Marsha dengan kedua temannya memilih pergi meninggalkan Intan bahkan mereka acuh tak acuh sudah melakukan hal tersebut pada Intan, Intan merengkuh kakinya. Butiran air mata terus berjalan di pipinya, padahal Intan tidak pernah mendekati Hikmal. Tubuh Intan bergetar dengan hebat, Hikmal dengan sigap membantu Intan. Hikmal tidak tega melihat Intan yang seperti itu, selalu dibully habis-habisan dengan Marsha cs.
Hikmal membawa Intan ke UKS, bahkan Hikmal sampai membelikan seragam baru untuk Intan agar Intan tidak kedinginan.
"Wajah lo pucat, apa lo sudah makan?" tanya Hikmal saat semuanya mulai membaik.
Intan mengangguk, "tolong tinggalin gue! Gue tidak mau membuat Marsha salah paham, gue tidak ingin terus-terusan mendapat perlakuan tidak mengenakan ini."
Hikmal mengangguk tanpa membalas ucapan Intan, Intan yang menyangka bahwa Hikmal marah hanya bisa menghembuskan nafasnya secara kasar.
Hikmal sempat memesan makanan ke kantin agar dibawa ke UKS sebelum menemui Marsha, ya Hikmal perlu bicara dengan Marsha.
"Kenapa lo selalu buat masalah? Kenapa lo harus membully Intan? Asal lo tahu Intan tidak seperti lo yang kegatelan bin keganjenan, gue gak mau lagi dengar dan lihat lo sampai segitunya pada Intan. Kalau sampai sekali lagi lo lakukan itu, jangan harap lo aman! Gue akan bikin lo ditendang dari sekolah ini!" Hikmal menatap tajam Marsha yang sedang asik berdandan. "Bukankah kita sudah putus? Apa lo amnesia? Ternyata lo lebih rendah daripada Intan, awas lo sampai berani nyentuh Intan lagi!"
Mendapat teguran dari Hikmal tidak membuat Marsha sadar malah justru sebaliknya, Marsha semakin membenci Intan. Bahkan Marsha akan melakukan segala cara agar membuat Hikmal membenci Intan.
Hikmal yang bingung harus berbuat apa terpaksa menemui Reyhan sendiri, ya saat ini Hikmal tidak ingin menaruhkan keselamatan teman-temannya hanya demi egonya sendiri.
"Tumben lo sendirian? Kemana kawan lo itu? Lo yakin mau balas dendam sendirian? Sayang sih hari ini Rendra gak ngajakin buat tawuran, mungkin masih takut dengan polisi. Itu anak bahkan sempat ditangkap sama polisi, untung anaknya pejabat. Jadi gak pake lama langsung bisa keluar, kalau tidak mungkin kita sudah merayakan kemenangan." Reyhan asik merokok tanpa ingin menyambut kehadiran Hikmal.
Hikmal tersenyum sinis, "jadi itu anak Nyokapnya pejabat? Pantas saja selama ini kasus dia tidak pernah muncul, baiklah kabari gue sewaktu-waktu Rendra ngajakin tawuran." Hikmal melenggang pergi kembali menuju kelas.
Kelas tampak sepi saat Hikmal sampai di sekolah, hanya ada satpam yang mendekati Hikmal.
"Loh kamu telat? Bukannya tadi sudah berangkat? Kamu habis ngapain?" tanya Satpam penuh selidik.
"Habis beli roti sobek perempuan nih Pak, kebetulan teman saya ada yang lagi mens. Nah di kantin juga habis roti sobeknya, makannya saya belikan Pak. Kasihan kalau dia harus pergi sendiri, apalagi anaknya gak bisa bawa motor. Kalau gitu saya masuk dulu ya Pak," jelas Hikmal membohongi Satpam.
Satpam percaya begitu saja dengan Hikmal, pasalnya Hikmal membawa sebuah kantong kresek yang membuat Satpam tidak menaruh curiga.
"Maaf Pak telat," ucap Hikmal.
Hikmal berdiri didepan papan tulis, tangannya menjewer kedua telinga nya. Sedangkan kaki kanan diangkat, tanpa menunggu sang guru memberikan hukuman. Hikmal sudah berdiri begitu saja, membuat semua terheran.
"Kembalilah di bangkumu, Bapak tidak menghukummu! Melihatmu kembali semangat belajar saja Bapak sudah bangga, sekarang simak kembali pelajaran Bapak."
Hikmal tersenyum sambil mengangguk, perubahan Hikmal benar-benar membuat teman-temannya mulai curiga.
Sebenarnya mereka ingin menanyakan hal itu pada Hikmal, hanya saja Hikmal selalu berkilah membuat mereka enggan bertanya lagi.
Bel istirahat kembali berbunyi, Hikmal memutuskan untuk berdiam diri didalam kelas.
"Bang, sejak semalam Ibu belum pulang juga. Apa kalian bertengkar sangat hebat?" tanya Hamdan yang menghampiri Hikmal.
Hikmal mendadak menoleh. "Tidak pulang? Lo sudah hubungi Ibu? Tidak, kami tidak bertengkar. Justru gue yang memilih pergi," balas Hikmal dengan wajah yang mulai khawatir.
"Sudah berkali-kali, bahkan ponselnya tidak aktif. Selama ini Ibu tidak pernah seperti ini Bang, gue takut Ibu kenapa-napa." Hamdan mulai ikut khawatir mendapati Hanum yang belum juga ada kabar.
Hikmal berdiri, "gue bakal cari Ibu, lo tidak perlu khawatir. Nanti habis pulang sekolah gue mau lo sudah ada dirumah," perintah Hikmal lantas pergi begitu saja.
"Ham? Gue pengen ngomong sama lo, apa lo ada waktu?" tanya Sigit melihat Hamdan hanya menatap kepergian Hikmal.
Tanpa menoleh sedikitpun Hamdan masih dalam posisi semula. "Ngomong apa? Apa Abang gue berubah? Semenjak semalam dia berubah, bahkan Dia juga mencampakkan gue. Mungkin dia sedang kecewa, biarkan saja. Selagi perubahan itu menuju ke hal yang positif kalian dukung saja," ucap Hamdan lantas pergi.
Hikmal mulai mengendarai motornya, tujuan Hikmal bukan kerumah dimana Hanum bekerja. Melainkan tempat tongkrongan yang biasa Malik habiskan waktu disana, Hikmal memarkirkan motornya di seberang.
"Yah? Apa kau melihat Ibu? Apa Ibu sempat menghubungimu? Hamdan bilang sejak semalam Ibu tidak pulang, bahkan ponselnya tidak aktif." Mendengar Hikmal berbicara membuat Malik yang sedang judi membuang kartunya.
"Mana aku tahu, memang kau pikir aku punya ponsel? Sudah lama aku tidak memegang ponsel, jadi aku tidak tahu. Mungkin juga di rumah selingkuhannya, dimana lagi pelacur itu akan sembunyi. Dia tidak akan pergi begitu saja," jawab Malik membuang pandangan bahkan kini meninggalkan Hikmal begitu saja.
Sekilas ada perasaan iba saat melihat Malik yang begitu kacau, Hikmal paham betul bahwa kejadian itu membuat Malik seperti ini.
Hikmal kembali mengendarai motornya, kini tujuan Hikmal adalah rumah yang Malik bilang bahwa itu selingkuhan Hanum. Kebetulan saat Hikmal sampai disana seorang lelaki berperawakan begitu wibawa keluar.
"Permisi, maaf mengganggu waktunya. Saya hanya ingin mencari keberadaan Ibu saya, siapa tahu Om bisa memberikan saya informasi?" sapa Hikmal membuat lelaki tadi membalikan badannya.
Lelaki tadi sempat memandang Hikmal. "Ibu? Siapa yang kau maksud? Apa itu Hanum?" tebak lelaki tersebut membuat Hikmal mengangguk mantap.
Tapi dugaan Hikmal salah, Hikmal pikir lelaki tersebut akan langsung memberitahu Hikmal. Ternyata lelaki tersebut justru terdiam, entah sedang memikirkan apa.
"Maaf Om, apa ada sesuatu? Pasalnya sejak semalam Ibu saya tidak pulang, saya pikir Ibu berada disini." Hikmal kembali mempertanyakan tujuannya.
"Apa kau yang bernama Hikmal? Kalau Hamdan saya paham seperti apa wajahnya, jadi kemungkinan kau adalah Hikmal. Benarkah?" tanya lelaki tersebut yang justru membuat Hikmal kesal.
Hikmal hanya mengangguk sambil tersenyum, meskipun sejak tadi Hikmal sudah ingin emosi.
"Maafkan Hanum, dia memang bukan Ibu yang baik. Tapi Hanum berusaha menjadi Ibu yang baik, maafkan kesalahan Hanum dimasalalu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments