Hikmal terus berjalan kala Malik tidak mengeluarkan sepatah katapun, Hikmal memilih untuk pulang. Hamdan pasti sudah menunggunya sejak tadi, benar saja Hamdan masih setia di depan pintu.
"Bagaimana Bang? Apa Ibu ketemu?" tanya Hamdan begitu khawatir.
Hikmal mengacak rambut Hamdan. "Tenanglah, Ibu bawakan makanan untuk kita. Sekarang kita makan, lo juga ngapain disini? Lo itu harus istirahat, bandel sekali!" gerutu Hikmal sambil mendorong kursi roda menuju meja makan.
"Gimana gue bisa tenang, lo hampir 2 jam gak balik Bang. Gue takut lo kenapa-napa, sudah gitu Ibu juga tidak bisa dihubungi. Gue gak mau kejadian beberapa tahun itu terulang kembali, lo tiba-tiba datang dalam keadaan tidak sadar diri. Bahkan Ibu sampai frustasi lo gak bangun-bangun Bang, eh ternyata lo kebanyakan minum." Hamdan menepuk jidatnya sendiri mengingat kejadian beberapa tahun silam. "Udah gitu Ayah marah-marah, bilang bahwa Ibu tidak becus mengurus lo Bang. Bahkan Ayah sudah membawa parang, mau menghabisi Ibu."
Hikmal hanya tersenyum sambil menggaruk tengkuknya. "Ya maaf Dek, sudahlah tidak perlu dibahas. Intinya kan sekarang gue sudah balik dirumah, lo kayak gak pernah ngerasain jatuh cinta setelah itu di sakiti saja. Namanya juga anak muda," protes Hikmal mulai menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.
"Ya kalau jatuh cinta mah pernah, mending lo sudah bisa pacaran. Lah gue, bertepuk sebelah tangan parah mana coba? Bang gue salut sama lo, gue dengar-dengar sekarang lo sudah berubah." Hamdan ikut menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.
Hikmal tidak menjawab, memilih meneruskan makan hingga makanan itu tandas. Lagipula berbicara saat makan itu tidak baik, itulah yang selalu Hanum ajarkan.
"Denger dari mana?" tanya Hikmal membawa piring ke wastafel untuk dicuci.
"Lo itu sudah terkenal Bang, setiap apa yang lo lakukan pasti bakal langsung viral."
"Bisa gitu? Padahal gue bukan artis, terkenal kalau gue ini nakal? Baguslah, setidaknya tidak ada yang macam-macam lagi sama lo. Istirahatlah Dek," perintah Hikmal yang membuat Hamdan menurut.
Hikmal memang sejak dulu terkenal oleh kenakalannya, apapun yang akan Hikmal lakukan pasti langsung tersebar. Entah siapa yang menyebarkan hingga kini Hikmal tidak tahu, Hikmal juga tidak ingin ambil pusing. Selesai mencuci piring Hikmal memutuskan untuk membersihkan diri, tidak lupa memenuhi kewajibannya.
Kerongkongan Hikmal terasa kering, Hikmal memutuskan keluar untuk minum. Samar-samar Hikmal mendengar suara seperti domba, tapi suara itu semakin keras.
"Astaga Dek! Gue pikir lo kambing! Ngapain sih nyanyi begitu?" Hikmal terlonjak kaget mendapati Hamdan yang sedang bernyanyi.
Hamdan hanya tersenyum, terus melanjutkan menyanyi tanpa menjawab pertanyaan Hikmal. Dendangan musik dangdut membuat Hikmal tidak tahan, Hikmal ikut berjoget ala-ala Rhoma kelapa.
"Hufh! Capek Dek, sudah lama gak kayak gini. Terakhir kapan ya Dek? Eh itu kayaknya Ibu deh yang pulang, biar gue saja Dek. Biasanya kan lo yang selalu bukain, sekarang gue saja."
Hikmal berlalu sambil berjalan membukakan pintu, benar bahwa itu Hanum Ibunya. Ya tadi Hikmal sudah tahu bahwa Intan merupakan anak majikan Hanum, Hikmal menghampiri mereka berdua.
"Gak mau masuk dulu? Makasih ya udah nganterin Nyokap gue, lo berani kan pulang sendirian?" tawar Hikmal membuat Intan spontan tersenyum.
"Ya sama-sama, berani kok. Kapan-kapan saja deh, kalau gitu saya permisi dulu ya Bi. Gue cabut dulu Mal," pamit Intan kembali menuju mobilnya.
"Bu? Masuk saja, aku mau anterin Intan sampai rumah. Ini sudah malam, takut kenapa-napa." Hikmal bergegas menuju motornya yang sudah terparkir di garasi.
Hanum hanya tersenyum menanggapi perhatian Hikmal, padahal Hikmal belum tahu saja bahwa Intan ini jago bela diri. Tapi Hanum memang sengaja tidak memberitahu Hikmal, Hanum memilih masuk kedalam rumah.
Intan merasa ada yang membuntuti, ternyata itu merupakan Hikmal. Intan tersenyum, terus melajukan mobilnya hingga sampai rumah. Sementara Hikmal hanya mengantarkan sampai gang masuk rumah saja, melihat Intan sudah aman Hikmal memilih untuk pulang kerumah.
"Sepertinya Abangmu sudah melupakan cinta pertamanya," sindir Hanum saat Hikmal memasuki rumah.
"Benarkah? Kenapa Hamdan tidak tahu, siapa perempuan itu Bang? Lo gak mau cerita sama gue?" tanya Hamdan menatap tajam Hikmal yang masih berdiri.
Hikmal melangkah dengan malas. "Ibu hanya sedang menghibur, dia sedang menjadi mak comblang. Oh ya Bu, tentang wanita tadi siapa dia?" tanya Hikmal mendekati Hanum yang sedang membuat jamu.
"Dia merupakan Kakak kandung almarhumah Ibumu, dia histeris berfikir bahwa kamu sudah meninggal." Hanum menghentikan aktivitasnya, membalikan badan menatap Hikmal. "Beberapa tahun yang lalu, kalian sempat mengalami kecelakaan yang mengakibatkan Ibumu juga adikmu meninggal. Sejak saat itu Ayahmu terus menyalahkan Ibu atas kematian mereka, padahal saat itu Ibu juga tidak mengerti siapa yang sudah menyabotase mobil kalian. Untung kamu dan Ayah selamat, dan semenjak kejadian itu membuat Kak Bonita mengalami depresi bahkan sempat dibawa ke rumah sakit jiwa."
Hikmal menelan ludahnya begitu kasar. "Jadi, selama ini Ayah salah paham dengan Ibu? Lantas mengapa Ayah selalu bicara bahwa Ibu selingkuh? Lalu Intan? Dia anak siapa Bu?" tanya Hikmal dengan serius.
"Ya begitulah, Ayah berfikir bahwa Tuan Darko merupakan selingkuhan Ibu. Padahal saat itu Tuan Darko hanya mengantarkan Ibu ke rumah, Tuan Darko merupakan sahabat Ayahmu. Ayahmu berfikir saat itu kita pacaran, padahal selama ini Ibu bekerja di rumahnya. Sekarang hubungan Ayahmu dan Tuan Darko menjadi tidak baik, kamu tenang saja. Intan bukan adik kandungmu," jelas Hanum sambil mengusap puncak kepala Hikmal.
Hikmal bisa menyimpulkan sekarang, bahwa Intan bukan anak kandung dari Ibunya juga Rendra.
"Lantas, bagaimana Ibu bisa menjadi suami Ayah? Saat itu bahkan Ayah menyalahkan Ibu sebagai kematian Ibu kandungku? Berarti saat itu Ibu sudah menjadi istri Ayah?" tanya Hikmal.
Hanum tersenyum menyeruput jamu buatannya dengan tandas. "Ayahmu tipe lelaki buaya, dia tidak bisa setia hanya dengan satu wanita saja. Anehnya dulu Ibu ini diperlakukan bak ratu hingga membuat Ratna Ibu kandungmu cemburu, untung saja Mbak Ratna begitu baik. Dulu Ibu dijebak Ayahmu, dia mengatakan tidak memiliki seorang istri. Sungguh Ibu ini terlalu bodoh," kekeh Hanum.
"Jika Ayah bersikeras mengatakan aku bukan anaknya, lantas aku anak siapa Bu?" tanya Hamdan yang sejak tadi hanya menyimak obrolan Hanum juga Hikmal.
Hamdan masih ingat betul, bahwa Malik terus mengatakan bahwa Hamdan bukan anak kandungnya. Apalagi Hanum juga mengatakan pada Hikmal bahwa mereka bukan saudara kandung, itulah yang membuat Hamdan memberanikan diri untuk bertanya.
"Sudahlah kalian ini tidur saja, ini sudah malam. Besok kalian harus bagun pagi untuk sekolah," perintah Hanum seolah menghindari pertanyaan Hamdan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments