Cinta Embun Malaya
"Asri membutuhkan bantuanku dek."
"Tapi Bang, aku mau bicara sebentar saja..!!" Dinara mencekal lengan Bang Alan agar dirinya tidak pergi.
"Apa dek?? Bisa nanti saja atau tidak??" Tanya Bang Alan mencemaskan sahabatnya sejak di bangku SMA.
Tak ada yang bisa di lakukan pria yang biasa di sapa Pongge saat melihat sahabatnya beradu mulut dengan kekasihnya.
"Sepertinya aku hamil Bang." Jawab Dinara pelan.
"Apa katamu?? Hamil?? Kamu yakin itu anak ku???" Bentak Bang Alan.
"Laan.. rendahkan suaramu..!!" Kata Bang Pongge mengingatkan kemudian menghisap rokoknya.
Bang Alan mencengkeram kedua pipi Dinara dengan tekanan jemarinya. "Kalaupun kita melakukannya.. itu hanya sekali, semua tidak sengaja. Mana mungkin kamu hamil. Siapa laki-laki yang menidurimu??? Cepat katakan..!!"
"Sudah Lan.. semua sudah kejadian. Mau satu kali kamu melakukannya kalau memang takdirnya dia ingin ikut denganmu ya sudah. Itu takdirmu. Tanggung jawab lah kamu..!!"
"Enak saja. Aku pasti di jebak Ge." Jawab Bang Alan. "Kau pulangkan dia ke orang tuanya, aku mau lihat keadaan Asri. Tadi dia nangis di telepon."
Bang Pongge berdiri kemudian mengambil kunci motor Bang Alan yang masih menempel pada motornya dan segera menggenggamnya. Ia menatap wajah sahabatnya dengan tajam.
"Jangan buat masalah jadi semakin panjang. Kita berdua ini bergantian jaga Arra. Pak Anom tidak tau kalau kamu pacaran sama Arra. Sekarang Arra hamil. Dimana tanggung jawab mu c*k?? Aku sudah pernah bilang jangan macam-macam apalagi bawa anak panglima menginap di puncak. Kamu kira aku tidak tau kejadian malam itu????" Tegur keras Bang Pongge.
"Mana kuncinya?? Aku mau pergi..!! Kalau kau mau dengan perempuan macam Arra ya silakan saja. Perempuan baik-baik tidak akan menjebak dengan cara licik seperti itu." Kata Bang Alan kemudian merampas kunci di tangan Bang Pongge kemudian pergi meninggalkan sahabat dan juga kekasihnya.
"Baaaangg.. Abaaaaang..!!!!!!" Teriak Dinara histeris. Gadis itu benar-benar kalut dan begitu ketakutan. "Abaaang.. ini anak Abang." Dinara sesenggukan melihat kekasihnya pergi meninggalkannya. Dinara terduduk lemas tanpa bisa berbuat apapun.
Bang Pongge mengulurkan tangannya tapi Dinara tidak menyambutnya. Bang Pongge pun segera membantu Dinara untuk berdiri dan membawanya ke dalam mobilnya.
:
Sepanjang jalan Dinara hanya menangis meratapi kebodohannya. Lama kelamaan Bang Pongge tidak tahan juga melihat pemandangan itu.
"Sudah tiga bulan ya?"
Dinara mengangguk sembari mengusap air matanya yang berlelehan.
"Saya sudah bilang sama kamu. Jangan ikut Alan saat dia sedang mabuk. Kamu tidak mau dengar saya. Saya tau apa yang terjadi sama kamu tapi saya bisa apa? Alan sudah mempersiapkan berkas pengajuan nikah kalian lalu berniat bilang ke orang tuamu tentang keseriusannya, maka dari itu saya tidak ikut campur. Itu ranah pribadi kalian."
"Papa pasti akan membunuhku..!!" Dinara menahan tangisnya. Ia menyentuh perutnya yang memang kini sudah terlihat menyembul saat duduk.
"Sabar ya.. saya akan coba carikan jalan keluarnya." Bang Pongge membawa Dinara berjalan-jalan agar sedikit melupakan perasaannya yang tengah kalut.
...
Sampai di rumah panglima.
Pak Anom sedang berbincang dengan Pak Teo, sahabat Papa Anom semasa muda dulu. Disana sudah ada Bu Syila dan juga Bu Imas istri Pak Teo yang juga ayah dari Bang Pongge.
"Ini dia mereka sudah datang."
Tak jauh disana terlihat Bang Alan sudah bergabung bersama rekan anggota yang lain.
"Seperti yang aku bilang, aku tidak mau berlama-lama. Lebih baik kita lakukan pertunangan ini secepatnya. Menikahnya bisa nanti kalau Arra sudah lulus kuliah." Kata Papa Teo.
"Haaah???" Bang Pongge masih ternganga saking kagetnya.
"Tu_nang_an???" Dinara yang mendengarnya langsung syok. Bagaimana mungkin dirinya yang berbadan dua hasil perbuatan bodohnya dengan pria lain bisa bertunangan dengan pria yang sama sekali tidak di cintainya. "Nggak.. aku nggak mau Pa.. nggak mauuu..!!!!"
bruugghh..
"Arraaaaa.!!!"
Bang Pongge sigap menahan tubuh Arra tapi tidak sengaja blousenya tersingkap hingga terlihat perut Dinara yang sedikit membuncit. Mata Papa Anom memicing. Mama Syila terhuyung mundur dalam ketakutannya sendiri.
"Mbak Imas, coba tolong periksa Arra..!!" Pinta Papa Anom pada Mama Imas yang juga sebenarnya adalah seorang bidan.
:
Mama Imas gemetar. Beliau duduk berhadapan dengan semua orang yang menatapnya penuh tuntutan jawaban.
"Apa dugaan saya benar?? Apa Alan perlu saya bawa kesini??" Tanya Papa Anom.
Papa Teo sudah mengepalkan jarinya tidak mengalihkan pandangan dari putranya yang bersikap tenang dalam situasi seperti ini.
"Lebih baik begitu Bang." Jawab Mama imas.
Tak lama Bang Alan datang dengan wajah penuh kecemasan.
Suara Mama Imas bergetar tapi kenyataan harus di ungkapkan. "Arra hamil. Sekitar tiga bulan."
Papa Anom memejamkan matanya berusaha menekan emosi yang meledak di dalam dada. "Kalian pasti tahu siapa yang selama ini dekat dengan Arra." Kata Papa Anom.
Bang Alan dan Bang Pongge masih terdiam. Bang Pongge pun tidak ingin salah bicara meskipun sebenarnya hatinya berontak karena tidak tega melihat Dinara menangis.
"Jangan nangis kamu Arra. Siapa yang mengajarimu jadi wanita j****g????" Bentak Papa Anom.
Mata Bang Pongge terpejam, jujur saja hatinya terasa sakit tapi dirinya pun sadar masih memiliki kekasih meskipun dirinya tau akhir-akhir ini hubungannya dengan sang kekasih sedang tidak begitu baik.
Arra menghapus air matanya berusaha tegar tapi hatinya pun hancur karena Bang Alan tidak segera mengakui perbuatannya.
"Siapa bapaknya???????" Papa Anom kembali membentak Arra.
Arra menarik nafas panjang menguatkan hatinya. "Tidak ada Papanya, Arra tidak tau siapa Papanya. Arra mabuk." Jawab Arra.
Jantung Papa Anom berpacu cepat. Beliau berdiri di hadapan putrinya dan tanpa di sangka Papa Anom melayangkan tamparannya sekeras mungkin, sekuatnya seumur hidupnya.
plaaaakk..
"Papaaaaa.." pekik Mama Syila kemudian berlari melindungi putrinya. "Mama yang salah Pa. Mama yang tidak bisa mendidik anak. Tampar Mama saja..!!"
Papa Anom meremas dadanya. Nafasnya seakan berhenti sejenak. "Aku tidak pernah mengharapkan dia ada. Lanang yang membuatmu nyaris meregang nyawa sudah membuatku trauma. Kelahiran Arra untuk kedua kalinya juga hampir membuatmu meninggalkan ku. Inikah balasannya untuk perjuangan mu?? Aku tidak pernah minta Arra menghargai ku tapi jika lahirnya akan menampar wajahmu seperti ini lebih baik aku tidak punya anak seperti Arra. Gugurkan saja kandungannya..!!"
Bang Pongge dan Bang Alan langsung berlutut tapi Bang Alan masih terdiam seribu bahasa tanpa pengakuan apapun.
"Papaaa.. istighfar Paaa..!!" Pekik Mama Syila.
"Keluar kamu dari rumah ini Arra..!!"
"Mas.. sabar dulu Mas. Kita bicara baik-baik..!!" Bujuk Papa Teo. Beliau sudah paham betul dengan sifat sahabatnya itu.
"Pulanglah Mas, saya minta maaf atas kejadian ini." Papa Anom sampai menunduk menahan malu di hadapan Papa Teo.
Kilas mata Bang Pongge penuh kemarahan. Ia menarik tangan Bang Alan keluar dari ruangan. Papa Teo pun menahan amarah melihat sikap putranya.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
rahasiawakt_u
aku mampir Thor
jgn lupa mampir di ceritaku
Terima kasih
2023-12-03
1
Lili Suryani Yahya
Yeaaa karya baruuuu Mba Nara..
2023-12-01
1
Nabil abshor
haaay,,,,, maaap aku telat datang,,,,, 😁😁🙏🙏
2023-11-25
1