Hikmal berusaha meraih badan Hamdan, tapi Hamdan menepis tangan Hikmal begitu saja. Hamdan masih terus menangis meraung-raung, melihat Hamdan seperti itu membuat Hikmal ikut menangis. Kepala Hikmal tertunduk, air matanya mengalir deras.
"Kenapa harus gue Bang? Kenapa semua itu terjadi pada gue Bang? Apa kesalahan yang sudah gue perbuat? Apa Bang? Kenapa Bang?!" racau Hamdan semakin terisak.
Hikmal merengkuh badan Hamdan, dipeluknya begitu erat badan Hamdan.
"Kalau saja semua itu bisa digantikan, gue ingin menggantikan posisi lo Dek. Biar gue yang menanggung semuanya," ucap Hikmal menepuk dadanya yang terasa sesak.
Sigit mendekat, lantas memeluk tubuh Hamdan juga Hikmal. "Semua sudah terjadi, tidak perlu ada yang disalahkan. Lo harus tahu Hamdan, bahwa Abang lo tidak akan tinggal diam saja. Begitu pula dengan gue, kita akan membalas semua rasa sakit itu. Gue janji akan memberikan balasan yang setimpal, lo harus bangkit. Jangan lemah seperti ini, hidup lo masih panjang. Buat apa lo nyalahin diri lo sendiri? Sebab memang semua sudah diatur, lo gak akan tahu kedepannya gimana."
Mendengar ucapan Sigit, Hamdan terdiam dari tangisnya. "Lalu bagaimana dengan beasiswa itu? Sebentar lagi gue mendapatkan beasiswa itu," ucap Hamdan.
Wawan menepuk pundak Hamdan. "Diantara kita semua, otak lo yang paling jenius. Lantas buat apa lo bingung soal beasiswa basket itu? Bukankah lo bisa mendapatkan beasiswa lain, lo ingin mengubah nasib Ibu lo? Masih banyak cara yang lain, yang penting sekarang lo harus jalani hidup lo dengan normal. Tidak perlu lo gubris omongan orang, tugas lo mudah bukan?" Wawan menaik turunkan alisnya.
Hamdan kembali terdiam, mendapati Hamdan yang terdiam Hikmal kembali memeluk tubuh Hamdan. Kini mereka saling berpelukan, saling menguatkan satu sama lain.
Hikmal membawa Hamdan menuju kelasnya, Hikmal yang sudah terbiasa membolos memutuskan pergi ke kantin.
"Kapan kita akan tawuran lagi? Gue sudah tidak sabar ingin membuat Rendra kesakitan," ucap Hikmal sambil menyalakan puntung rokok yang ada di mulutnya.
Bravo membawakan cemilan di hadapan mereka. "Kenapa kita gak persiapkan diri dulu Bos? Paling tidak kita juga harus belajar bela diri, ya amit-amit ini sih. Kalau misal diantara kita ada yang terserang, paling tidak kita masih bisa melindungi diri kita sendiri. Kita kan tidak selalu berkelompok, pasti juga bakal sibuk masing-masing." Bravo mengambil salah satu cemilan.
"Tumben otak lo encer, biasanya otak lo kalau isinya gak makanan ya mesum. Boleh juga idenya Bos," ejek Wawan menoyor kepala Bravo.
Bravo meringis menampilkan deretan giginya. "Wih gue jadi inget ada yang baru Men, lo mau lihat gak? Kebetulan gue baru download semalem. Kalau lo mau lihat biar gue kirim ke ponsel lo," jelas Bravo matanya berbinar.
"Setan lo berdua! Yang ada di otak lo hanya bok*p doang! Lo berdua gak mau tobat apa? Burung lo berdua bengkok baru tahu rasa!" Udin yang sejak tadi menyimak ikut berbicara.
Wawan mencubit lengan Udin. "Sekate-kate lo! Doain burung gue bengkok, lagian ini hiburan. Kayak lo yang selalu nonton sepak bola, hiburan kita beda-beda. Gue yang gak suka sepak bola yasudah nonton bok*p saja," cerca Wawan tidak terima dengan perkataan Udin.
Udin hanya cengangas-cengenges sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, sementara Hikmal hanya menyimak sambil asyik merokok.
Hikmal!
Ucap seorang wanita yang menghampiri Hikmal, Hikmal tidak bergeming masih setia merokok. Sementara yang lain terlihat kesal, ada yang pura-pura bermain ponsel. Ada yang asik bercanda, sementara wanita tadi merebut rokok yang sedang Hikmal hisab.
"Sudah berapa kali sih gue bilang jangan merokok, lo kenapa bandel sekarang hah?! Lo gak tahu apa efek rokok itu gimana? Lo kalau dibilangin suka …,"
"Cukup! Lebih baik lo pergi, kalau lo hanya mau ceramahin gue! Lo kebiasaan ya ngambil rokok gue begitu saja, lo gak bisa beliin bisanya komentar saja. Pergi sana lo!" sentak Hikmal membuat wanita tadi melotot.
Wanita tadi merengkuh wajah Hikmal. "Lo bentak gue? Selama kita menjalin hubungan baru ini lo berani bentak gue begini, apa masalah adek lo yang bikin lo begini sama gue? Lo tolol! Bisa-bisanya lo diberdayakan oleh adik tak berguna itu!" jelas wanita tadi sambil membuang wajah Hikmal dengan asal.
Hikmal mendengus lantas berdiri, "lo bilang apa barusan? Sekarang kita putus! Pergi lo dari sini! Pergi wanita sialan! Sekali lagi lo cari masalah sama gue, apalagi sampai ngejelek-jelekin Hamdan. Gue pastikan hidup lo gak bakal bahagia!"
Wanita tadi menghentakkan kakinya lantas pergi meninggalkan Hikmal dengan nafas naik turun, Hikmal tiba-tiba pergi begitu saja membuat yang lain kebingungan. Hanya saja mereka membiarkan Hikmal menikmati masa sendirinya, Hikmal juga pasti butuh untuk menenangkan dirinya.
"Iya dong untung itu bocah cacat, jadi gue bisa ambil kesempatan buat jadi kaptennya. Gue juga jadi bisa dapetin beasiswa itu, lama gue sudah ngincer akhirnya jatuh ke tangan gue juga. Rasain tuh bocah songong!" Darwin tertawa cekikian dengan teman-temannya.
Nafas Hikmal semakin memburu, pasalnya Hikmal tahu siapa orang yang sedang Darwin bicarakan. Sudah pasti itu Hamdan, Hikmal mengepalkan tangannya sambil berlari.
Bugh!
"Bangun lo bangsat! Lo bisanya manfaatin orang yang lemah doang! Bangun sialan!" Hikmal menarik Darwin yang terjatuh di lantai, Hikmal meraih kerah baju Darwin sambil tersenyum menyeringai.
Bugh! Bugh!
Tamparan demi tamparan Hikmal layangkan pada tubuh Darwin, tidak ada yang memisah. Bahkan teman-temannya Darwin yang tadi ikut tertawa mendadak mundur, mereka tidak ada yang berani melawan Hikmal bahkan Darwin sudah pasrah begitu saja.
Hey! Hentikan!
Ucap seorang wanita membuat Hikmal menoleh, Hikmal mengecilkan matanya menatap wanita yang tidak asing untuknya.
"Kenapa kalian malah berantem disini? Kalian tidak mengikuti pelajaran? Semuanya bubar! Sekarang kembali ke kelas masing-masing," perintah wanita tersebut yang tidak lain merupakan Intan.
Hikmal membuang nafas kasar, "kenapa sih lo ikut campur urusan gue? Memang ya wanita itu biang rusuh! Tidak tahu masalahnya main bubarin gitu saja," kesal Hikmal.
"Eh, gue salah? Lah apa yang salah sama gue? Gue kan hanya misahin kalian? Toh salah lo juga kenapa berantem di sekolah? Sekolah itu untuk menimba ilmu bukan untuk bertengkar, dasar laki-laki. Sudah tahu salah tapi gak mau ngaku salah," gerutu Intan sambil mengekori langkah Hikmal dari belakang.
Hikmal menghentikan langkahnya, "cerewet! Lagian lo kenal sama gue? Lo mau jadi pahlawan kesiangan? Lebih baik lo urus hidup lo sendiri, tidak perlu mengurus hidup orang lain apalagi itu gue!" sentak Hikmal membuat Intan gemetar.
Hikmal menoleh, mendapati Intan yang terduduk sambil gemetar. Tiba-tiba Hikmal merasa bersalah, Hikmal mendekatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments