Kicauan burung di sore hari membuat Odette terbangun dari tidurnya. Perlahan dia coba menggerakkan tangan. Duduk bersandar pada ranjang rumah sakit.
Lalu pandangannya teralihkan menatap pria yang tertidur dengan lelap.
Ternyata dia benar-benar nggak tinggalin aku... Pasti cape tidur di kursi begini.
Odette mengangkat tangannya membelai lembut rambut pria itu. "Dexter, apa kau nggak ada pekerjaan lain? Kenapa malah diam di sini?" ujarnya pelan.
"Aku menemanimu, apa lagi?"
Odette segera menarik kembali tangannya karena terkejut. Ternyata pria ini tidak tidur. Odette jadi menyesal menyentuhnya.
"Kenapa? Aku suka kau menyentuhku duluan, ayo, lakukan lagi Odette."
"A, aku, haus..."
Dexter mengambil air untuk Odette, "Minum perlahan, bagaimana keadaanmu setelah istirahat?"
"Seluruh tubuhku nggak begitu sakit. Sepertinya aku sudah sembuh, kapan bisa keluar dari sini?"
"Nggak boleh."
Odette mengernyitkan dahinya, "Kenapa? Aku sungguh merasa lebih baik..."
"Jangan paksa diri kau lagi, aku sungguh khawatir... Kau berlari menjauh dariku seperti tadi, lalu malah terjatuh dan pingsan."
Odette memperhatikan raut wajah Dexter yang sepertinya memang mencemaskan dirinya.
Dia khawatir sekali, ya? Mukanya sampai pucat begini, aku jadi merasa bersalah.
"Maafkan aku," ucap Odette.
Dexter mengernyitkan dahi karena ucapan Odette barusan. Gadis di hadapannya ini meminta maaf padanya, Dexter jadi kalang kabut memikirkan sesuatu.
Takut nanti Odette melakukan hal yang membuatnya khawatir lagi. Dexter begitu cemas tadi hanya karena melihat Odette meninggalkan dirinya.
"Maaf membuatmu khawatir, aku hanya nggak suka denganmu yang membawa banyak bangkai burung itu."
Dexter mengusap lembut punggung tangan Odette, "Aku janji nggak akan berburu lagi, kau harus mempercayai aku."
Odette menatap malas pria itu, seperti tak percaya dengan bualan manisnya. Kebiasaan buruk itu sudah melekat lengket pada diri Dexter. Odette benar-benar tak waras jika percaya padanya.
"Ayolah Odette... Aku sungguh nggak akan melakukan itu lagi." bujuk Dexter.
"Aku akan percaya nanti saja setelah menikah. Aku akan tinggal denganmu, barulah aku tahu kau masih sering melakukan itu atau nggak."
"Kalau begitu kita menikah sekarang?"
Odette sampai terbatuk mendengar serangan tiba-tiba Dexter. Enteng sekali dia mengajak dirinya menikah.
"Kau fikir pernikahan itu lelucon? Nggak bisa langsung begitu saja, ada tahapan persiapan pernikahan, kau tahu?"
Dexter terdiam tampak sedang memikirkan sesuatu. Membuat Odette merasa gelisah dengan apa yang akan pria itu lakukan lagi.
Seharusnya aku nggak banyak bicara kalau bersama Dexter, itu larangan. Kalau asal bicara Bisa-bisa Dexter langsung bertindak tanpa berfikir!
"Dexter, dengarkan aku..."
Odette menghela nafasnya, "Jangan terlalu terburu-buru, aku juga nggak akan mengingkari janji denganmu. Pernikahan harus di lakukan dengan benar sesuai aturan, jangan asal bertindak, paham?"
Dexter menganggukkan kepalanya, "Tapi tadi kau berlari dari mobilku,"
Merasa kesal dengan sifat Dexter yang selalu mengungkit hal yang menurutnya salah, Odette memukul lengan pria dihadapannya ini.
"Apa? Kau mau protes? Nggak boleh protes, itu hukuman karena kau terlalu rewel." cibir Odette.
Dexter tersenyum manis padanya, "Istriku galak sekali, ya?"
Odette menatap tak suka. Dexter ini semakin bertindak sesukanya saja. Belum menikah tapi sudah memanggilnya seperti itu, kurang enak di dengar kalau orang lain tahu.
"Oh ya, di mana keluargaku?" Odette penasaran.
Sebelum tidur tadi ibunya keluar karena tak ingin mengganggu. Tapi sekarang, Odette tak melihat keberadaan ibu dan kakaknya.
Walaupun tak ingin bertemu dengannya, di hati kecil Odette, tetap rindu sekali pada ibunya.
"Ibumu? Dia langsung kembali ke menara bersama dengan pria itu, dia terlihat kurang sehat... "
"Kurang sehat..."
Dexter memperhatikan wajah Odette yang termenung. Segera dia bangkit dan memeluk gadisnya.
"Jangan pikirkan itu lagi, ada aku di sini, aku juga bisa cemburu dengan ibumu loh!"
Odette terkekeh pelan seraya memukul dada bidang Dexter, "Apa kau bicara banyak dengannya?"
"Apa Odette-ku ini penasaran?" ejeknya.
Segera Odette melepas pelukan pria itu. Menatap malas padanya.
"Aku nggak bicara banyak dengannya, tapi Nyonya Yevania sudah memberi restu untuk pernikahan kita."
Dexter tersenyum tulus pada gadisnya, "Kau tahu? Dia berfikir kau sangat mencintaiku, ibumu sampai iri sekali padaku."
"Dexter.... Aku sungguh minta maaf." ucap Odette.
"Nggak apa-apa, lambat laun kau pasti akan mencintaiku Odette."
"Kau sangat baik, tapi aku sungguh tak berpikir untuk mencintaimu."
Rasanya seperti di tusuk berkali-kali namun tak mati. Hati Dexter terasa sakit mendengar ucapan Odette.
Melihat Odette yang terlalu jujur malah membuat hatinya terluka. Baru kali ini Dexter merasakan sakit yang begitu menyiksa.
"Odette, kau terlalu jujur."
Mendengar ucapan Dexter, Odette tersenyum padanya.
"Bukankah bagus jika aku jujur? Kau jadi nggak perlu takut aku akan mengkhianatimu..."
Dexter mengacak-acak rambut gadisnya, "Terserah apa kata kau saja. Bagaimana kalau aku perlihatkan sesuatu untukmu?"
Odette menatap heran, bingung dengan apa yang ingin Dexter lakukan. Pria ini selalu penuh dengan kejutan setiap harinya.
"Aku menyuruh Braman carikan pembuat cincin terbaik di kalangan konglomerat. Dia sudah datang setengah jam lalu, tapi aku suruh menunggu di luar karena kau sedang tidur."
"Oh... "
"Eh? Apa?!"
Odette membelalakkan matanya tak percaya. Sudah memanggil jauh-jauh kemari, penjual itu malah di suruh menunggu hanya karena Odette tertidur.
Dexter ini keterlaluan sekali, untung saja punya kuasa. Jika tidak mungkin penjual itu sudah memukul kepala pria ini dengan batu giok.
"Kenapa? Kau terkejut dengan hadiahku, ya?" ujarnya percaya diri.
Odette memukul lengan Dexter, "Cepat panggil penjual itu, kau ini..." geramnya.
"Baiklah, kau sudah segitunya nggak sabar?"
"Apanya yang nggak sabar? Kau menyuruh penjual itu menunggu lama, tapi malah santai begini!"
Dexter tertawa melihat reaksi yang Odette keluarkan. Odette semakin cantik saat sedang marah seperti ini.
"Vincent, masuklah!"
Seorang pria berbadan kekar dan terlihat masih muda masuk dengan membawa satu kotak mewah.
Odette yakin sekali, penjual itu pasti kenalan Dexter. Mereka terlihat seperti saling mengenal.
"Ah... Ternyata putri tidur sudah bangun, ya?" ujar Vincent.
"Maaf, kalau aku tahu Dexter memanggilmu, aku juga nggak akan tega menyuruhmu menunggu..."
Terlihat raut wajah heran dari Vincent. Namum setelah melihat senyum simpul Dexter, Vincent yakin sekali pria itu tengah menjahili Odette.
Tak di sangka Dexter bisa begitu jahil pada seorang gadis. Vincent sampai tak percaya melihat pemandangan seperti ini.
"Odette, kau salah paham sepertinya... Aku baru saja datang beberapa menit lalu, Dexter menjahilimu."
"Jadi kau bukannya sudah menunggu hampir setengah jam?"
Vincent menggeleng pelan, "Dexter hanya menjahilimu, sepertinya dia suka melihat kau kesal."
Odette beralih menatap kesal pria yang tengah tersenyum senang itu. Ingin sekali memukul kepalanya dengan kursi rumah sakit.
Merasa akan terjadi sesuatu yang buruk, Vincent menengahi sepasang kekasih ini. "Bagaimana kalau langsung memilih cincin? Odette, kau suka model yang seperti apa?"
"Aku? Aku suka cincin dengan ukiran yang memiliki nilai budaya." balasnya langsung memberitahu.
Vincen menatap kagum, "Wah, Dexter sepertinya mendapat istri yang nggak merepotkan..."
"Apa maksudmu?" Odette penasaran.
"Saat di tanya, kau langsung mengatakan apa kata hatimu. Bukankah berarti kau bukan tipe orang yang ribet?"
"Odette memang terlalu jujur, tapi kejujuran darinya membuat hatiku sakit." timpal Dexter mencibir.
Lihatlah itu, dasar tukang pengungkit...
Odette menatap jengkel Dexter. Selalu saja mengungkit hal yang tidak penting.
Sepertinya Odette akan mendapat banyak masalah setelah menikah nanti. Melihat Dexter yang cemburuan saja sudah membuatnya tak tenang.
"Bagaimana kalau cincin dengan ukiran burung Phoenix?" ujar Vincent.
"Phoenix? itu bagus, aku suka."
Vincent beralih menatap Dexter, "Bagaimana? Istrimu ini sudah memilih ukiran itu, kau ingin lihat model lain?"
"Sudah cukup, aku ikut apa yang Odette inginkan. Kau sudah boleh pergi sekarang, aku masih ingin berdua dengan Odette."
"Kau mengusirku sekarang?"
"Model yang di inginkan sudah ada, kau langsung saja kembali dan buat secepat mungkin." ucap Dexter acuh.
"Kalau tahu Odette sangat simple, aku nggak akan membawa kotak berat ini... Tapi bukan masalah besar, aku akan segera membuat cincin pernikahan kalian!"
Vincent berlalu keluar dengan sangat antusias. Dexter sampai bergeleng kepala melihat dia yang lebih bersemangat tentang pernikahan ini dari pada dirinya.
Dexter ikut duduk pada tepi ranjang rumah sakit, "Itu cincin pernikahan kita, kau jangan pernah melepasnya setelah aku pakaikan."
"Aku hanya akan melepasnya satu kali saat kita berpisah. Kalau masih bersama, kenapa aku harus melepasnya?"
Dexter tersenyum manis dan mengecup singkat dahi Odette.
Tentu gadis itu tak siap dengan serangan tiba-tiba darinya. Odette sampai terdiam beberapa detik berusaha mencerna apa yang terjadi.
"Kau pencuri!"
"Aku mencuri apa? Hanya mencium istriku, apa aku langsung di bilang pencuri?" ejeknya.
Odette memegangi dahinya, "Kau menjengkelkan!"
"Kalau masih marah, bibirmu yang aku cium nantinya." kecam Dexter.
Tangannya beralih menutup mulut dan menatap Dexter dengan tajam. Odette mencibir Dexter dalam benaknya, sungguh pria menyebalkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments