,” balas Ares dengan nada sedikit santai.

“Kenapa kau tidak menggunakan nama baptismu?” Tanya Yohanes, mengalihkan pembicaraan.

“Aku ingin di panggil dengan nama lahirku. Karena itu akan mengingatkanku pada mendiang ibuku. Beliau yang memberiku nama,” pungkas Ares.

Ibu Ares sudah sangat lama meninggal dunia. Saat itu, Ares masih berusia tujuh tahun. Sang ibu meninggal ketika menjalani proses eksorsisme. Iblis yang menguasai jiwanya jauh lebih kuat, sehingga sang ibu tidak sanggup menerima siksaan yang dihadirkan oleh iblis yang bertengger di dalam tubuhnya.

Yohanes mengangguk setelah sebelumnya menghela napasnya.

“Jadi apa yang memutuskanmu untuk menetap di kota ini?” Tanya Yohanes lagi.

“Tidak ada. Langkah kakiku yang memintaku untuk berhenti di sini,” Ares menoleh sebatas bahu dan melirik Yohanes.

“Kau tidak memberiku kabar ke mana kau pergi. Tiba – tiba saja, kau sudah meninggalkan Italia,” balas Yohanes.

“Setelah kejadian itu, aku sudah berniat untuk pergi meninggalkan Italia. Hanya saja, memerlukan waktu untuk memastikan kapan aku benar – benar pergi,” seketika Ares mengingat kejadian silam yang membuatnya trauma.

Ares meninggalkan Italia ketika umurnya menginjak tiga belas tahun. Kematian sang ibu yang dalam kondisi mengenaskan, menciptakan trauma besar dalam dirinya. Sejak kecil, Ares tidak pernah tahu siapa ayah kandungnya. Dirinya hanya memiliki seorang ibu. Setelah wanita itu meninggal, Ares sangat terpukul.

Ares dan Yohanes lahir di kota Roma. Sejak kecil mereka sering menghabiskan waktu bersama. Ares sudah seperti adik bagi Yohanes. Bahkan setelah kepergian Ares, mereka sempat saling bertukar kabar melalui surat.

“Apakah tujuanmu menetap, karena mengetahui keberadaanku di sini?” Tanya Ares, setelahnya. Pertanyaan Ares sukses menciptakan tawa kecil di ujung bibir Yohanes.

“Setelah aku tahu kau menetap di Transylvania, aku sangat ingin mengunjungimu. Tapi, waktu belum mengizinkanku untuk pergi.”

Sudah sejak beberapa tahun ke belakang Yohanes mengetahui jika Ares menetap di Transylvania. Tetapi, dirinya baru sekarang mengunjungi Transylvania.

“Lalu?” Tanya Ares, memastikan.

“Tujuanku datang dan menetap sementara di sini, karena ada kewajiban yang harus kujalani,” kata Yohanes.

“Kewajiban?!” Tanya Ares dengan kerutan dahinya akibat dari dia menautkan kedua alisnya.

“Ada misi khusus yang harus kuselesaikan,” lanjut Yohanes dengan akhir kalimatnya.

Kuda Jantan itu berhenti, tepat di depan sebuah gereja. Ares turun dari kereta kudanya yang kemudian di susul oleh Yohanes. Kedatangan mereka disambut oleh seorang pria paruh baya yang juga bergelar sama seperti Yohanes. Bahkan para biarawati dan staf gereja juga hadir untuk menyambut kedatangannya.

“Yohanes…” Sambut sang Pastor.

“Pater Eugenius…” Balas Yohanes dan mereka saling berpelukan. Sesaat setelahnya saling melerai pelukan mereka.

Eugenius memperkenalkan Yohanes kepada seluruh biarawati dan staf yang hadir menyambutnya. Juga kepada seluruh staf pengurus Gereja.

“Setelah mendengar kabar kau akan datang... Kami semua sangat bersuka cita,” ucap Eugenius.

“Senang mendengarnya. Semoga kehadiranku, dapat membantu banyak selama di sini,” tukas Yohanes.

“Kami semua berharap, kedatangan Pater Yohanes akan mendatangkan kejadian baik dan menjadikan semua kondisi menjadi lebih baik,” ucap Eugenius. “Ares akan membantu semua kebutuhanmu selama di sini,” sambungnya.

Yohanes mengangguk, “Terima kasih Pater Eugenius.”

Seluruh biarawati, staf gereja dan Eugenius kembali dengan aktivitasnya, sementara Ares menemani Yohanes untuk berkeliling dan sekaligus mengantarkannya ke tempat yang akan menjadi penginapannya.

“Sejak kapan kau menjadi pengurus di gereja ini?” Tanya Yohanes.

“Aku hanya membantu merawat dan menjaga kebersihan gereja ini,” Ares menghela napasnya. “Sudah sangat lama. Sejak pertama kali menginjakkan kakiku di tempat ini. Kehidupanku dimulai kembali setibanya di tempat ini,” lanjutnya.

“Dan sejak saat itulah, aku mendengar keberadaanmu di sini…” Yohanes menyambung kalimat Ares.

“Apakah kau akan memimpin jemaat di sini?” Tanya Ares.

“Jika diizinkan,” balas Yohanes, langsung. Ares mengangguk. “Kau tinggal di biara gereja ini?” Tanya Yohanes.

“Tidak. Aku tinggal di sebuah gubuk kecil tidak jauh dari sini,” balas Ares langsung.

“Apakah kau sudah menikah?” Tanya Yohanes, sensitif. Keakraban mereka tidak menghalangi untuk mempertanyakan hal tersebut.

Ares tersenyum dan menggeleng, “Aku belum menginginkannya. Saat ini, aku ingin fokus untuk melayani Tuhan,” ucapnya.

Yohanes menepuk pundak Ares dan berkata, “Aku bangga padamu.”

Seketika Yohanes mengingat sesuatu yang baru saja terpanggil dari memori otaknya.

“Kau kehilangan rosariomu?!” kata Yohanes ketika melihat Ares yang sudah tidak lagi mengenakan rosario di lehernya. Dirinya baru menyadari hal tersebut. Rosario tersebut adalah pemberian dari Yohanes.

Ares langsung menjamah lehernya, “Ah… Maaf Pater, aku benar – benar kehilangannya. Waktu itu, aku sedang menolong wanita tua yang kehilangan perhiasannya, terjatuh ke dalam danau. Ketika aku membantu mendapatkannya, aku kehilangan rosarioku,” ungkap Ares.

“Tidak apa – apa. Aku akan mendapatkannya lagi untukmu,” kata Yohanes.

Yohanes meneruskan langkahnya dan kemudian berhenti mendadak. Yohanes berbalik badan dan menatap Ares penuh kekesalan.

“Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk memanggilku kakak?!”

Ares terkekeh lirih, “Apakah aku diizinkan untuk memanggilmu seperti itu?” Ares sedikit takut, jika itu merupakan tindak tidak sopan terhadap seorang Pastor.

“Aku mengizinkannya. Kau boleh memanggilku pater, hanya ketika misa sedang berlangsung,” Yohanes mempersembahkan senyum simpulnya menatap Ares.

Kemudian mereka melanjutkan langkah mereka. Setelah selesai berkeliling gereja, Ares mengantarkan Yohanes ke sebuah rumah yang menjadi tempat singgahnya. Lokasinya tidak jauh berada di belakang bangunan tempat peribadatan tersebut.

Episodes
Episodes

Updated 39 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!