2. Caraku melindungi.

"B******n kau Lan..!! Kau tidak lihat bagaimana menderitanya Arra?????"

"Aku tau Lan. Tapi aku belum berani menikah." Jawab Bang Alan.

Bang Pongge sudah melayangkan tinjunya tapi ia segera menepisnya kembali. "Ini berarti secara tidak langsung kau mengakui perbuatanmu khan?"

"Aku titip Arra, aku janji akan membiayai anakku. Tolong aku Ge.. tolong..!!" Bang Alan terlihat sangat ketakutan.

Siapa sangka Bang Pongge melayangkan tinjunya tepat menghantam wajah Bang Alan hingga pingsan. Bang Pongge pun segera berlari masuk ke dalam rumah dinas Panglima.

:

Pak Anom begitu sulit di tenangkan. Mama Imas memeriksa keadaan Mama Syila yang sudah tidak sadarkan diri.

Secepatnya Bang Pongge menarik Arra yang sudah lemas meremas perutnya. "Saya minta maaf Panglima. Semua salah saya.. ini anak saya. Saya yang menghamili Arra. Saya akan bertanggung jawab..!!"

Papa Teo memejamkan matanya kemudian menunduk dan mendudukkan sahabatnya.

"Atas nama putra kandungku Puger.. aku minta maaf yang sebesar besarnya. Ternyata aku lah yang tidak bisa mendidik putraku Mas. Maukah Mas menerima ku sebagai besanmu?? Kita nikahkan mereka..!!"

Arra menangis histeris. Ingin bibirnya menolak tapi Bang Pongge memeluk dan mencegahnya. "Uusshh.. Sudah dek.. jangan menangis lagi. Saya menyayanginya. Kamu harus mengingatnya.. anak ini anak saya.. anak Letnan Puger." Bisik Bang Pongge menenangkan Dinara.

"A_baaang..!!"

"Sudah.. hentikan air matamu..!!"

:

Bang Pongge berhadapan dengan Papa dan Mamanya. Ia menekuk kakinya meminta restu pada kedua orang tuanya secara pribadi.

"Saya harap Mama menangis bukan karena tidak merestui pernikahan saya dan Arra. Tolong do'akan putramu ini Ma.. Pa."

"Papa tau apa yang sedang kamu lakukan." Kata Papa Teo.

"Karena sudah tiga tahun ini saya mengenal Arra lebih dekat. Saya tau semua ini bukan sepenuhnya kesalahannya Pa. Saya tau siapa ayahnya.. saya juga tau bagaimana sifat Arra. Biarkan Arra berkubang lumpur, saya yang akan mengangkatnya. Tolong hargai keputusan saya Pa."

Mama Imas memeluk Bang Pongge. Ia mengusap rambut putranya hingga rapi. Ada senyum di balik rasa sedihnya.

"Tolong sayangi istriku ya Ma.. Sayangi cucu di perut istriku.. demi aku putramu yang bandel ini..!!" Pinta Bang Pongge.

Mama Imas tak sanggup berbicara apapun. Beliau mengangguk kemudian mengangguk kemudian memeluk putranya.

"Selama kamu ikhlas, Mama juga ikhlas. Selama kamu bahagia, Mama juga bahagia. Hidup Mama hanya asal anak-anaknya bahagia."

Papa Teo memeluk istri dan putranya. "Syukur Alhamdulillah.. enam bulan lagi kita punya cucu Ma."

Mama Imas tersenyum kemudian mencium pipi Bang Pongge. "Allah yang balas kebesaran hatimu Le."

"Insya Allah."

...

Dinara pingsan sempurna setelah sah menjadi istri Letnan Puger Riwangsa .S. Papa Anom pun bersandar dengan pikiran melayang-layang.

Di sudut lain, Bang Alan meneteskan air mata kepedihan melihat gadis yang sebenarnya sangat ia cintai menjadi istri sahabatnya sendiri tapi hatinya memang belum siap untuk memikul tanggung jawab sebagai seorang suami juga seorang ayah.

"Bawa Arra pergi dari sini..!!" Perintah Papa Anom.

"Baik Pak. Saya akan membawanya pergi." Jawab Bang Pongge.

"Mulai besok.. kau masuk Batalyon..!! Pakai Skep lokal dulu.. Skep resmi menyusul."

"Siap."

:

"Ge.. ini uang untuk memeriksakan kandungan Arra." Bang Alan menyerahkan uang sekitar dua juta rupiah pada Bang Pongge namun sahabatnya itu mendorong uang tersebut.

"Lancang sekali kamu mengurusi anak dan istri orang? Simpan saja untuk memperhatikan Asri. Kau sayang sekali sama sahabatmu itu khan?"

"Jangan begitu Pot. Aku berhutang budi padamu karena kamu menikahi Arra." Jawab Bang Alan.

Bang Pongge tersenyum sinis kemudian membidikan bola matanya melirik tajam ke arah Bang Alan.

"Tidak ada hutang budi di antara kita. Hubungan mu dan Arra sudah berakhir. Sekarang Arra adalah Nyonya Puger Riwangsa. Apapun yang menyangkut tentang dirinya dan bayi yang ada di dalam kandungan nya adalah tanggung jawab saya. So.. Kalau kau mau mengganggunya, pikir dua kali.. atau kamu akan berhadapan dengan saya..!!" Ancam Bang Pongge kemudian kembali masuk ke dalam rumah dinas Panglima untuk menjemput Arra.

Satu buah pick up Batalyon sudah terparkir untuk membawa beberapa barang milik Arra.

"Ijin Dan, nanti barangnya mau di letakan dimana? Rumah dinas belum ada." Kata seorang anggota mudi.

"Saya sudah ijin Danyon, nanti tolong di masukan ke dalam mess transit sebelah kiri. Besok saya minta rumah dinas sambil mengajukan surat permohonan nikah." Jawab Bang Pongge.

"Siap Danton."

...

"Kenapa Abang bertanggung jawab atas perbuatan yang tidak Abang lakukan?"

"Jodoh dari Tuhan tidak ada yang tau. Kenapa kita tidak jalani saja semuanya dengan ikhlas?" Kata Bang Pongge.

"Terima kasih atas bantuan Abang tapi Abang tidak usah sok baik. Semua laki-laki di dunia ini sama saja. Nanti jika sudah tiba saatnya, mereka akan membuang membuang wanitanya sekalipun itu istrinya demi wanita lain, dia pasti akan kasar jika sudah menyesal menikahi wanita itu." Jawab Arra masih terdengar frustasi.

"Papamu begitu?? Apa pernah Papamu berniat meninggalkan Mamamu demi wanita lain??" Tanya Bang Pongge membungkam mulut Dinara. "Pernahkah Papamu kasar sampai menyakiti Mamamu??"

Dinara menatap ke arah tepi jalan raya. Tidak hentinya air mata mengalir di pipinya. Bang Pongge menepikan mobilnya

"Mau apa berhenti disini?" Tanya Dinara menoleh ke arah pria yang sudah menjadi suaminya.

"Anak ku pasti lapar. Dari siang belum makan." Jawab Bang Pongge.

Mendengarnya, hati Dinara menjadi terbolak balik.

"Mau makan apa nih. Semua warung tenda. Cocok atau tidak dengan seleramu?" Dengan santainya Bang Pongge menawari Dinara sembari membalas pesan dari Danyonnya.

"Cocok Bang. Arra mau sate kambing, bubur ayam, nasi goreng, es buah sama tahu sumedang. Ini uangnya Bang." Arra memberikan uang dari dompetnya tapi Bang Pongge sudah keluar dari dalam mobil dan berjalan menuju semua makanan yang di minta Dinara tanpa bertanya.

:

Bang Pongge hanya menyantap tahu telur saja sambil sesekali melihat Dinara yang sedang melahap bubur ayam. Mereka makan di dalam mobil karena bingkai mata Dinara sembab akibat terlalu banyak menangis.

"Jangan terlalu banyak sambal..!!" Bang Pongge menjauhkan mangkok sambal dari Dinara.

Dinara melanjutkan acara makannya, Bang Pongge pun tersenyum melihat Dinara masih mau makan di balik prahara yang sempat menghantamnya tadi sore.

"Makan yang banyak biar si dedek cepat besar. Besok kita check up ke dokter ya.. Abang mau lihat di dedek lagi apa di dalam sana." Ajak Bang Pongge.

Dinara meletakan mangkok buburnya. Rasa sedih kembali menghantui dirinya. Disaat Bang Pongge bersemangat dengan kehamilannya justru Bang Alan menolak kehadiran buah hatinya.

"Kenapa diam? Apa buburnya masih panas?" Tanya Bang Pongge kemudian mengambil mangkok bubur Dinara dan mengaduknya karena Dinara sudah mengaduknya tadi.

"Nggak Bang, terima kasih. Arra bisa sendiri." Tolak Dinara.

"Haruskah sekaku itu sama Abang?"

.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Eka elisa

Eka elisa

mklum bng...kn tdi dkty pcr y alan ko nikh y ma abng poge....autho prlu pnyesuain diri bng...mskipn dirimu suami nya....

2024-01-16

2

Eka elisa

Eka elisa

nasip bng poge kyk abang ku mnikah dgn temen y yg hmil dgn orang lain tpi saat ini juga abng ku syng bgt ma ank istri y bhkn abng ku gk py ank lgi cumn ank itu aj yg saat ini di asuh smp dewasa..bhkn mreka idup bhgia...

2024-01-16

2

Najmah Aulia Raziq

Najmah Aulia Raziq

semangat dalam berkarya mba nara,saya selalu mengikuti karya mba nara mulai di ujung peluru sampai yg terbaru...kisahnya berkelanjutan semua..walaupun harus di ingat² dulu 😊😊🥰🥰

2024-01-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!