Bab.9

Teriakan demi teriakan, lolongan demi lolongan terus menyeruak memanggil nama Hikmal. Hikmal tidak bergeming, masih setia mengarahkan senjata tersebut pada kaki Rendra. Hingga sebuah tangan menyeret tubuh Hikmal menjauh dari Rendra, saat itu Hikmal baru sadar banyak polisi yang berdatangan. 

"Lo bodoh! Kenapa lo masih saja berdiri disana! Padahal semua sudah berteriak!" ketus Sigit yang berhasil membawa kabur Hikmal dari tempat tersebut. 

Hikmal masih seperti orang ling-lung. "Lo yang kenapa jauhin gue sama bocah tengik itu, padahal tinggal selangkah lagi gue bisa bales dendam. Kenapa lo harus bawa gue kesini?" kesal Hikmal sambil mendengus. 

"Lo pikir gue bakal ninggalin lo sendirian gitu?! Lo pikir gue bakal biarin lo dibawa polisi?! Lo boleh balas dendam, tapi jangan egois! Lo juga harus pikirin diri lo sendiri! Kalau lo sampai dipenjara, siapa yang bakal ngelindungin Hamdan?" sentak Sigit tidak habis pikir dengan pemikiran Hikmal. 

Hikmal terdiam, hatinya kecewa juga sedih. Hingga Bravo mendekat, dengan nafas terengah-engah. 

"Tolongin Wawan dong! Itu anak kena sabet senjata, tangannya berdarah. Ya gak parah sih, tetap saja kita perlu bawa itu anak kerumah sakit." 

Kabar itu membuat Hikmal lari spontan, Hikmal menghampiri Wawan yang tidak tahu berada dimana. Sudah seperti orang gila Hikmal terus saja mencari Wawan, hingga anak itu ternyata berada di sebuah pohon yang cukup besar. Hikmal mendekat, lantas memeluk tubuh Wawan. 

Hikmal terisak, "maafin gue! Ini semua gara-gara gue egois, gue akan bawa lo ke rumah sakit! Lo harus sabar! Ayo naik!" Hikmal memerintah Wawan agar naik ke punggungnya. 

Tak banyak bicara, Wawan langsung menuruti perintah Hikmal. Wawan tahu jika dirinya protes sudah pasti masalahnya semakin panjang, badan Wawan memang tidak gemuk tetap saja berbobot. Hikmal berusaha keras menghampiri motor milik Wawan, setelah mereka naik Hikmal bergegas untuk membawa Wawan ke rumah sakit. 

Selesai mengobati luka Wawan tanpa basa-basi Hikmal membawa pulang Wawan, awalnya Wawan menolak dengan alasan masih ingin sekolah. 

"Wawan? Kau kenapa? Kok bisa luka begini? Ya Allah, bukankah kau harusnya sekolah? Atau jangan-jangan …," 

"Ini semua salah saya Bu, saya jamin Wawan tidak akan seperti ini lagi. Maaf sudah membuat Ibu khawatir," potong Hikmal kepalanya tertunduk. 

Bu Gea nampak menghembuskan nafasnya. "Kau ini ya, bikin pengaruh negatif anak saya! Saya sudah berulang kali melarang Wawan berteman denganmu! Tapi Wawan selalu saja ngeyel, sekarang kau juga buat anakku terluka! Pergi dari rumahku sekarang juga!" usir Bu Gea dengan lantang. 

Wawan nampak terkejut, tidak menyangka Ibunya akan mengusir Hikmal seperti itu. Bravo, Sigit, Udin, Ucup, Binar ikut terkejut. 

"Bu! Jangan berkata seperti itu, Hikmal sama sekali tidak berpengaruh buruk. Ibu jangan mengusir begitu dong!" protes Wawan sungguh tidak enak dengan suasana ini. 

Bu Gea melotot, "memang itu kenyataannya! Kau tidak perlu membela! Sudah sana kalian lebih baik pergi dari sini! Saya bisa mengurus Wawan sendiri! Makasih sudah membawa Wawan ke rumah sakit! Lebih baik kalian ke sekolah, bukannya belajar malah ikut tawuran!" 

Hikmal menjauh, meninggalkan rumah Wawan. Tidak peduli seberapa keras Wawan berteriak, Hikmal terus merutuki dirinya yang begitu bodoh. 

Kini mereka sudah berkumpul di belakang sekolah, masih saling berdiam. 

"Besok kalian tidak perlu ikut! Biar gue sendiri yang melakukan balas dendam ini, seharusnya sejak awal gue sadar bahwa tidak baik melibatkan kalian. Maaf gue bukan pemimpin yang baik," ucap Hikmal hendak pergi tapi langkahnya tertahan. 

"Lo gak bersalah, sejak awal memang kita sudah bertekad membantu lo. Jangan hanya karena kejadian ini lo merasa gagal! Kita bahkan sudah menyerahkan nyawa kita untuk ngebantu lo," sergah Ucup membuat Hikmal menoleh. 

"Lagian lo kayak perawan aja sih, PMS banget. Baru juga disentak Nyokapnya Wawan, tapi lo udah lebay!" imbuh Bravo. 

"Ini bukan soal lebay atau tidak! Nyawa kalian lebih penting! Gue tidak mau kalian ada yang terluka lagi! Gue gak mau persahabatan kita hancur!" sentak Hikmal tidak terima dengan tuduhan Bravo. 

Sigit mendekat, "lo hanya sedang kalut doang, udahlah gak perlu dibahas. Kita tetap akan bantu lo, mau lo terima atau tidak. Bagi gue gak akan ada namanya persahabatan rusak, jika tidak didasari dengan penghianatan." Sigit menepuk pundak Hikmal memberikan kekuatan. 

Hikmal nampak gusar, Hikmal terduduk dilantai sambil berkali-kali mengusap wajahnya. 

"Gue hanya gak mau kalian terluka, setiap luka pada kalian merupakan cambukan buat gue." Wajah Hikmal mendadak berubah mengenaskan. "Gue benar-benar tidak ingin kehilangan kalian, apalagi kalian terluka gara-gara membela gue." 

"Itu sudah resiko, lo gak perlu jadi tukang drama. Lagipula luka Wawan itu tidak seberapa, tidak seperti luka pada Hamdan. Ngomong-ngomong, tumben ada polisi? Perasaan kemarin-kemarin juga gak ada polisi kok," sela Binar yang gatal sejak tadi hanya diam saja. 

"Apes saja mungkin, ada yang wetonya hari ini mungkin." Ucup ikut menimpali. 

Semua mata tertuju pada Ucup, tanpa rasa bersalah Ucup hanya cengangas. "Apa hubungannya? Lo masih saja percaya gituan, hidup dijaman apaan sih lo!" ejek Binar membuat yang lain terkekeh. 

"Zaman suara burung viral, puas lo!" 

Kuk deruk! Cekurukuk! 

Sontak mereka menimpali ucapan Ucup dengan bercanda, kecuali Hikmal. Dia hanya berdiam diri saja sejak tadi, anak itu masih kalut pikirannya dengan Wawan. 

Kalian semua! Kelapanagan! Sekarang! 

Semua menoleh, Pak Boy guru BK tiba-tiba mengacungkan jarinya sambil menunjuk mereka. 

Mampus! 

Gumam Udin sambil berdiri, kalau Pak Boy sudah turun tangan begini. Mereka tidak bisa mengelak, harus menuruti perintahnya. 

"Siapa yang menyuruh kalian buat tawuran?! Kalian ini sudah bikin pusing para guru, sekarang malah mencemarkan nama baik sekolah!" Pak Boy menatap satu persatu wajah Hikmal cs, hingga berhenti tepat di hadapan Hikmal. "Kau juga Mal, buka mata kau. Bukannya seperti Adikmu, kau malah berbanding terbalik dengannya! Kalian ini bagaikan bumi dan langit! Bapak gak habis pikir, bisa-bisanya mendapat kabar mengejutkan ini. Kalian tahu kabar itu dari siapa? Bu Gea Ibunya Wawan teman kalian sendiri!" 

Mata mereka berhasil membola, tidak menyangka bahwa mereka berhadapan dengan Pak Boy gara-gara ibu dari temannya sendiri.

"Kalian berdiri disini! Sambil lihatin tuh bendera! Jangan kemana-mana sampai bel pulang berbunyi! Jangan protes! Kalau ada yang protes hukuman akan saya tambahkan!" Pak Boy berlalu dengan wajah kesal. 

"Emang dasar mulut Nyokap Wawan ember banget, gedek gue! Kalau punya nyokap kayak gitu udah gue lempar ke genteng,"  ucap Udin mencairkan suasana. 

"Namanya ibu-ibu udah pasti ember, ini juga kesalahan kita. Sudah terima saja, kalau perlu diem karena itu lebih baik." Hikmal yang perasaannya sedang tidak baik memilih membekap mulut Udin dengan kata-katanya. 

Kebetulan bel istirahat berbunyi, banyak anak-anak memandang ke arah Hikmal cs. Ada yang kesal, ada yang tidak suka dan lain sebagianya. 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!