Bab.3

Berisik! 

Teriak Hikmal dengan lantang, Hikmal menatap satu persatu murid yang sudah mengejek Hamdan. Menguliti hidup-hidup sang pembully, sang pembully memilih ngacir pergi meninggalkan tempat tersebut. Selain takut dengan Hikmal, mereka tidak ingin menjadi babak belur. 

"Sudahlah Bang, mereka semua benar. Buat apa kita ambil pusing, lebih baik lo bawa gue ke kelas. Gue panas nih," perintah Hamdan sambil menunjuk kepalanya yang terpampang sinar matahari. 

Hikmal menghembuskan nafas kasar, "kalau dibiarkan mereka bakal ngelunjak! Mereka gak punya hak buat ngatain lo seperti itu, gue tetap gak terima kalau lo dikata-katain. Yaudah gue antar lo sampai kelas, kalau ada yang macem-macem, lo bilang saja sama gue." Hikmal mendorong kursi roda Hamdan menuju kelasnya. 

Hamdan terdiam tidak ingin menjawab perkataan Hikmal, Hamdan dan Hikmal memang berbeda kelas. Beda jurusan juga, Hamdan dengan otak berliannya memilih jurusan IPA. Sedangkan Hikmal yang mempunyai otak pas-pasan masuk jurusan IPS, ya jurusan ini menjadi pembeda mana yang pintar dan mana yang pas-pasan. 

"Kemarin kemana Bro? Kok lo bolos sekolah? Biasanya kalau bolos sekolah selalu ngajakin, nah lo kenapa sendirian?" tanya Solikin saat Hikmal masuk kedalam kelas. 

Hikmal menaruh tasnya, "adek gue masuk rumah sakit, ini yang lain belum pada dateng? Si Wawan? Cahyo? Darko? Mereka belum juga dateng?" Hikmal menatap serius manik mata Solikin. 

"Hah? Kenapa adek lo? Kok lo gak bilang sama kita sih? Lo kayak gak punya temen saja, biasa mereka lagi malakin adek kelas. Lo tumben gak ikutan?" Solikin berdiri sambil menatap Hikmal penuh kecewa. 

Hikmal menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Itu gak penting, gue sedang butuh informasi lain. Kita hampiri saja mereka," ajak Hikmal bergegas keluar. 

Brian membuntuti Hikmal dari belakang, ya mereka sudah hafal dimana teman-temannya berada. Jadi tidak perlu bersusah payah mencari keberadaan teman-temannya, mungkin efek libur sehari membuat Hikmal lupa jika teman-temannya memalak adik kelas. Kebiasaan memalak memang sudah dilakukan saat mereka dulu pernah menjadi korban pemalakan, grub mereka  berdiri dari berbagai konflik serta masalah. 

Dulu mereka sering dibully juga diperlakukan tidak baik oleh kakak kelas, hanya Hikmal yang selalu menantang. Sampai akhirnya mereka ikut membela Hikmal menantang kakak kelas, dari situlah mereka mulai menjadi anak nakal. Mereka sering memalak adik kelas, tapi tidak membully. 

"Buruan berikan sekarang! Lo terlihat tidak miskin, kenapa lo gak mau ngasih duit? Mau gue perawanin lo," ucap Wawan sambil menodong salah satu adik kelas yang mengenakan hijab. 

Adik kelas tersebut nampak sedikit ketakutan. "Apaan sih Kak? Kalau ngomong jangan asal jeplak dong, gue benar-benar tidak bawa uang. Dompet gue ketinggalan dirumah, yakali buat apa gue bohong. Kalau gue ada tanpa lo ancampun gue kasih," jelas adik kelas tersebut. 

Wawan tidak terima dengan apa yang sudah adik kelas itu ucapkan, dengan sekuat tenaga Wawan melempar tubuh adik kelas tersebut. 

Bugh! 

Adik kelas tersebut menabrak badan Hikmal, sampai tubuhnya luruh ke lantai. 

"Lo ngapain nabrak gue? Mata lo gak rabun kan?" tanya Hikmal menatap adik kelas tersebut dengan seksama. 

Adik kelas tersebut menunjuk ke arah Wawan. "Itu orang yang sudah membuat gue nubruk lo Kak, itu orang bahkan minta gue uang. Padahal gue benar-benar tidak punya juang," jelas adik kelas tersebut. 

Hikmal memandang Wawan. "Sini lo! Ngapain lo susah payah malak orang yang gak punya uang? Lo cuman mau godain cewek ini doang hah?!" ucap Hikmal membuat Wawan nyengir. 

"Ya gitu bos, habis dia cantik plus gemesin." Wawan terlihat menggaruk tengkuknya. 

Hikmal menoyor kepala Wawan. "Dasar lo buaya! Sekarang kumpul, cari yang lain! Gue tunggu di belakang sekolah," ucap Hikmal yang langsung dilaksanakan Wawan. 

Hikmal melenggang pergi meninggalkan kelas tersebut, Hikmal memang sengaja meninggalkan pelajaran. Apalagi jadwal pagi ini matematika, membuat rasa malas dalam diri Hikmal semakin tumbuh. 

"Ada apa Bos? Kenapa kita kumpul disini? Biasanya nyari tempat lain," ucap salah satu anak buah Hikmal yang bernama Udin. 

Hikmal menoleh, memasukkan kedua tangan kedalam saku celana. "Apa salah satu diantara kalian ada yang tahu sekolah mana yang suka tawuran?" 

"Itu SMK Moza sama SMK Belter Bos, memang kenapa tiba-tiba lo tanya soal begituan? Lo mau tawuran?" jawab salah satu diantara mereka yang bernama Sigit. 

Wajah Hikmal memerah, "biasanya mereka tawuran setiap hari atau hanya diwaktu tertentu saja?" 

"Hari ini mereka akan tawuran Bos, " jelas Sigit.

"Jam berapa? Lo tahu pimpinan mereka? Entah yang Moza atau Belter? Gue perlu tahu orang yang sudah ngebuat Hamdan kehilangan kakinya berada di kubu mana," tutur Hikmal membuat semua saling pandang. 

Sigit mendekati Hikmal. "Jadi Hamdan begitu gara-gara kena sabet salah satu senjata? Emang ciri-cirinya kayak apa? Lo ingat? Gue bakal siap bantu lo, bahkan gue berani menaruhkan nyawa gue." Sigit mengepalkan tangannya. 

"Putih, biasa pakai topi, pakai jaket hoodie, mulutnya ada tusuk gigi, singatt gue itu." Nafas Hikmal naik turun setiap kali mengingat pelakunya. "Sayang waktu itu gue gak sempat ngejar bocah tengik itu, gue keburu syok ngeliat kaki Hamdan putus." 

"Rendra! Namanya Rendra Bos, dia dari kubu Moza." Sigit membuat mata Hikmal berbinar, tidak menyangka bahwa Hikmal akan secepat ini mengetahui pelakunya. 

"Kita bakal ada di kubu Belter, lo tidak usah khawatir Bos. Pimpinan ini sahabat gue sendiri, sudah dari orok gue sahabat dengannya. Jadi kita tidak akan kesulitan lagi," imbuh Sigit membuat Hikmal semakin semangat. 

Hikmal memandang satu persatu temannya. "Ada yang ingin mundur? Ada yang ingin disekolah saja? Gue gak mau kalian ngelakuin ini karena terpaksa, kalau kalian memang tidak berani lebih baik diam di sekolah. Tenang saja gue tidak akan memecat kalian dalam geng ini kok," ucap Hikmal membuat semua menggeleng. 

Bravo mengacungkan tangannya, "maaf Bos, boleh ijin ke kamar mandi dulu gak Bos? Gue pengen boker," terang Bravo membuat yang lain tertawa. 

"Masih pagi begini boker, sudah sana buruan. Yang lain bersiap! Gue nebeng, gue gak bawa motor tapi bawa mobil." Hikmal memberikan instruksi. 

Mereka berjalan menuju parkiran, sementara Wawan harus menunggu Bravo terlebih dahulu. Mereka akan menemui Reyhan dari kubu Belter, biar bagaimana mereka butuh pasukan. 

Kalau kubu lawan bisa diajak bekerja sama, Hikmal tidak perlu kesusahan mencari pasukan lagi. Lagi pula mana ada anak yang mau diajak tawuran, Sigit mengajak mereka di sebuah basecamp tempat dimana Reyhan berkumpul dengan pasukannya. 

"Siapa lo? Mau apa lo kemari?" tanya salah satu teman Reyhan yang berjaga di pintu. 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!