Mengejar Cinta Gadis Bangsawan
"Tuan, anda ingin kemana lagi." ujar braman, tangan kanan yang sangat setia pada tuan-nya.
"Hanya mencari beberapa mangsa." jawab pria itu dengan santainya.
Braman sang asisten hanya bisa bergeleng kepala dibuatnya. Dia sudah berumur, tapi selalu dihadapkan dengan anak muda minim otak seperti ini.
Tapi walaupun dengan berat hati, Braman tetap menuruti semua perkataan yang keluar dari mulutnya itu. Semacam tertarik sihir penurut, sebut saja begitu.
"Pulang ke kediaman Cyrus saja. Kita sudah terlalu jauh."
Braman kembali menarik ucapannya usai mendapat tatapan begitu tajam dari pria itu. Bahkan sampai sujud syukur karena tuhan masih memberinya kesempatan hidup.
Srak.
Pria itu dan Braman menoleh bersamaan usai mendengar bunyi seperti kain yang di sobek. Suaranya sangat jelas, pasti berada tak jauh dari tempatnya berada.
"Paman Braman, dengar nggak?"
Braman pun mengangguk setuju. Karena meski pendengarannya sudah tidak jelas, tapi untuk yang tadi itu Braman sangat jelas mendengarnya.
"Siapa yang ada di tempat seperti ini? Malam hari begini?" gumamnya melirik jam tangan emas miliknya.
"Bahkan sudah hampir larut, sangat berbahaya berada disini."
Braman segera pasang badan untuk bersiap maju lebih dulu untuk memeriksa.
Alangkah terkejutnya dia, karena melihat seorang gadis yang tengah asik membalut luka pada sayap burung yang ternyata buronan tuannya itu.
Kedua pria muda dan paruh baya yang penasaran itu hanya dapat memperhatikan gadis cantik bergaun hitam anggun dari kejauhan. Walaupun berpakaian dengan warna yang sangat di hindari oleh para gadis bangsawan lainnya, tapi pada gadis cantik berambut pirang itu terlihat sangat indah.
"Siapa dia, Braman?" ujarnya bertanya.
"Nona muda keluarga Yeva." balas Braman.
Pria itu teringat dengan tawaran keluarganya beberapa hari lalu. Bahwa keluarga Yeva membiarkan pertunangan terjadi antara dua pihak keluarga bangsawan besar.
"Kalau tau tunanganku secantik ini, jelas aku nggak akan menolaknya."
Braman seketika tersenyum kikuk. Tuannya ini sangat percaya diri sekali, pikirnya.
"Bukan, Tuan muda. Nona Odette bukan gadis yang akan bertunangan denganmu."
"Odette? Nama yang indah." gumamnya seraya tersenyum tanpa disadari.
Apakah pria ini tersenyum? Mengerikan sekali melihat senyumannya.
Braman mencibir tuan mudanya dengan sadis dalam benaknya. Pria angkuh sepertinya sekali tersenyum begitu sangat mengerikan. Lebih baik berwajah datar terus terang saja.
Sementara orang yang dituju, masih sibuk memandangi wajah indah gadis yang di kenal dengan Odette itu.
Apa dia suka burung? Jelas Elang itu aku yang tembak beberapa menit lalu, ternyata dia yang menyelamatkannya.
"Sudahlah Tuan, kita kembali saja. Nona Odette bukan seperti gadis yang dapat kau bayangkan itu." peringat Braman membuat senyum pada wajah pria itu luntur.
"Braman kau sangat rewel. Aku ingin bicara padanya sebentar saja, kau pulanglah dulu."
Braman hanya bisa mengusap dadanya sabar melihat tingkah laku pria itu. Tak ingin campur tangan urusan kedua anak muda, Braman memutuskan untuk kembali ke istana saja.
Barulah pria berbadan kekar itu menghampiri gadis yang dikenal dengan nama Odette.
"Itu punyaku." ujarnya.
Gadis itu mendongak menatap pria gagah berwajah tegas dihadapannya. Tatapannya hanya sebentar saja, lalu kembali fokus pada burung peliharaan miliknya.
"Kau mengabaikan aku? Aku bilang, itu mangsaku." tegasnya sekali lagi.
"Sejak kapan Elang yang aku besarkan dengan tanganku sendiri menjadi milikmu." jawab Odette dingin.
Odette bangkit dan meletakan burung kesayangan pada bahunya. Kemudian menyapu kotoran tanah yang menempel pada pakaian dengan satu tangannya.
Merasa kesal diabaikan, pria itu menggeser tubuhnya sampai berpapasan dengan gadis itu.
"Tengah larut begini, apa seorang gadis nggak takut bertemu pria jahat?" godanya.
Gadis itu beralih menatap pria dihadapannya dengan datar. Entah dari mana datangnya pria ini. Yang jelas Odette menyimpulkan kalau pria kekar ini sangatlah mengganggu.
Sudah datang mengaku, masih saja berusaha sok kenal. Dasar pria tak tahu malu.
"Tuan, aku rasa kita nggak saling kenal."
"Memang. Tapi aku yang di tunangkan oleh keluarga kalian."
Odette mengernyitkan dahinya kemudian. Barulah teringat dengan ucapan kedua orang tuanya pada ruangan keluarga di malam itu.
Rupanya pria menyebalkan ini yang akan di tunangkan dengan kakak? Sangat disayangkan, sisa hidup kakak harus tinggal bersama pria sepertinya.
"Apa kau mengingatku, Nona Odette?"
"Jelas bukan. Aku hanya mengingat keluargaku pernah membicarakan pertunangan ini."
"Perkenalkan, aku Dexter dari keluarga Cyrus. Senang berkenalan denganmu."
Senyum Dexter seketika luntur karena gadis itu malah mengusap sayap burungnya dan berlalu mengacuhkan uluran tangannya.
Menarik, aku jadi penasaran denganmu Nona Odette. Kenapa aku harus bertunangan dengan kakakmu kalau bisa dengan kau, yaitu adiknya.
"Nona Odette, nggak sopan menolak jabatan tangan seseorang."
"Jangan bicarakan etiket denganku. Hentikan hobimu yang nggak bermanfaat itu, kau sudah melukai beberapa peliharaan Elangku belakangan ini."
Dexter terdiam mendengar pernyataan gadis itu. Rupanya selama ini burung yang dia tembak adalah pelihara Odette.
Sial sekali, pantas dia enggan bicara denganku. Ternyata aku sudah mendapat kesan pertama yang buruk. Aku akan menyuruh Braman melakukan sesuatu besok pagi!
* * *
"Kenapa akhir-akhir ini kau suka keluar di malam hari?" ujarnya.
"Paman Nolan? Kau belum tidur ternyata."
Odette memasukan peliharaan miliknya ke dalam sangkar besar pada taman istana. Separuh taman ini adalah miliknya, jadi Odette membangun kandang untuk para Elangnya istirahat.
Taman kediaman keluarganya sudah di wariskan untuk dirinya dan kakaknya. Masing-masing sama rata mendapat lima puluh persen luas tanah.
Namun kakaknya itu masih suka datang ke taman miliknya dari pada mengurus para kelinci peliharaannya itu.
"Odette, apa ada yang mengganggumu?" tanyanya.
Nolan sangat mengkhawatirkan keponakan tersayangnya. Odette selalu kembali dengan keadaan tak layak saat larut malam begini. Pria paruh baya itu semakin cemas dengan keadaan gadisnya.
"Hanya keusilan pemburu liar. Elangku terluka sedikit, Paman nggak perlu cemas."
Barulah Nolan dapat bernafas lega. Odette hanya berurusan dengan beberapa orang usil saja. Nolan sudah takut ada suruhan musuhnya yang menganggu putri kedua keluarga Yeva.
"Paman kembali ke kamar. Kau segeralah tidur."
Gadis itu hanya menampilkan senyum manisnya pada sang paman. Dia juga sudah sangat mengantuk karena kurang tidur beberapa hari ini.
Setidaknya aku sudah tahu siapa orang yang melukai para elang milikku. Aku nggak perlu secemas itu lagi.
Barukah gadis itu melepas perban pada sayap besar Elangnya. Segera diganti dengan perban medis Karema sebelumnya Odette mengkoyak gaun miliknya untuk menghentikan pendarahan.
Usai mencampurkan beberapa obat penenang pada minuman Elang, Gadis cantik berwajah sudah sedikit pucat itu kembali masuk ke dalam istana.
Di bantingnya kasar tubuh ramping miliknya pada atas ranjang besar. Menatap kosong langit-langit kamar yang dihiasi banyak replika awan buatan.
Apa nasibku juga akan seperti kakak? Tak bisakah memilih pasangan sendiri tanpa di jodohkan? Kehidupan yang selalu ada campur tangan keluarga memang nggak tenang.
Tok.. Tok.. Tok..
Ketukan pintu yang tak sabaran itu membuat Odette mengernyitkan dahinya. Baru saja ingin beristirahat sudah ada yang mengganggu.
"Masuklah, aku nggak kunci pintunya."
"Odette!"
Seru gadis berambut merah pekat masuk dengan tergesa-gesa menghampiri Odette yang masih terbaring.
Odette hanya menatap malas pada orang itu. Sudah ditebak yang datang pasti kakaknya, si rambut api.
"Apa perlu sekeras itu panggil namaku?" keluhnya.
"Ayolah adik, aku hanya akan bertanya sedikit dan langsung pergi."
"Aku ingin bertanya tentang pendapatmu, harus menambah peliharaan apalagi untuk tamanku."
Gadis pirang itu hanya menautkan kedua alisnya. Tengah malam seperti ini saja masih sempat memikirkan tentang hewan peliharaan. Sejak kapan kakaknya itu bersemangat sama binatang.
Entah apalagi yang dia rencanakan. Aku berharap nggak membawaku kedalam masalah yang besar. Sudahlah, aku bantu saja dia agar bisa cepat tidur nyenyak.
"Kelinci sudah 'kan? Tambah saja sejenisnya."
Kakaknya itu hanya menatap wajahnya dengan heran. Odette sudah tebak pemikiran gadis dihadapannya ini sangat dangkal. Begitu saja masih berpikir keras.
"Hamster, atau bahkan kucing sajalah." balasnya singkat.
"Kucing? Ide bagus. Aku pergi sekarang, kau tidurlah adikku tersayang."
Barulah Odette kambali bernafas lega usai pengacau pergi dari kamarnya. Kali ini dia berencana untuk mengunci pintu dari pada lengah saat tidur.
Lebih baik satu langkah lebih depan, ketimbang aku tertinggal?
* * *
"Apa perlu sepagi ini berdiskusi denganku?"
Braman mendengus kesal karena ulah pria muda ini. Masih sangat pagi, kenapa harus bertemu hanya untuk membahas gadis yang semalam.
Tuan muda itu benar-benar sudah kehilangan separuh akalnya. Padahal Baraman sudah tegaskan, kalau Odette itu bukan gadis yang akan bisa dengan mudahnya didapatkan.
"Tinggal katakan dengan detail, maka kau boleh kembali tidur."
"Sekarang katakan, kenapa dia memelihara hewan buas seperti burung Elang? Sungguh gadis yang aneh."
"Ayolah Tuan, itu hanya hobinya saja. Tanyakan langsung dengannya sana."
Senyum mengembang muncul pada wajah tampannya. Ide bagus terlintas seketika dalam benaknya usai Braman bicara begitu.
Perasaan tak karuan juga mengganggu pikiran pria paruh baya itu. Tiba-tiba saja dia merasa menyesal telah asal bicara pada orang minim pemikiran seperti Dexter.
"Satu pertanyaan lagi sebelum aku pergi. Tentang Odette, apa latar belakangnya?" tanya Dexter sangat ingin tahu.
"Dibandingkan dengan Nona Odesa, gadis itu jelas menang dalam segala hal. Sudahlah, aku masih mengantuk."
"Satu lagi, Braman!" henti Dexter.
Dengan berat hati Braman menghentikan langkahnya akibat ulah Dexter.
"Kenapa Odesa yang dijodohkan denganku? Ubah saja dengan Odette, aku akan langsung menurut." ujarnya percaya diri.
"Pemaksa sekali," timpal Liam, anak tertua sekaligus kakak satu-satunya Dexter.
"Kau yang punya hubungan dengan Odesa, kenapa malah aku yang dijodohkan."
Liam tertawa mendengar curahan hati adiknya itu. Dexter yang sangat keras kepala ternyata bisa sangat frustrasi hanya karena perjodohan yang dilakukan oleh orang tuanya.
Memang Odesa dengannya menjalin hubungan. Namun kedua orang tuanya hanya tahu tentang Dexter yang selalu sendirian dan butuh pendamping. Padahal jelas pria itu sama sekali tak suka dijodohkan.
"Apa kau mau dengar rencanaku?" tawar Liam memberi jalan keluar.
"Katakan saja."
"Buatlah kesepakatan dengan Odette. Menikahlah untuk mencapai keberhasilan bersama. Gadis itu juga nggak akan menolak."
Dexter tampak memikirkan kembali rencana kakaknya itu. Walaupun menguntungkan untuk dirinya, belum tentu Odette akan suka dan menerima.
Dia bukan orang pemaksa dan membuat orang yang dicintainya tersiksa. Gadis itu juga baru bertemu dengannya sekali, apalagi kesan pertama yang Dexter buat tak bagus.
"Aku pergi dulu, kau tolong sampaikan saat sarapan keluarga kalau aku sudah pergi berburu lebih pagi." ucap Dexter mengambil keputusan. barulah pria itu berlari meninggalkan kedua pria yang hanya tersenyum tipis melihatnya.
"Jangan lupa untuk buat Nona Odette merasa kau adalah pria yang baik. Dia gadis yang sangat angkuh asal kau tahu."
Liam memperingati Dexter sama halnya dengan apa yang Braman lakukan sebelumnya. Odette terlalu mandiri dan angkuh, Liam tak yakin adiknya itu bisa mendekatinya.
"Braman, kalau pernikahan mereka terjadi..."
Braman menganggukan kepala seolah tahu maksud ucapan Liam.
"Aku seperti melihat sedikit harapan yang sebelumnya nggak pernah kita bayangkan."
"Tenanglah Tuan, Dexter dapat melakukannya karena benar-benar jatuh hati pada Nona Odette."
Liam jelas tahu. Adiknya akan berusaha mendapatkan apa yang diinginkan.
Semoga kau berhasil. Setidaknya kedua keluarga kami nggak akan terpisahkan jika pesta pernikahan kalian dapat berlangsung.
"Kau menyerah, Tuan Liam?" ujar Braman.
Liam tersenyum tulus, sekarang yang ada pada pikirannya hanyalah mereka berdua.
"Mereka bersatu sangat bagus. Aku dan Odesa bisa terus bersama meski harus berdiam-diam untuk bertemu." ucapnya.
Braman menganggukan kepala paham. Liam selalu begitu. Dexter adalah adik kesayangannya meskipun dia sama sekali tak menunjukkan rasa sayang itu.
Bahkan dia tak memberontak saat kedua orang tuanya merencanakan pernikahan Dexter dengan Odesa tempo hari.
"Braman, tolong awasi Dexter dan Odette. beritahu aku kabar tentang mereka setiap harinya."
"Jika Dexter menyukai Odette, untuk apa menikah dengan Odesa? Aku akan membantu Adik-ku mendapatkan cintanya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments