Mobil yang ditumpangi Dexter dan Odette memasuki perkarangan istana keluarga Cyrus.
Dari kejauhan sudah ada yang memperhatikan kedatangan mereka. Menatap penuh kewaspadaan dari balik jendela besi istana.
"Dexter membawa seorang gadis?" gumamnya.
Wanita itu terus memperhatikan ke arah luar. Tepat dimana Dexter membawa seorang gadis yang begitu cantik masuk kedalam istana.
Tak ingin kalut dalam rasa penasaran, wanita itu memutuskan untuk menghampiri Braman dan menanyakan tentang apa yang telah terjadi.
"Braman, siapa gadis itu?" tanyanya penasaran.
Braman membungkuk hormat padanya, "Nona Odette, putri kedua keluarga Yeva, Nyonya."
"Jadi dia adalah anak dari Yevania, istri pertama kekasihku?"
Tak dapat dipercaya, putri dari saingan cintanya malah begitu dekat dengan Dexter.
"Nyonya, sebaiknya anda tanyakan langsung dengan Tuan muda Dexter. Saya tak dapat bicara banyak..."
Peringat Braman kepada Nyonya besar keluarga Cyrus. Hester, ibu dari Liam dan Dexter.
"Sulit dipercaya... Anak keras kepala sepertinya bisa jatuh hati pada seorang gadis?"
"Saya juga tak menyangkanya. Namun, Nona Odette memang begitu cantik dan baik hati, wajar Tuan muda begitu mencintainya."
Hester menatap tak percaya, apa yang baru saja dia lihat seolah mustahil terjadi.
Dexter, anak yang selama ini hanya memikirkan kesenangan saja. Ternyata bisa dengan begitu beraninya membawa seorang gadis ke istana.
"Braman, katakan padaku ini bukanlah halusinasi..."
Braman menunduk hormat, "Ini bukanlah halusinasi Nyonya, Putra anda benar-benar mencintai gadis itu..."
Barulah Hester mempercayai apa yang telah terjadi. Braman juga tak mungkin berbohong padanya.
Hanya saja ini semua terjadi begitu tiba-tiba. Jika sudah seperti ini, apakah Hester harus mengalah demi kebahagiaan anaknya.
Tidak mungkin dia egois dan tetap melanjutkan pernikahan dengan Wilson. Sementara anak mereka saling mencintai.
Melihat raut wajah kegelisahan pada Hester, Braman menjadi cemas.
"Anda tak apa, Nyonya?" tanya Braman.
Hester segera bergeleng pelan, "Tak apa... Kau lanjutkan pekerjaanmu, aku akan kembali ke kamar."
Braman menunduk hormat sebelum akhirnya wanita itu pergi.
"Bagaimanapun juga, naluri seorang ibu akan selalu menang. Nyonya begitu ingin menikah, namun ada keraguan pada hatinya setelah melihat putranya mencintai gadis itu."
Dexter dan Odette berhasil. Mereka benar-benar membuat kedua orang tuanya mengalah.
Braman ikut tersenyum bangga atas itu. Kini yang perlu dia lakukan hanyalah menjaga Odette dan Dexter sampai pernikahan mereka terjadi.
......................
"Ini kamarmu?"
Odette memperhatikan seluruh ruangan dengan selidik. Tak menyangka kalau kamar pribadi Dexter begitu banyak lukisan.
Dapat Odette simpulkan, pria itu pencinta seni dengan segala keindahannya.
"Benar, apa ada yang nggak kau suka pada properti kamarku?"
Segera Odette bergeleng mendengar ucapan Dexter.
Lagipula untuk apa dia tak menyukainya. Ruangan ini milik Dexter, apa hubungannya dengan Odette yang suka atau tidak.
"Katakan saja Odette. Setelah menikah ini juga kamarmu, aku nggak ingin kamu merasa terganggu."
Odette seketika terdiam, dan Entah mengapa seperti ada listrik yang menyambar jantungnya.
Dia mulai berpikir untuk segera mengambil tindakan dengan kesehatannya. Semakin hari jantungnya lebih sering bereaksi.
"Jangan mengubah apapun, Dexter, aku nggak keberatan dengan barang milikmu." ucap Odette.
Barulah pria itu tersenyum, "Setelah Braman membawa pakaian ganti dan sendal, aku akan bawa kau melihat koleksi lukisanku."
Lukisan? Apa Dexter suka melukis? Aku pikir orang sepertinya hanya suka melukai hewan liar yang ada di hutan...
Melihat wajah Odette yang sepertinya tak percaya pada ucapannya, Dexter segera memberitahukan kebenarannya.
"Bukan lukisan hasil tanganku, aku hanya mengoleksi dari hasil pelelangan saja..."
"Ah... Aku juga nggak percaya kau bisa melukis." balas Odette.
Tak dipercaya Odette menyindirnya terang-terangan. Padahal Dexter hanya suka menikmati hasil karya dari pada membuatnya.
Odette ini... Walaupun nggak bisa melukis, aku juga punya bakat lain bukan?
Tok, Tok, Tok,
Keduanya menoleh bersamaan usai suara ketukan itu.
"Masuklah Braman,"
Barulah Braman masuk dan memberikan apa yang Dexter pinta untuk dibawakan.
"Terima kasih, Paman Braman, maaf aku merepotkan dirimu..." ucap Odette jadi merasa tak enak.
"Itu memang tugasnya Braman, kenapa kau peduli padanya?"
Odette tersenyum kikuk pada pria itu. Padahal hanya bicara seperti itu untuk menghormati yang lebih tua.
Jangan bilang Dexter juga cemburu dengan Braman? Yang benar saja pria ini...
"Tak apa, Nona Odette jangan sungkan..."
Braman pergi meninggalkan ruangan usai mengatakan itu. Dia tak ingin menghadapi rasa cemburu berlebihan Dexter.
Terlebih, pria itu menatapnya dengan sangat tajam saat Odette berterima kasih padanya. Sungguh berlebihan, cibir Braman.
"Odette, ganti pakaianmu. Aku menunggu disini."
Odette menerima pakaian dari Dexter. Berjalan masuk kedalam ruang ganti milik pria itu.
Walaupun dress yang diberikan Dexter panjangnya hanya sampai lutut, Odette menyukai itu karena tak mempersulit saat berjalan.
Setelah selesai mengganti pakaiannya, Odette keluar dan menghampiri Dexter yang tengah merapihkan tempat tidurnya.
"Dexter, pakaian yang kau berikan sangat indah!"
Dexter segera menoleh menatap Odette yang sepertinya sangat senang dengan pakaian berwarna ungu muda itu.
"Cantik nggak?" tanya Odette.
Dexter menatap sendu wajah cantik gadis dihadapannya. Memperhatikan setiap anggota tubuh pada wajah Odette.
Menatapnya seolah seperti berada dalam dunia mimpi. Odette ini bukanlah manusia, melainkan bidadari yang sedang reinkarnasi.
"Cantik. Sangat cantik, bagaimana bisa secantik itu?"
Odette membuang pandangannya, "Aku bilang, dress ini cantik nggak? Kenapa kau malah menatapku..."
"Kau lebih menarik perhatianku, Odette. Dress itu nggak ada apa-apanya."
Deg,,
Kenapa lagi jantungku? Aku mohon, jangan saat sedang bersama Dexter kambuhnya. Nanti aku harus tanyakan pada dokter istana.
Gadis itu masih saja berpikir getaran jantungnya di akibatkan karena penyakit.
Odette tak menyadari, sebenarnya karena bersama Dexter lah, jantungnya berdetak begitu cepat.
"Oh ya! Kau bilang, akan membawaku melihat lukisan koleksi itu?"
Dexter tersenyum manis, lalu menggenggam telapak tangan Odette dan membawanya menuju ruangan itu.
Odette hanya mengikuti kemana Dexter menariknya. Pria itu nampak antusias sekali ingin menunjukkan koleksi lukisan miliknya.
Tanpa disadari sudut bibirnya terangkat. Tersenyum melihat Dexter yang seperti anak kecil. Ternyata membuatnya bahagia sangatlah sederhana.
Setelah menuruni tangga dari kamarnya, tibalah mereka pada ruangan yang berada dekat lorong taman.
Setelah masuk kedalam, Odette terdiam menatap sekeliling ruangan yang penuh dengan lukisan familiar.
Bagaimana tidak familiar? Ternyata lukisan yang Dexter koleksi adalah semua hasil karya yang dia buat.
Selama ini Odette hanya melukis dan mengirim hasil karyanya pada acara pelelangan tanpa hadir disana.
Tak disangka orang yang selalu menunggu karyanya, adalah pria yang akan menikah dengannya dalam beberapa waktu dekat ini.
"Dunia begitu sempit bukan?" ucap Odette pelan.
Dexter segera menoleh menatap gadisnya, "Kau bicara apa, Odette?"
"Kau mengoleksi ini semua? Apa kau yang selalu mengirim surat itu padaku?"
Pria itu semakin heran dengan apa yang Odette bicarakan.
Banyak sekali pertanyaan yang muncul dalam benaknya. Surat apa? Kenapa dia menanyakan hal itu?
"Dexter..."
"Apa kau tahu? Ini semua lukisan yang aku buat..."
Dexter terdiam dan tak mampu membuka suaranya.
Selama ini Odette lah, orang misterius dari balik karya indah yang selalu ingin dia temui. Gadis ini yang selalu menerima surat darinya untuk segera mengeluarkan karya terbaru.
Lukisan yang penuh dengan makna penderitaan. Tak disangka Odette yang membuatnya.
Segera Dexter memeluk gadis dihadapannya, "Aku nggak tahu kau semenderita ini."
Membeli dan mengoleksi seluruh lukisan ini memang Dexter yang melakukannya. Karena yang dia tahu hanyalah pembuat karya ini begitu terpuruk, maka dari itu Dexter selalu mengirimkan surat dukungan.
Semua lukisannya begitu mengandung kesedihan. Tak disangka, orang seperti Odette yang begitu angkuh saat pertama kali bertemu dengannya,
Adalah orang yang memendam penderitaan sebesar ini.
"Dexter, selama ini kau membuatku hidup."
Odette mengeratkan pelukannya, "Aku membuat lukisan itu saat terpuruk, dan karena surat darimu, aku bertahan dengan terus membuat lukisan terbaru."
"Aku senang kalau kau berhasil melewati ini semua. Kedepannya, ada aku yang menemanimu."
Dexter mencium pucuk kepala Odette dengan lembut. Hingga gadis dihadapannya ini sedikit terkejut.
"Ada apa, hm?" tanya Dexter.
Odette mendorong dada Dexter pelan, "Tunggu, sepertinya aku harus segera kembali ke istana foniks!"
"Mendadak sekali, apa ada yang harus kau lakukan?"
Odette segera menganggukan kepalanya cepat, "Benar, aku harus segera menemui dokter istana..."
"Kau sakit? Baiklah, aku suruh Braman antarkan kau kesana."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments