Bersatu?

"Odette?"

Gadis yang dituju menoleh, namun menatapnya dengan raut wajah bingung. Seperti bukan dia orang yang sedang ditunggu olehnya.

"Kau menunggu seseorang? Apakah itu pria?"

Barulah Odette menetralkan kembali ekspresinya dan bergeleng pelan. "Hanya mengira kau orang yang sedang aku tunggu. Lupakan, ada apa?"

"Aku hanya kebetulan lewat, lama sekali nggak bertemu denganmu. Kau semakin cantik Odette..."

"Terima kasih, padahal nggak ada bedanya."

Balasnya, berusaha menepis terang-terangan pujian pria dihadapannya ini. Odette paling malas jika terlalu banyak dipuji. Bukan karena percaya diri, tapi itu memang sangat membosankan.

"Apa kau datang ke pesta nanti malam, Odette?"

"Datang, aku nggak mungkin melewatkan ini lagi. Tak ada yang bisa menindasku sekarang."

Pria itu tersenyum tulus sambil menyelipkan anak rambut Odette pada daun telinganya.

"Benar, Odette 'kan hebat. Kalau butuh bantuan jangan sungkan."

Odette hanya membalasnya dengan tersenyum. Walaupun merasa tak nyaman, tapi pria dihadapannya ini selalu berusaha jadi yang terbaik.

Mungkin memang dirinya saja yang selalu bersikap dingin dan tak menerima uluran tangan orang lain.

"Barata, kau selalu baik padaku. Maaf kalau aku terang-terangan menolakmu."

"Aku nggak memaksa keinginan hatimu, Odette. Membuatmu nyaman lebih baik dari pada memaksamu untuk bersamaku."

Membuatku nyaman lebih baik? Dia menyentuhku begitu saja tadi, jelas aku sudah nggak nyaman. Apa Barata tak mendapat pendidikan bangsawan dengan benar? Bagaimana bisa sesukanya menyentuh gadis lain.

Odette tak tahu harus berbuat apa. Barata selalu membuatnya terkejut dan menahan rasa amarahnya. Dia tak suka sembarang di sentuh oleh pria.

Jika tahu kawasan sungai ini sering Barata kunjungi, Odette jelas tak akan mau berada di sekitarnya. Lebih baik mengajak Dexter ketemuan di tempat lain.

Ah Benar! Aku hampir lupa tentang pria itu. Dimana dia sekarang...

Odette sampai lupa tentang Dexter. Pria itu belum juga menampakan wajahnya sama sekali. Apakah dia tak ingin bertemu, pikir Odette meneka.

"Odette? Apa kau punya pacar... "

"Huh? Tentu, tentu ada." potong Odette cepat, tak ingin Barata bicara lebih jauh tentang hal itu dan berharap.

Barata tersenyum sendu menatap wajah gadis dihadapannya ini. Gadis yang selalu dia ingin dapatkan namun terhalang status.

Jika saja keluarga Barata tak mengabdi pada pekerjaan, tentu dia bisa bahagia bersama Odette.

Keluarga Waterson terlalu mengabdi menjaga ketertiban sungai wilayahnya. Setiap generasi diharuskan menjaga masing-masing satu kekuasaan. Sangat merepotkan, pikir Barata.

"Andai saja aku bisa terlepas dari keluarga Waterson, mungkin kita bisa-"

"Tentu tidak bisa. Kau Barata Waterson, selamanya jadi bagian keluarga. Kenapa malah ingin lepas dari keluargamu."

Odette membantah ucapan Barata. Karena pasti pria itu mulai bicara sembarangan. Sudah ditolak beberapa kali rupanya Barata belum juga menyerah.

"Menurutmu bagaimana Odette? Apa kau mau menerima pria yang bukan dari kalangan bangsawan jika aku melepaskan margaku?" pria itu masih saja berusaha bicara lurus pada topiknya.

"Tentu saja tidak, karena Odette sudah punya pria sepertiku."

Dexter datang menimpali pembicaraan dengan sangat dingin. Raut wajahnya kembali pada setelan awal, sangat dingin dan seperti tak berperasaan.

"Dexter!"

Gadis itu nampak sangat senang dengan kehadiran Dexter. Barata sampai merasa cemburu karena jika bertemu dengannya bahkan Odette tak pernah memanggil namanya lebih dulu.

"Maaf Odette, aku terlambat."

Dexter mengulurkan satu tangannya guna membantu Odette bangun.

Dengan senang hati gadis itu menerima uluran tangan Dexter kali ini. Dia juga sudah muak bicara dengan Barata.

"Aku kira kau nggak datang..."

"Bagaimana bisa aku menolak ajakan darimu? Tentu aku harus datang!" ucapnya dengan sedikit keras, berharap kedengaran sampai rongga kuping terdalam pria yang bicara pada gadisnya.

Odette tersenyum mengembang saking senangnya. Entah mengapa adanya Dexter membuat hatinya merasa tenang. Walaupun baru saling mengenal, bersamanya lebih tenang yang Odette rasakan dari pada berdekatan dengan pria lain.

Hatinya seolah berkata, kalau Dexter adalah orang yang akan melindunginya. Jangan pernah jauh dari genggaman pria ini.

"Mari kita pergi? Tuan Barata, terima kasih untuk menemani Odette sebelumnya. Kau pasti sedang menjaga wilayah sungai Flora."

"Tanpa adanya kau, aku tetap menjaga Odette." jawab Barata ketus.

"Baiklah, kalau begitu aku dan Odette pergi dulu. Kami harus menghabiskan waktu bersama untuk hari ini."

Dexter menuntun Odette dengan menggenggam erat lengan gadis itu. Meninggalkan Barata yang menatapnya dengan sangat tidak suka. Entah tatapan apa itu, tapi yang pasti Dexter tak peduli.

Aku yang ditunggu olehnya, kau itu hanya membuatnya nggak nyaman. Masih saja berusaha untuk mendapatkan hati Odette.

Pria itu terus mencibir Barata karena tak juga sadar diri. Sudah jelas dihadapannya Odette merasa muak dan jengkel. Masih saja ingin mendapatkan hati gadisnya.

"Dexter, kita ingin bicara dimana?" tanya Odette saat sudah keluar dari kawasan Hutan.

"Dari pada di dalam sana, lebih baik ke taman istanaku saja." balasnya.

"Huh? Aku nggak mau. Nanti bertemu calon ibu tiriku bagaimana?"

Dexter menarik lengan Odette dan memeluk gadis berambut emas itu.

"Menikahlah denganku, maka pernikahan mereka nggak akan pernah terjadi."

Odette masih terdiam seribu bahasa akibat pelukan tiba-tiba Dexter. Apalagi pria itu langsung mengajaknya nikah dengan begitu mudahnya.

"Odette? Kenapa kau diam saja? Apa aku membuatmu tak nyaman?"

Dexter langsung melepas pelukannya karena takut gadis dihadapannya merasa tak nyaman. Dia hilang kendali barusan, makanya tak sengaja membawa Odette kedalam pelukannya.

"Maaf, Odette. Aku nggak bermaksud-"

"Nggak masalah." potongnya cepat, lalu mengeluarkan kotak besi berukuran kecil dari balik gaun miliknya.

Diberikannya kotak itu pada Dexter. Membuat pria itu penasaran dan langsung membukanya.

Raut wajah heran terpampang jelas padanya. Dapat Odette simpulkan, Dexter tak mengerti maksud dirinya yang memberi kotak berisikan cincin berlian.

"Benar, aku terlintas jalan keluar untuk membatalkan pernikahan kedua belah pihak keluarga. Aku nggak sangka, ternyata pemikiran kita sama." ujarnya.

Barulah dia paham dengan maksud Odette. Dexter tersenyum tipis. Dalam hatinya seperti ingin mencium bibir gadis itu. Tapi dia harus bisa menahan dirinya agar Odette nyaman.

"Odette? Berarti kita sama-sama setuju bukan?"

Gadis itu mengangguk mantap, "Kita harus membatalkan pernikahan mereka. Maka hanya bisa melakukan pernikahan kita sebagai jalan pintas!"

"Baiklah, kita umumkan saat pesta nanti malam. Apa kau ada keinginan lain, Odette?"

"Mm... Untuk pernikahan aku ada beberapa kesepakatan. Tolong kalau merasa bosan denganku, jangan cerai sebelum satu tahun pernikahan." ucapnya.

Dexter tersenyum padanya, pria itu mengecup punggung tangan Odette dengan lembut. "Dan aku punya perjanjian. Tolong jangan ada niat untuk berpisah dariku."

Terdiam, membeku, bisu seketika tanpa bisa bicara satu kata pun. Jelas Odette sedikit tertegun dan juga heran dengan ucapan Dexter.

Tapi tak terlalu dia pikirkan. Karena setidaknya untuk masalah pernikahan akan aman bersama pria itu. Untuk hari yang akan datang, biarlah berjalan sebagaimananya saja.

Odette hanya berharap pernikahan ayahnya akan gagal. Ibunya sudah terlalu banyak memikul luka yang diberikan oleh pria tua tak tahu diri itu.

Hati anak mana yang tak sakit melihat ibunya selalu tersakiti? Jika ada, mungkin hanya anak tanpa kasih sayang dari orang tuanya.

Bagi Odette, ibunya adalah separuh nyawanya. Jika ibunya tiada lebih cepat, gadis itu tak tahu bagaimana caranya melanjutkan hidup.

"Baiklah, karena kita sama-sama sudah mencapai tujuan, maka lebih baik kembali ke istana untuk istirahat." ujar Odette.

"Apa berlama-lama denganku membuatmu jengkel, Odette?" ucap Dexter dengan raut wajah sedikit kecewa.

Dexter merasa Odette sangat tidak suka melihat wajahnya. Padahal saat sedang bersama Barata tadi, Odette terlihat senang karena Dexter datang.

Apa itu semua hanya sandiwara yang dia buat? Apa benar Odette sama sekali nggak menyukaiku? Sakit sekali rasanya..

"Bukan, aku nggak bermaksud begitu. Hanya saja kita harus mempersiapkan argumen untuk pesta malam nanti bukan?"

"Dexter, kenapa kau salah paham denganku?"

Barulah Dexter kembali tersenyum usai mendengar pernyataan Odette.

Ternyata dia nggak benci padaku. Aku pikir dia hanya memaksakan dirinya untuk bicara denganku.

"Dexter..."

Odette menggenggam kedua tangan pria itu dengan penuh harap.

"Walaupun aku nggak mencintaimu, setidaknya masih ada banyak waktu bukan jika kita berhasil menikah nanti?" ucapnya.

Kaget? Jelas. Dexter sangat bahagia mendapat perilaku seperti itu dari Odette. Jantungnya hampir outside karena ulah gadis pirang itu.

"Odette, aku pastikan malam ini kita berhasil. Pernikahan kita akan terjadi dalam beberapa waktu dekat." ujarnya tegas dengan penuh keyakinan.

Odette dapat simpulkan bahwa Dexter benar-benar sangat serius dengan pernikahannya. Odette jadi takut membuat pria itu kecewa jika nantinya dia masih belum bisa mencintai Dexter.

Astaga, apa yang aku pikirkan? Ayolah Odette, kau mana peduli dengan perasaan seseorang. Yang terpenting pernikahan Ayah dibatalkan malam ini.

* * *

"Hei Braman, jangan berikan aku warna baju yang mencolok." keluh Liam.

Sudah satu setengah jam dia memilih pakaian untuk pesta nanti malam dengan bantuan Braman. Namun satupun belum juga mendapatkan yang layak.

Tapi tidak dengan Braman, menurutnya semua pakaian ini sangat layak. Hanya Liam saja yang terlalu pemilih.

"Lebih sulit mengurusmu dari pada Tuan muda..." balas Braman menyamakan dengan Dexter.

Liam berdecak pelan, lalu menatap jengkel ke arahnya. "Masa bodo dengannya. Sekarang, aku hanya ingin pakaian yang warnanya gelap sajalah!"

Pasrah Liam dibuatnya. Hanya mencari pakaian yang berwarna santai saja tidak dapat. Padahal tinggal berikan warna hitam apa susahnya Braman ini.

"Tuan Liam, pesta nanti malam ada para tetua. Kenapa kau mengenakan warna hitam?"

"Setidaknya warna biru tua... Mau tidak?" tawar Braman membujuk.

"Terserah saja. Hanya pesta Braman, kenapa orang-orang harus sampai sedetail itu?!" protesnya.

"Kau ini lupa ingatan atau memang pelupa? Malam ini acara pertunangan Ibumu!"

Braman sampai mengelus dada sabar menghadapi anak pertama keluarga Cyrus ini. Jika orang-orang menginginkan pekerjaan menjadi tangan kanan sepertinya, sungguh orang itu bodoh.

Lebih susah menghadapi sifat keras kepala kedua orang ini dari pada mengurus keamanan istana.

"Lupakan tentang pestanya. Bagaimana tentang Dexter?" ujarnya mengalihkan pembicaraan.

Braman menghela nafas pasrah, "Ya sepertinya begitu..."

"Begitu apanya?!"

Liam benar-benar jengkel sekarang. Braman ini memberi informasi setengah begitu, jika Liam membelah tubuhnya baru tahu rasa pria tua itu.

Sungguh memancing amarah sekali pria tua ini. Liam sepertinya harus mengontrol kesehatan mentalnya.

"Seperti yang kalian harapkan, aku berhasil." timpal Dexter muncul dari balik pintu kamarnya dan menghampiri mereka berdua.

Hening, Liam dan Braman hanya saling melempar pandang. Keduanya masih berusaha mencerna apa yang baru saja didengar.

Rasanya seperti tidak percaya. Dexter sangat pandai bicara, Braman dan Liam benar-benar tak dapat mempercayai pria itu.

Namun semakin diperhatikan, Liam tak menemukan kebohongan pada wajah adiknya.

"Benarkah itu?" tanyanya memastikan.

"Benar! Odette bilang ingin bekerja sama. Ayolah Kak, kau harus memuji adikmu ini." ujarnya membanggakan.

Liam memasang wajah waspada pasa adiknya, "Tidak... Kau harus buktikan nanti malam baru aku dan Braman percaya. Bukankah begitu, Braman?"

Braman menganggukan kepalanya setuju walaupun ada sedikit keraguan.

"Paman Braman tega sekali... Tapi itu bukan masalah besar. Nanti malam kalian akan melihat pertunjukan yang aku buat dengan hebat."

"Baiklah, terserah apa katamu. Aku harus pergi bertemu dengan Odesa sekarang, seharusnya dia sudah menunggu di taman milik Odette." ujar Liam segera bangkit dan akan pergi.

Namun Dexter menghentikan langkahnya, "Kak, aku ikut boleh?" pintanya dengan memelas.

Walaupun tadinya tak berpikir ingin mengajak Dexter, tapi kini Liam mengubah keputusannya.

"Baiklah kau ikut. Setidaknya aku tenang karena Ibu nggak akan curiga."

"Berangkat!" seru Dexter antusias sekali.

Dexter sudah tak sabar ingin bertemu Odette. Baru saja balik tapi sudah rindu ingin menatap gadis pirang itu lama-lama.

Sepertinya Dexter benar-benar sudah di butakan oleh cinta.

Odette, kau pasti penyihir. Kenapa aku semakin tak bisa menjauh darimu hanya dalam beberapa waktu saja? Dasar penyihir licik...

Terpopuler

Comments

Donny Chandra

Donny Chandra

Banyak air mata terbuang untuk cerita ini, tapi worth it!

2023-12-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!