Bab.18

Sementara di tempat lain, Hikmal sudah sampai dirumah. "Dek? Katanya kaki lo sakit? Lo tidak apa-apa kan?" tanya Hikmal sambil menuju kamar Hamdan. 

Mata Hikmal terbelalak saat melihat Hamdan terbaring di lantai dengan mulut yang pucat, dengan panik Hikmal membawa Hamdan keatas ranjang. 

"Dek lo kenapa? Apa yang terjadi? Dek! Bangunlah!" 

Teriak Hikmal sambil terisak, Hikmal berusaha membangunkan Hamdan yang masih setia menutup matanya. Hikmal sudah menghubungi dokter agar memeriksa Hamdan, Hikmal benar-benar khawatir sesuatu terjadi dengan Hikmal. 

"Loh Mal, kenapa dengan Hamdan?" tanya Malik melesat masuk kedalam kamar. 

Hikmal menggelang sambil menangis. "Tidak tahu Yah, tadi Hikmal sampai disini Hamdan sudah seperti ini. Tadi temanya bilang kalau Hamdan merasakan sakit pada kakinya, Hikmal tidak tahu apa yang terjadi dengan Hamdan." Hikmal masih setia berada disamping Hamdan tanpa beringsut sama sekali. 

"Astaga Mal! Kaki Hamdan terlihat bengkak, tidak hanya itu bahkan sedikit terluka. Sepertinya ada yang menendang kaki Hamdan," ucap Malik saat memeriksa kaki Hamdan. 

Rasa khawatir berubah menjadi amarah, jika benar ada yang sudah mencelakai Hamdan maka orang tersebut harus merasakan sakit yang Hamdan alami. 

"Ayah ambil kompres dulu Mal, sambil menunggu dokter datang. Semoga saja habis dikompres Hamdan mau bangun," tutur Malik bergegas menuju dapur. 

"Dek bangun! Lo harus bicara sama gue! Siapa yang sudah berani melakukan ini sama lo Dek! Ayo bangun Dek!" Hikmal masih berusaha membangunkan Hikmal. 

Hingga Malik datang membawa sebuah kompres, semanjak kejadian kemarin Malik mendadak berubah. Malik yang selalu membenci Hamdan kini berubah, Malik justru perhatian dengan Hamdan. Seperti saat ini, Malik begitu telaten mengompres kaki Hamdan. 

"Bang?!" 

Dengan lemah Hamdan akhirnya sadar, Hamdan memanggil Hikmal yang masih terisak. 

"Dek? Lo bangun? Butuh apa? Minum?" tawar Hikmal membuat Hamdan mengangguk. 

Hikmal menyodorkan minuman pada Hamdan, Hikmal terus melihat ekspresi Hamdan yang seolah menahan perih. 

"Ayah? Sudah tidak perlu diteruskan, nanti juga bakal membaik. Hamdan sudah tidak apa-apa, makasih sudah mau merawat Hamdan. Maaf sudah merepotkan," ucap Hamdan sambil tersenyum ke arah Malik. 

Malik menatap Hamdan dengan lekat, butiran air bening keluar begitu saja. "Siapa yang sudah melakukan ini padamu? Katakan padaku? Aku akan membalas semuanya, maaf kemarin sudah membuatmu sakit hati." Malik mulai terisak merutuki perbuatannya. 

"Sudahlah, Ayah tidak perlu seperti ini. Lo juga Bang, gue sudah gak papa kok." Hamdan menepuk pundak Hikmal sambil tersenyum. 

"Gapapa gimana? Orang lo terlihat pucat begitu, tadi pasti ada anak yang sudah melakukan kekerasan sama lo kan? Atau lo dibully lagi? Bilang Dek!" 

Dokter datang membuat Hikmal tidak mendapat penjelasan dari Hamdan, apalagi Hikmal juga Malik harus keluar atas perintah dokter. 

"Gimana Dok? Apa baik-baik saja?" tanya Hikmal saat dokter keluar. 

Dokter Anang tersenyum, "tidak apa-apa, hanya kamu perlu menjaganya. Luka pada kaki Adikmu itu sengaja dilakukan, dia bahkan mengakui jika tidak terjatuh. Orang yang tiba-tiba sakit kakinya hingga lebam dan bengkak tidak mungkin terjadi sesuatu, sekarang biarkan Hamdan istirahat terlebih dahulu. Kalau begitu saya permisi dulu," pamit Dokter Anang. 

"Terimakasih Dok," Jawab Hikmal. 

Malik mengantarkan Dokter Anang sampai kedepan rumah, sementara Hikmal mengeluarkan ponselnya. Ada beberapa pesan dari Wawan yang membuat Hikmal otomatis membukanya, benar saja Wawan mengirim beberapa foto saat Hamdan dibully. 

"Jadi benar ini Darwin yang sudah melakukan? Awas aja lo! Berani-beraninya lo menyerang Adik gue saat lemah begini! Tunggu ganjaran dari gue!" gumam Hikmal mengepalkan tangannya. 

Beberapa menit Hikmal membiarkan Hamdan istirahat, hingga jam makan sore Hikmal membawa makanan ke dalam kamar Hamdan. 

"Makan Dek, lo pasti laper kan? Mau gue suapin atau makan sendiri?" tawar Hikmal meletakkan makanan di meja sebelah Hamdan berbaring. 

Hamdan berusaha untuk duduk. "Sudah dari tadi sih Bang, habis lo gak peka banget. Gue tungguin gak masuk-masuk, untung gue gak mati kelaparan." Hamdan mencomot makanan begitu saja. 

"Tadi Dokter Anang bilang lo harus istirahat, makannya gue biarin lo istirahat. Yaudah makan habisin, oh ya Dek besuk kayaknya gue gak ada dirumah deh. Kalau Ayah yang jagain lo gimana? Gue tau lo pasti canggung, apalagi kita tidak biasa akrab sama Ayah. Tapi Ayah terlihat sudah berubah, gue rasa ini kesempatan lo dekat sama Ayah." Hikmal menatap Hamdan yang asik menyuap makanan kedalam mulutnya. "Dek, gue gak tahu apa yang sudah menimpa lo. Gue hanya ingin apapun yang terjadi jangan membuat lo semakin terpuruk, lo harus kuat. Kalau perlu lo harus lawan apa yang mesti dilawan, habis ini minum obat dan istirahatlah. Gue keluar dulu, sekalian mau ngomong sama Ayah." Hikmal mengelus puncak kepala Hamdan membuat Hamdan tersentuh. 

Semenjak kejadian itu membuat Hamdan tidak terbuka lagi dengan Hikmal, Hamdan bukannya tidak ingin mengatakan. Hanya saja Hamdan tidak ingin membuat Hikmal khawatir, seperti hari ini. Meskipun Hamdan tidak tahu bahwa Hikmal sudah mengetahui semuanya, Hamdan menghembuskan nafasnya mulai menangis. 

"Ayah? Besok Ayah tidak ada kegiatan kan? Hikmal titip Hamdan ya? Hikmal besok ada kegiatan jadi tidak bisa dirumah, apalagi Ibu tidak ada libur sama sekali. Ini liburan pertama Hamdan dirumah, jadi aku tidak ingin terjadi sesuatu dengan Hamdan." Hikmal menghampiri Malik yang sedang menyesap kopi diruang tamu. 

"Tidak, lagipula besok hari libur niatnya Ayah mau cari kerjaan. Ayah ingin meninggalkan dunia hitam, juga menebus kesalahan Ayah. Memang kau ingin kemana?" tanya Malik. 

"Bagus, semoga Ayah segera mendapat pekerjaan. Biasa anak muda, Hikmal ke kamar dulu Ayah." 

Ucap Hikmal berlalu menuju kamarnya, sebenarnya Hikmal dan Hamdan memiliki kamar sendiri. Semenjak Hamdan kehilangan kakinya, Hikmal memilih untuk menemani Hamdan. Selain Hikmal takut Hamdan melakukan sesuatu, Hikmal juga tidak perlu bolak-balik saat mengurus Hamdan. 

Hikmal membaringkan tubuhnya sambil memikirkan hal apa yang akan Hikmal berikan pada Hamdan, sebenarnya bisa saja Hikmal memikirkan hal itu dikamar Hamdan. Hanya saja Hikmal yakin bahwa Hamdan sedang membutuhkan waktu untuk sendiri, bukan mendapat hal untuk membalas dendam pada Darwin justru hal lain yang terlintas dalam pikiran Hikmal. 

Hikmal yang masih penasaran dengan rahasia antara Hanum dengan Ratna Ibu kandungnya membuat Hikmal ingin mencari sesuatu, ya Hikmal akan mencari sebuah petunjuk dikamar Hanum. Tidak mungkin Hanum menyembunyikan sesuatu tersebut diluar, pasti didalam kamar ada sesuatu yang Hikmal dapatkan. 

"Loh Mal? Kok sudah keluar? Gak jadi tidur?" sapa Malik ternyata masih setia diruang tamu. 

Hikmal menggaruk tengkuknya. "Mau ke kamar Ibu kebetulan badan Hikmal agak gak enak, Ibu kan biasanya nyimpen minyak kayu putih di kamar makannya Hikmal mau ngambil Yah." 

Malik hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suara lagi, hal itu membuat Hikmal bergegas menuju kamar Hanum. Tidak lupa Hikmal mengunci kamar Hanum agar Malik tidak curiga, dan tidak sembarangan masuk. Hikmal mulai menggeledah tempat-tempat yang menurutnya ada sesuatu petunjuk, hingga mata Hikmal menangkap sebuah benda. 

"Kotak? Tapi bukan kotak perhiasan, apa ini petunjuk?" gumam Hikmal meraih kotak tersebut. 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!