The Queen Of Blood
Rumania, 1459.
BRAKKK
Daun pintu terbanting, terbuka ke dalam.
Datang berbagai kawanan orang dengan ambisi penuh amarah, lengkap membawa senjata yang berada di tangan mereka, menerobos paksa memasuki rumah seorang wanita yang sedang sibuk melakukan pekerjaannya. Wanita itu di percaya sebagai ahli pengobatan di desa ini.
“Tangkap wanita itu!” Seru salah seorang warga dengan obor di tangannya dan bara api yang menyala di atasnya.
Wanita itu langsung terlonjak, terkejut dengan apa yang tengah dihadapinya saat ini. Para manusia yang masuk melalui pintu belakang rumah wanita itu, menerobos ke dalam rumahnya tanpa izin, menyergap dan hendak menyerangnya. Sebelum peristiwa ini hadir secara tiba – tiba, dirinya tengah fokus dengan pekerjaannya. Wanita itu sedang melakukan penelitian dalam meracik obat. Aktivitasnya terpaksa terhenti.
“Apa yang sedang kalian lakukan… Keluar dari rumahku!” Perintah wanita itu dengan jari telunjuknya yang mengarah ke pintu.
Sudah sejak lama para warga mencurigai tabiat wanita itu. Sebenarnya dirinya hanyalah wanita biasa yang selalu membantu dan menolong banyak warga sekitar di tempat tinggalnya.
Dengan keahlian dan kecerdasan yang dimilikinya dalam membantu menyembuhkan penyakit, membuat sebagian besar warga masyarakat memuja atau bahkan menyembahnya. Dirinya sampai disebut sebagai tangan kanan dewa. Asklepios adalah sebutan yang sangat tepat bagi wanita itu. Kecerdasannya akan ilmu pengetahuan di bidang sains dan medis menjadikan wanita itu pantas mendapatkan gelar tersebut.
Bahkan dirinya pernah berhasil mengusir wabah penyakit yang melanda tempat tinggalnya dan menyembuhkan sebagian besar masyarakat yang terjangkit penyakit dari wabah tersebut.
Ada juga yang menyebut wanita itu aneh karena dianggap terlalu berbeda.
Selain dari masyarakat yang memujanya, juga banyak dari sebagian masyarakat tidak menyukai kehadirannya. Kecantikannya, yang dapat meresahkan banyak pria, terutama para pria beristri. Awalnya semua itu bukan menjadi masalah, sampai rumor yang telah beredar di telinga masyarakat menyuarakan, jika wanita itu menjadi faktor utama terpecahnya sebuah rumah tangga.
Seluruh perbuatan baiknya seakan lenyap dan kini hanya menyisakan rumor perbuatan buruknya yang sebenarnya belum terungkap kebenarannya.
“Dasar kau penyihir… Lenyaplah dari dunia ini!” Seru salah dari warga dengan sebuah parang berada di tangannya.
“Aku bukan penyihir!” Seru wanita itu, membalas.
“Keberadaanmu hanya akan menjadi mala petaka bagi kami!” Salah seorang warga yang membawa tongkat kayu di tangannya. Warga yang baru saja bersuara tadi adalah seorang wanita.
Warga menyebutnya sebagai penyihir, gelar baru yang baru saja mengikat wanita itu. Pada era ini, kecerdasan yang berbekal ilmu pengetahuan dapat menjadi sebuah senjata mematikan. Niat hati ingin menolong justru malah menjerumuskannya masuk ke dalam lembah jurang yang tak berdasar. Hanya kematian yang dapat membebaskannya beserta jiwanya yang murni.
Kedua bola mata wanita itu terbelalak. Dirinya sangat ketakutan dengan aksi masyarakat yang menyerang dirinya.
Berbekal meja panjang di balik tubuhnya, wanita itu menyandarkan kedua tangannya guna memberikan pertahanan dari berat tubuhnya.
Tanpa berlama lagi para warga menyeret paksa wanita itu kemudian mengikat kedua tangannya beserta kedua kakinya. Rintih wanita itu yang sama sekali tak dihiraukan. Wanita itu diperlakukan bagai seorang binatang hasil buruan dan dirinya hanya bisa pasrah. Percuma melawan, tetap tidak akan bisa menang melawan banyak orang.
Wanita itu diarak dan digiring kemudian mengikat tubuhnya di bawah tiang gantungan eksekusi mati. Pada zaman ini, hukuman eksekusi mati dengan memenggal kepala menjadi sebuah hukum mutlak yang telah ditetapkan oleh raja.
Namun, warga tidak memudahkan kematian wanita itu hanya dengan memenggal kepalanya. Warga berniat membunuhnya dengan hasil dari temuan wanita itu sendiri. Sebuah ramuan yang warga juga tidak tahu dengan jelas, racikan apa itu.
“Lepaskan!! Aku bisa jelaskan apa yang sebenarnya terjadi…” Pinta wanita itu
memohon
“Diam kau penyihir. Ini akan menjadi akhir dari riwayatmu!” Setelahnya, tangan kasar itu mendarat keras di bagian sisi wajah wanita itu.
Salah seorang warga itu menyuguhkan sebuah cawan yang sudah berisi cairan berwarna merah seperti darah ke mulut perempuan itu. Baunya menguar, anyir disertai busuk seperti darah binatang.
Cairan berwarna merah seperti darah itu memanglah darah. Wanita itu sedang meneliti sebuah penyakit yang pernah menjadi wabah besar yang sempat menyerang tempat tinggalnya itu. Dirinya sedang melakukan penelitian mutasi genetik dari darah seekor binatang buas yang terkena penyakit rabies.
Wanita itu tidak bisa menolaknya. Sekeras apa pun dirinya menutup mulutnya, salah seorang warga itu terus mencengkeram rahangnya agar mulutnya terbuka lebar, hingga dapat secara leluasa memasukkan seluruh cairan kental tersebut ke dalam mulut wanita itu.
Sempat wanita itu memuntahkannya, tetapi, terus dijejalkannya. Semakin wanita itu memuntahkannya, para warga menjejalkannya lebih banyak masuk ke dalam tenggorokannya. Wanita itu terbatuk dan tersedak. Tenggorokannya terasa penuh, bersekat, hingga napasnya seakan tersendat.
Salah seorang wanita menarik kasar rambutnya dan membuat wanita itu mendongak kemudian di jejalnya lagi cairan tersebut ke dalam mulut wanita itu sampai tandas.
Setelah di teguknya habis, wanita itu mengeluarkan buih yang sangat banyak dari mulutnya. Sepertinya, tenggorokan wanita itu sudah tidak dapat lagi menelannya.
Para warga masih tidak melepaskan ikatan tangan dan kakinya. Wanita itu dibiarkannya, dalam kondisi tubuhnya berdiri terikat di bawah tiang gantungan.
Setelah beberapa saat tidak ada lagi tanda kehidupan dari wanita itu, tubuhnya di lepaskan dari tiang gantungan dan kemudian para warga melepaskan ikatan tangan dan kakinya.
Mayat wanita itu di masukkan ke dalam sebuah peti mati setelah di dandani mengenakan gaun serba hitam dan terdapat renda putih di lehernya. Kemudian berbondong – bondong mengangkat dan menaruhnya di sebuah kastel tua yang letaknya di atas bukit, di ujung perbatasan desa tersebut.
“Kita tinggalkan saja jasad penyihir ini di sini!” Seru seorang warga yang kemudian meninggalkan peti mati wanita itu yang kemudian diikuti oleh warga yang lain.
Bisa dikatakan, wanita itu tidak wajar ketika menjemput ajalnya. Jiwanya yang harus menerima perlakuan tidak adil, membuatnya diselimuti oleh dendam. Selain kematian yang tidak wajar, warga yang juga tidak mengizinkan jasad wanita itu terkubur atau bahkan memberikannya prosesi pemakaman dengan layak.
Tengah malam, tiba – tiba saja hujan disertai badai. Seekor kucing hitam tanpa sopan santun melangkahi peti mati wanita itu bersamaan dengan kekuasaan langit mengeluarkan suara gemuruh petirnya yang dengan kehendaknya dapat menyambar.
Sepasang penglihatan yang dapat menembus ke dalam peti mati tersebut, melihat kondisi jasad wanita itu. Sekelebat, jari tangan yang baru saja sedikit bergerak. Apakah karena kematiannya baru saja terjadi sehingga terdapat syarafnya yang masih berfungsi. Ataukah jasad wanita itu akan berubah menjadi mayat hidup. Sesungguhnya premis terakhir hanyalah sebuah fiksi belaka. Satu hal yang perlu diingat, bahwa tidak ada yang tidak mungkin untuk terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments