Hukuman Lagi

Olivia merebahkan tubuh nya yang sangat berat. menatap langit-langit yang kosong, diam berkelana dalam pikirannya.

'Besok gimana ya, duh jadi nggak sabar mau wawancara' Tiba-tiba semangat nya kembali.

Dirinya bangkit berjalan menghampiri meja yang biasa digunakan make up dan belajar itu. membuka laptop dan berselancar mencari sesuatu.

"Kira-kira apa ya pertanyaan nya? tapi aku belum pembagian ijazah, gimana kalau nggak jadi keterima, mana wajah ku ini pas-pas an" Dirinya menatap dalam kaca.

Mengusap pipi nya yang tampak pucat tanpa riasan apa pun. Tetapi masih terlihat cantik dengan sederhana.

Mendadak dirinya merasa insecure karena mengingat tempat dirinya akan melakukan wawancara pasti banyak wanita cantik dan berkompeten.

Secara perusahaan itu merupakan perusahaan yang bergengsi dan banyak peminat. Walaupun kemampuannya juga tidak pas-pas an, tetapi rasa tidak percaya diri itu tetap ada.

Bagaimana pun ini adalah kali pertama Olivia bekerja di perusahaan yang terkenal dengan pemimpin nya yang dingin, tegas, dan mematikan.

Memikirkan itu membuat bulu kuduk nya meremang.

'Memang nya semengerikan itu apa ya? kenapa aku jadi penasaran, siapa tau masih muda kan bisa tu jadi suami hi hi...' Olivia berkelana dengan pikiran nya yang random.

kkriukk

"Aduh, sabar ya cacing-cacing kesayangan, aku tahu kamu pasti sangat lapar, tapi tunggu aku lagi nggak mood buat jalan" Dirinya mengusap perutnya yang rata, seakan menenangkan sesuatu yang ingin marah.

Dirinya kembali menatap wajah nya di dalam kaca. menimang-nimang sesuatu, berusaha membangkitkan rasa percaya dirinya.

Kkriukk

"Sabar sih sabar, iya ini aku mau makan! puas kamu!" Dirinya seakan memarahi cacing di dalam perut nya.

Memang aneh. mana mungkin cacing-cacing itu, akan mendengar segala kemarahan Olivia. Tapi biar lah, sesekali membiarkan kelakuan absurd nya.

Dirinya melangkah dengan santai, keluar dari kamar. Dia melihat mama nya sedang duduk diam, bersama ponsel nya.

Olivia pun tampak acuh dengan keberadaan wanita itu. Dirinya dengan segera mengambil piring dan naasi yang sudah dingin dan beberapa lauk pauk di piring nya.

"Makan ma" Tawar Olivia ramah. Mencoba menetralisir rasa takutnya.

Jujur saja, setiap kali dirinya berada dekat dengan kedua orangtuanya yang terasa bukannya aman dan nyaman melainkan rasa takut.

Mama nya hanya menatap sekilas dan lanjut berselancar dengan ponselnya. seakan di meja itu hanya ada dirinya saja.

Setelah sekian lama, akhirnya ritual mengisi perutnya selesai juga. dengan buru-buru dirinya mencuci piring itu, tetapi karena terlalu buru-buru sehingga tidak sengaja tangannya menjatuhkan vas bunga pengharum ruangan.

Prakk

"Au!" Dirinya terkejut dengan suara itu. Begitu pula dengan mamanya yang menatap tajam. Urat kemarahannya terlihat sangat jelas.

"Kau! kurang ajar, bisa tidak sehari saja jangan membuat ulah! kamu tau harga vas itu? anak sialan!" Wanita itu berdiri dengan menatap tajam.

"Ma...maaf ma, benar oliv t...tidak sengaja" Dirinya keburu gugup.

"Anak sialan seperti mu! memang hanya tau maaf saja! dasar tidak berguna!" Maki wanita itu.

"Ada apa ma?" lelaki itu berjalan menghampiri keributan.

"Ini pa, anak ini memecahkan vas kesayangan mama" ujar wanita itu terlihat sangat sedih. terlihat kalau vas itu jauh lebih berharga dari pada Olivia.

"Malam-malam begini, kamu memang tidak bisa diam kah? atau memang ingin di hukum?" lelaki itu menunjuk dirinya yang menunduk ketakutan.

Meskipun ribuan kali kena hantaman tidak menjamin seseorang akan semakin kuat bukan. bisa jadi dirinya akan semakin down dengan keadaan itu. karang pun akan rapuh bila mana di terjang ombak secara terus menerus.

"Ma...maaf pa, oliv tidak sengaja" ujar nya lirih dengan jemari meremas baju nya yang sudah kucel.

"Tidak ada kegiatan lain kah dirimu oliv? lihat kakak mu yang bermanfaat dan mulai melihat masa depan, sedangkan dirimu hanya berdiam diri di rumah, seperti tikus!" lelaki itu mengucapkan ribuan anak panak yang melesat tepat di hati nya.

'Oliv selama ini juga selalu mengusahakan itu pa, tapi papa nggak pernah melihat' Air mata nya kembali lolos. padahal sudah mati-matian di tahan, tetapi gagal lagi.

"Sudah lah pa, vas kesayangan mama sudah tidak bisa balik lagi, memang anak kebanyakan tingkah jadi biarkan saja" wanita itu diam-diam tersenyum licik.

"Kamu memang harus mendapat hukuman, kamu itu harus paham siapa kamu oliv!" lelaki itu menyeret lengan rapuh Olivia. dengan kasar dan tak berperikemanusian.

'Tidak kah papa punya sedikit kelembutan untuk memperlakukan oliv pa? walaupun begini aku ini anak pu juga' Olivia melihat nanar tangannya yang di seret papa nya.

Kali ini tenaganya sudah terkuras habis. Tidak ada lagi pemberontakan yang dirinya lakukan, Olivia sudah lelah melawan dan mengatakan kebenaran.

'Kenapa anak ini hanya diam saja? maaf...' Lelaki itu sekilas menatap putrinya yang hanya menunduk. dirinya tau kalau Olivia menangis dalam tenang.

Menyeret terus hingga menuju luar pintu. mendorong seakan tak memiliki rasa kasihan dan tak berfikir kalau putrinya itu memiliki rasa sakit.

"Malam ini kamu tidur di luar, dan jangan coba-coba untuk masuk! paham kamu oliv!" lelaki itu berlalu menutup pintu dengan kasar.

Brakk

Diluar oliv hanya duduk menatap langit yang bertabur bintang. Malam ini, tidak lagi hujan apalagi mendung. Seakan bintang dan rebutan bersinar begitu sempurna, menghibur jiwa nya yang lara.

"Bulan...kamu tau, hari ini aku mendapat kan hukuman lagi. Ha ha ha kamu pasti tertawa kan melihat nasib miris ku ini" Olivia tertawa sumbang.

Menertawakan nasib atau takdir nya yang riuh dan ruwet itu. Tetapi dirinya masih hidup adalah sesuatu yang seharusnya menjadi kebanggaan.

Karena bisa jadi, jika itu orang lain. maka orang itu akan mengakhiri hidupnya lebih awal, dirinya kembali berterima kasih dengan segala hal yang sudah dilewati.

Malam ini tidak lagi, ia menemui takut. bahkan kali ini, jauh lebih baik dari pada harus berhadapan dengan kedua orangtuanya. malam tidak semenyeramkan itu, bahkan sangat menenangkan.

'Tuhan, kau pasti sedang menatap ku kan? lihat Olivia tuhan...siapa sebenarnya orang tua oliv tuhan? kenapa aku seperti di tengah keluarga yang asing' Mata nya tak henti nya mengikuti salah satu bintang yang jatuh.

"Tunggu!...Bintang jatuh, aku harus meminta permohonan"

Dirinya menengadah kan tangan dan menyatukan seakan meminta permohonan. Mitos yang berada seperti itu.

'wahai bintang jatuh... tolong beri aku keyakinan kalau bahagia masih ada untukku! jadi aku semakin yakin kalau tidak sia-sia aku bertahan' Olivia kembali menatap langit tersenyum puas. Seakan memiliki semangat baru.

"Seperti nya tuhan sedang menertawakan permohonan ku, terlalu banyak mau kamu oliv, oliv" Dirinya bangkit beranjak duduk di kursi tunggal yang ada di ujung belakang nya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!