Semesta seolah mampu merasakan pedih yang wanita itu rasakan. Hujan memeluk bumi, memberi gelap pada setiap sudut.
'Aku tidak tau lagi harus kemana, tuhan aku lelah sangat lelah. Hiks...hiks aku sudah kotor, dimana aku harus mengadu' Dirinya berlari mengikuti kemana pun kaki nya melangkah.
Brakk
"Hah!" Karena tidak memperhatikan jalan. Hampir saja dirinya tertabrak oleh mobil yang melintas.
Dirinya mengusap dada nya yang terasa berdetak lebih keras. Hampir saja dirinya meninggalkan dunia.
"Maaf, maaf saya tidak sengaja Tuan" Ujar wanita itu menyatukan kedua tangannya meminta ampun.
'Cantik '
Lelaki itu tersenyum kecil, menatap dari balik hitam kaca mobil.
"Maaf nona, Saya juga yang melintas tidak hati-hati" ujar lelaki setengah abad itu.
"Saya yang salah pak, Sekali lagi saya minta maaf" ujar Olivia meminta maaf dengan tulus.
"Nona terluka, saya bawa ke rumah sakit ya, biar diobati dokter" Tawar lelaki itu.
"Tidak usah pak, saya tidak kenapa-kenapa, saya permisi dulu pak" ujar Olivia sopan.
"Sebagai permintaan maaf biar saya antar nona pulang"
'Kalau aku nolak, nanti pulang nya ke sore an, dan pasti mama bakal marah tapi kalau diterima tawarannya gimana ya'
"Baik lah pak, Sekali lagi terima kasih " Olivia melangkah masuk ke dalam mobil itu. dirinya tidak tau kalau di dalam ada orang lain. Olivia masuk dan duduk di kursi belakang.
'Kenapa aura nya mencekam ya, udah sabar-sabar aja oliv' Dirinya duduk dengan perasaan takut. sampai-sampai lupa dengan kejadian yang hampir menimpa nya.
Waktu berjalan sangat lama. Membuat tubuh nya serasa kaku karena terlalu lama diam menahan aura yang cukup menyiutkan nyali.
'Kapan ya sampai nya, kenapa lama banget ya' Rasa nya kali ini dirinya sedang banyak mengeluh.
"Maaf nona, arah mana ya rumah nya?"
"Jalan depan itu belok kiri pak, nanti ada beberapa rumah belok kiri lagi pak, nah berhenti di situ saja" Ujar Olivia tersenyum kecil. Namun senyumnya tidak terlihat, karena terlalu menunduk.
Setelah beberapa menit akhirnya mobil itu sampai di tempat yang dirinya maksud.
"Sekali lagi, saya minta maaf pak dan terima kasih sudah mengantar saya" Olivia keluar dari mobil itu dengan segera. Mempercepat langkah nya, hingga tidak terlihat di makan rimbun nya perkebunan.
Olivia masuk ke dalam rumah dengan keadaan badan yang setengah kering. Baju nya sudah mengering tetapi tubuh nya dingin.
"Dari mana saja kamu! keluyuran tidak jelas, mau jadi apa kamu!" Teriak lelaki setengah baya itu. Urat-urat kemarahan nya menonjol menandakan kebencian.
"Maaf pak, Olivia tadi kehujanan dan tadi di kampus hiks... itu hiks..." Dirinya sudah tidak mampu lagi mengatakan apapun. rasanya lehernya tercekat.
"Bicara yang jelas! Kamu di kampus kenapa? Ternyata benar selama ini, apa yang dikatakan kakak mu!" lelaki itu menatap tajam. menghujam raga yang rapuh.
Hanya air mata yang terus mengalir tanpa ada sepatah kata pun yang mampu terucap. rasa sakit dalam hati nya semakin dalam.
"Jangan diam saja kamu anak sialan! Kamu selama ini, suka berhura-hura tidak jelas! Menyesal saya membesarkan anak seperti mu, sama sekali tidak berguna!" Cecar lelaki itu penuh kebencian.
"Sabar mas, anak ini memang selalu membuat kita naik darah!" Wanita itu mencoba menenangkan suaminya. Terlihat seperti seorang ibu yang benar.
"Jawab anak sialan!"
"Papa kayak nggak tau aja, Olivia mana mau mengakui segala kesalahannya, wajah nya saja yang terlihat seperti paling tersakiti tapi hati nya jahat!" Sahut kakaknya dengan menatap tajam.
"Sudah lah mas, Hukum saja anak ini, biar di jera" usul wanita itu.
'Hiks... Papa, Olivia nggak salah. oliv nggak tau apa yang sudah membuat Papa sejarah ini, hiks...' Deru air mata nya tidak pernah habis. rasa sesak menikam berkali-kali.
Tidak ada lagi telinga yang mampu mendengarnya. Dihakimi tanpa di beri kesempatan untuk membela diri. Rumah nya seperti neraka dunia, menghukum tanpa pembelaan.
Luka yang dulu saja belum sepenuh nya kering. Tetapi sudah di timpa luka baru yang jauh lebih menyakitkan. Dirinya juga manusia, yang merasa putus asa atas apa yang di terima.
Gemuruh petir kembali berteriak. mencambuk bagian semesta. Seakan memberi hukuman pada penghuni nya.
"Ikut aku sekarang!" lelaki itu menarik paksa tubuh ringkih dan pucat itu.
"Hiks... Papa, oliv minta maaf hiks...ampun pa... hiks" Memberontak pun seakan sia-sia tenaganya sudah habis tak tersisa. Hanya mampu menerima dan menahan setiap rasa sakit nya.
"Kamu itu harus di hukum, Sudah keterlaluan kamu sebagai wanita, Papa sangat malu memiliki ada seperti mu!" Lelaki itu terus menarik menerjang deras nya guyuran hujan.
Kilatan guntur tak pernah menghentikan langkah lelaki itu. Seakan hati nya sudah mati untuk merasakan iba pada putrinya.
'Pa! Olivia tidak pernah meminta dilahirkan, hiks... kenapa kalian membuat ku seperti pembuat masalah'
"Rau seperti ini, aku lebih memilih membunuh mu, membuang tenaga saja membesarkan anak tidak tau diri seperti mu!" Ujar lelaki itu tanpa perduli.
Bagai di sambar petih. Hati nya yang sudah rapuh kini hancur berkeping-keping.
'Kenapa Papa tidak buang dan bunuh saja oliv pa... dari pada sia sia membesarkan aku, oliv tidak minta pa hiks...hiks sakit pa...'
Setelah ditarik sampai di dalam gudang. Papa nya langsung mendorong dirinya masuk ke dalam. Karena tenaganya sudah tidak ada lagi tubuhnya membentuk tumpukan kayu-kayu yang ada di belakangnya.
Tanpa banyak kata-kata, lelaki itu menyiram dengan air keran. Tidak hanya itu, lelaki itu juga menarik rambut panjang itu ke belakang.
"Kamu tau, Sampai kapan pun, saya akan membenci mu oliv!" lelaki itu menatap tajam.
"Ke...kesalah...an apa yanhh oliv lakukan pah" dirinya menatap lelaki itu penuh luka. ucap nya diselingi isak tangis.
"Keasalahan mu ada di muka bumi ini! wajah mu itu membuat ku semakin membenci mu!" Cengkraman tangan itu semakin kuat. membuat kepalanya rasanya seperti mau lepas. tapi hanya dapat meringis kesakitan.
"pengaduan apa pa, yang membuat Papa marah sama oliv" Sekali lagi dirinya mencoba keberanian dengan sisa kekuatan.
"Kamu terkejut kenapa Papa tau tentang apa yang kamu lakukan, karena selama ini kakak mu selalu mengawasi kelakuan memalukan mu itu!" Jelas lelaki itu.
"hiks... pa, Olivia juga anak papah... hiks...hiks pa, Oliv nggak melakukan apa-apah" dirinya menatap penuh permohonan.
kenapa , sosok Papa yang seharusnya memeluk anak nya, tetapi ini sangat jauh dari ekspetasi. sosok ayah yang selalu membiarkan anak nya menerima lukabyang begitu dalam.
"Rasain kamu! harus nya lebih tau diri kamu! Susah susah aku membesarkan anak seperti mu! tapi kelakuan kamu memalukan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments