Siang hari yang begitu terik, namun tak menghentikan seorang Dexter yang sangat hobi memburu hewan liar.
Tak peduli sinar matahari yang menyilaukan mata tajamnya, bahkan sedikit membakar kulitnya, namun selagi hatinya belum merasa puas, maka tetap terus melanjutkan aktivitas ini.
"Aku sudah memburu berbagai jenis burung, tapi aku sama sekali nggak berani memburu Elang." keluhnya.
Benar, semenjak tahu Odette begitu menyayangi jenis burung itu, setiap kali burung sejenisnya lewat, Dexter mengacuhkan keberadaan hewan itu.
Tentu pria itu juga takut salah sasaran. Tapi sebenarnya Dexter dapat membedakannya, burung yang dirawat oleh Odette sangatlah bagus dan besar, berbeda dengan yang terlantar.
"Masa bodo dengan burung yang terlantar, aku tetap nggak akan menembak burung itu..."
Menurutnya mau yang terlantar atau yang terawat, tetap saja mereka sejenis. Dexter tak akan memgambil tindakan besar.
Jika Odette melihat dirinya yang masih suka menembak kawanan burung, takut gadis itu semakin membencinya.
"Hal itu yang aku takutkan..."
Merasa sudah sedikit lelah akibat terlalu lama memutari hutan, pria itu memutuskan untuk beristirahat sebentar dan membersihkan diri di sungai.
Segera Dexter memasukan para bangkai hasil buruan kedalam karung padi yang sudah dipersiapkan.
Jika ingin berburu, tentu selalu menyiapkan karung padi untuk menyimpan bangkai. Kalau menggunakan karung biasa, bau anyir darahnya akan tercium sepanjang jalan.
Dexter jelas tak ingin kendaraan mewah miliknya terkena kotoran. Dia sangat benci hal itu, tempat yang kotor.
Barulah Dexter berjalan dengan membawa karung padi untuk diletakkan di bagasi mobil. Setelah selesai, pria itu menuju sungai untuk membersihkan diri.
Sepanjang jalan sangatlah sepi, namun terdengar begitu banyak suara hewan yang tinggal di hutan. Bahkan kicauan burung mengiringi langkahnya hingga ke tepi sungai.
Saat hendak membuka pakaian miliknya, pandangan Dexter terfokuskan pada seseorang di ujung sungai ini.
"Gadis itu..."
Merasa familiar dengan apa yang dilihat, gadis dengan tinggi badan dan rambut bewarna emas seperti Odette, membuatnya semakin penasaran.
Samperin atau tidak? Kalau diam saja, aku juga bisa mati penasaran!
Dengan penuh kesadaran, Dexter memutuskan untuk menghampiri gadis yang tengah mengambang sembari merentangkan tangannya di atas air.
"Odette?" ujarnya.
Gadis itu pun membuka kedua matanya dan melihat pria yang tengah berdiri pada batu sungai sambil menatapnya.
"Ah, ternyata benar itu kau..."
Dexter? Dia disini, berarti sedang berburu bukan... malas sekali bertemu dengannya.
"Ada apa?" balas Odette.
Dexter ikut turun kedalam sungai dan bersandar pada bebatuan, "Kenapa sendirian disini? Aku hampir mengira ada mayat yang mengambang."
Berani juga gadis ini sendirian di hutan. Padahal sudah jelas hutan ini tanpa adanya pengawasan, tapi Odette dengan beraninya masuk dan bahkan berenang di sungai sedalam ini.
Tak disangka Dexter menyukai gadis yang begitu angkuh. Bukan hanya berparas cantik, orang seperti Odette ternyata punya keberanian di atas rata-rata bangsawan wanita lain.
"Odette, apa kau baik-baik saja?" tanya Dexter perhatian.
Odette segera memposisikan tubuhnya yang terlentang, barulah mereka saling menatap satu sama lain.
"Tentu, hanya masalah kecil, nggak akan membunuhku juga."
Dexter mengulum senyumnya mendengar jawaban ketus gadis dihadapannya ini.
"Baiklah, terserah apa katamu. Bagaimana kalau sekarang ikut aku pergi ke hutan Flora saja?" ajak Dexter, berniat membawa gadisnya ke tempat yang sangat indah.
Odette bergeleng pelan, "Itu kawasan Barata, dia sedang berada disana sekarang. Nanti kalau bertemu dengannya, kau pasti terus mengungkit hal itu..."
Sudah dapat menebak apa yang akan terjadi jika pria ini bertemu dengan saingan cintanya. Setiap bicara pasti akan menyebut nama Barata beberapa kali.
"Memang aku nggak suka melihat wajahnya, tapi aku sungguh ingin bawa kau ke tempat itu."
"Aku nggak percaya... Berhentilah merengek, aku masih ingin lanjut bersantai." tolak Odette masih membantah keinginan Dexter.
Namun bukan Dexter namanya jika menyerah begitu saja. Pria itu malah mengangkat tubuh Odette ke atas pundaknya seperti karung beras.
"Dexter! Aku masih ingin berendam, kau turunkan cepat?!"
Tak peduli Odette yang memukul pundaknya dengan memberontak, Dexter tetap naik ke permukaan dan berjalan menuju mobilnya terparkir.
"Diamlah Odette, nggak baik berendam terlalu lama. Kau bisa flu nanti, jangan merepotkan kakakmu."
Barulah gadis itu terdiam usai mendengar ucapannya. Dexter sampai terheran kenapa bisa diam begitu, padahal tadinya jelas memberontak kuat.
Apa karena aku mengancamnya? Tapi aku hanya asal bicara saja, kenapa dia malah benar-benar menurut dan diam?
Hingga sampailah pada kendaraan miliknya, Odette baru diturunkan dengan perlahan oleh Dexter.
Pria itu membuka pintu mobil depan, "Ayo kita pergi, Odette."
Odette langsung masuk saja tanpa bicara atau membantah perkataan Dexter. Sampai pria itu benar-benar memikirkan apa yang membuat gadis ini terdiam.
Usai memasang sabuk pengaman pada Odette, Dexter segera melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang.
Hutan Flora tak jauh dari kawasan terlarang ini. Hanya beberapa menit perjalan saja juga sudah sampai.
"Odette, kenapa kau diam saja?" tegur Dexter.
Pria itu menghela nafasnya panjang karena Odette tetap diam dan tak menjawab pertanyaan darinya. Entah apa yang mengganggu pikiran gadis ini.
Setelah di acuhkan beberapa kali olehnya, Dexter tak lagi bicara dan hanya fokus menyetir. Sementara Odette sudah merasakan ada yang aneh pada mobil ini.
Aku mencium bau anyir darah. Tapi kenapa di mobil Dexter? Apa pria ini habis berburu liar lagi?
Terlihat Odette beberapa kali mengusap hidungnya karena merasa terganggu. Dan karena itulah dari tadi dia berdiam diri.
Sebelum masuk ke mobil pun, Odette sudah mencium aroma anyir itu. Sepertinya Dexter berpikir gadis ini tak akan menyadarinya.
"Kenapa kau menyentuh hidungmu terus? Apa sudah muncul tanda-tanda flu? Aku bilang juga apa, kau jangan keras kepala..."
Odette menoleh kesamping menatap Dexter dengan dingin, "Aku tahu apa yang kau sembunyikan. Lebih baik turunkan saja aku disini, cepat."
Terlihat raut wajah bingung pada Dexter. Masih coba mencerna apa yang dikatakan Odette barusan.
Terlebih ekspresi yang ditunjukkan olehnya, begitu tak bersahabat.
"Sembunyikan apa maksudmu?"
"Dexter, aku sangat benci darah... Kau habis berburu, aku tahu itu."
Dexter segera memberhentikan mobilnya di tepi jalan, kemudian beralih menghadap gadisnya.
"Aku nggak tahu kau benci darah. Tapi Odette, tahanlah sebentar sampai kita tiba-"
"Aku bilang, aku benci darah!" bentak Odette memotong ucapan Dexter.
Dexter tak menyangka Odette bisa bersikap seperti ini. Entah trauma apa yang di alami olehnya, tapi Dexter tidak tega membiarkan Odette turun di tengah jalan.
Pria mana yang akan melakukan hal itu? Jika memang ada, bukan Dexter orangnya. Sungguh tidak bertanggung jawab sekali.
"Odette, tetaplah di mobilku. Aku akan turun dan membuang semua bangkai burung itu." Segera Dexter turun dan membuka bagasinya.
Sementara Odette, tengah berpikiran kacau bukan kepalang akibat ucapan Dexter barusan.
Burung katanya? Apa dia memburu para burung lagi? Tapi... Kenapa harus burung...
"Apa baginya ini menyenangkan? Bagaimana bisa dia melakukan kejahatan ini hanya untuk kesenangan semata..."
Odette turun dari mobil, dia berlari kencang dengan mengangkat gaun panjangnya hingga sebatas lutut.
Sontak Dexter pun melirik kedepan karena suara pintu mobil yang begitu keras. Matanya terbelalak usai melihat Odette yang sudah berlari meninggalkan dirinya.
Tanpa lanjut menurunkan karung pada bagasi, pria itu langsung bergegas mengejar langkah gadisnya yang sudah lumayan jauh.
"Odette, ada apa?! Jangan berlari begitu, nanti kau terjatuh!"
Pekiknya cemaa, terus saja berteriak sambil berusaha mengejar langkah gadis itu. Tak disangka Odette bisa berlari sangat cepat, Dexter saja sampai kesulitan mengimbangi.
Mendengar suara Dexter yang berada tepat tak jauh di belakangnya, Odette memperlambat kecepatan, semakin melambat dirinya juga semakin melemah.
Bruk,,
Tubuhnya tersungkur begitu saja pada jalan bebatuan yang lumayan kasar. Hingga dahinya tergores dan mengeluarkan sedikit darah.
"Odette!"
Melihat darah segar yang mengalir pada wajahnya, tubuh Odette bergetar hebat.
"J- jangan... Dexter, tolong aku..."
Dexter segera menghampiri Odette yang sudah tak sadarkan diri. Dengan cepat pria itu menggendong tubuh Odette dan berlari kembali ke mobilnya berada.
Kemudian Dexter melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Bahkan dia tak memikirkan jalanan yang begitu kasar akibat banyak bebatuan kecil.
Yang ada di pikirannya saat ini adalah, bagaimana caranya dengan cepat kembali ke istana.
"Odette, bertahanlah..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments