Firdaus terhenyak melihat pemandangan di depannya. Reyhan menempati tempat duduknya dan mereka tertawa bahagia ...
Tadi memang Firdaus chat Maryam, untuk mengajak anak anak, Paman, dan bibi untuk makan lebih dulu. Tak perlu menunggunya, karena masih lama, dan Firdaus pun telah makan bersama pak Dahlan.
Yang tidak dia sangka, ternyata Reyhan masih disitu dan malah menempati tempat duduknya.
Detik itu juga Firdaus menatap Maryam dengan tajam. Untunglah Maryam telah selesai makan dan telah cuci tangan.
Duh..bagaimana bila tangannya masih belepotan sambal seperti lainnya?
Maryam segera berdiri menyambut suaminya.
" Oh., pak Kyai sudah kundur" Maryam segera meraih tangan suaminya dan diciumnya dengan Taksim. Diambilnya bungkusan plastik di tangan suaminya. Kundur artinya pulang dalam bahasa Jawa halus.
Bungkusan plastik itu masih panas. Astaga ternyata pak Kyai juga membawa oleh oleh untuk mereka
Maryam merasa sangat bersalah. Bingung harus berkata apa.
Apalagi mata pak Kyai masih tidak bersahabat.
Melihat gelagat yang tak mengenakan, Paman pun angkat bicara.
" Sudah beres semua perkara mobilnya Fir?"
Barulah Firdaus tersadar, ia belum menyapa Paman dan Bibinya.
" Sudah Paman." Firdaus melangkah ke arah Paman dan bibinya, lalu Salim ke ke dua tangan mereka.
Mata Firdaus masih melirik Reyhan yang tersenyum tanpa dosa. Namun terasa mengejek di dada pak Kyai.
"Makan lah dulu Fir, kamu belum makan kan?" kali ini Bu lek berdiri agar Firdaus duduk di kursinya, persis di sebelah Paman.
"Saya sudah makan dengan pak Dahlan tadi Bu lek.". Firdaus pun duduk.
" Anak anak dan Marisa baru pulang sekolah, jadi mereka pasti lapar. Bulek juga masak banyak dan pak Reyhan malah bawa lauk dan sayur. jadi yaa...kita makan rame rame." Bulek bermaksud menjelaskan agar Firdaus tidak menyalahkan Maryam.
"Ya Bu lek ." Firdaus menjawab singkat. Mau tak mau, dia menatap tajam Reyhan.
Apa apan pakai bawa lauk dan sayur segala. Apa dia kira disini kekurangan lauk dan sayur.
" Saya dapat hantaran dari teman, pak Kiai. Daripada di bawa ke rumah, malah nanti tidak ada yang makan." Rayhan masih tersenyum ramah. Membuat Paman dan Bu Lek makin bingung dengan sikap Firdaus yang aneh.
" Oh '"
Firdaus hanya ber oh ria .
"Pak Kiai bawa bakso super enak anak anak ' Maryam mendekat dengan membawa mangkok kosong dan plastik berisi bakso yang dibawa pak Kiai tadi. Ingin menunjukan pak Kiai gak kalah lho dengan Om Rayhan.
"Yeah...sudah kenyang Te May.." Marisa langsung menyahut.
"Kita makan habis Isya saja, setelah tadaruz . Sekarang sudah hampir Maghrib." Paman memberi solusi.
"Asyik....Marisa boleh ikut ya Paman?" tak di sangka Marisa lah yang paling senang.
Paman tak tahu harus berkata apa dan hanya bisa menatap Firdaus dengan rasa bersalah.
Paman mulai merasa, Firdaus tak suka dengan kehadiran Reihan. Padahal orang ini telah membantu mengantar pulang anak anak Maryam , yang tentu sudah menjadi anak anaknya juga kan?
Entahlah, mungkin karena masih pengantin baru, jadi masih sensitif,
akhirnya Paman lebih memilih menyenangkan tamu, apalagi anak remaja piatu yang tampaknya sangat halus kasih sayang Maryam itu , kalau sedang seperti ini, sulit sekali di tolak.
Maka dari itu Paman pun tersenyum dan mengangguk.
Biarlah sehari ini saja. Hitung hitung juga sebagai tanda terimakasih atas kesediaan Reyhan mengantar pulang anak anak. Lagi pula Reyhan dan Marisa juga hanya silaturahmi. Keponakan nya saja yang agak aneh hari ini.
Adzan Maghrib pun berkumandang.
"Ayook sholat"
Paman langsung berdiri di ikuti yang lain.
"Kamu cemburu Fir?" tanya Paman pelan sambil berjalan ke arah tempat wudhu.
Firdaus menoleh, tapi tak bisa berkata apa apa. Dia pun bingung dengan perasaannya.
"Itu wajar." kata Paman lagi." Tapi kamu juga harus ingat. Kamu ini seorang Kiai dan Reyhan saat ini tamu yang bersedia mengantarkan anak anakmu pulang. Padahal tidak searah dan jauh kan? "
Itulah masalahnya Paman
Tidak searah dan jauh. Tapi mengapa malah seolah berjuang untuk mendapat kesempatan itu?, gumam Firdaus dalam hati. Reyhan seperti menyengaja, malah membawa bawa oleh oleh segala kan? Apalagi kalau tidak ada maksud maksud terselubung?
"Cobalah untuk menghormatinya Dan tekan sedikit kemarahan mu. Bagaimana pun, dia tamu. Mulia kan lah." kata Paman lagi.
"ya Paman." tak bisa lain, Firdaus hanya mengiyakan Pamannya.
Selesai sholat Maghrib, seperti biasa dilanjutkan dengan tilawah dan setoran hapalan santri. Lanjut sholat Isya.
Seperti yang dijanjikan tadi, mereka pun menikmati bakso.
Canda tawa Reyhan, Marisa dan anak anak Maryam tampak nyambung satu dengan yang lain. Sesekali mereka menjahili Maryam yang ditimpali Maryam dengan canda tawa pula.
Tiba tiba Firdaus merasa terasing.
Sikap dingin dan kakunya jelas tidak bisa berbaur dengan tiga remaja yang sedang tumbuh itu. Berbeda dengan Rayhan yang mampu menimpali canda an Yaser dan Marisa yang sering membully Hamam yang agak pendiam dan tentu saja Maryam.
Mereka tampak bahagia sekali bila berhasil membuat Maryam mati kutu.
Akhirnya Firdaus memilih meninggalkan mereka. Maryam yang baru saja meletakan coklat panas untuk mereka, kaget.
Segera dia berdiri dan menyusul pak Kiai.
Reyhan yang sempat melihat itu tersenyum puas.
Satu langkah telah berhasil.
Secepatnya aku akan mengambil mu kembali May. Bisik hatinya.
"Pak Kiai marah?" tanya Maryam hati hati setelah masuk ke kamar.
"Tidak." Pak Kiai menggeleng. "Aku hanya ingin istirahat."
"Saya temani" Maryam ikut naik ke kasur .
Pak Kiai menggeleng.
" Tamunya belum pulang, dan kita sudah ada disini. Itu tidak sopan Nyai." kata pak Kiai lagi.
Maryam bingung harus bagaimana.
"Keluarlah, temani mereka. toch tidak setiap hari mereka ke sini. Rayhan juga sudah berbaik hati
mengantar anak anak pulang. Harusnya kita berterimakasih padanya."
"Aku ke kamar duluan, juga karena benar benar capek Nyai, bukan karena marah atau apa. Keluarlah, temani mereka."
"Pak Kiai benar benar tidak marah?" Maryam menatapnya galau.
"Apakah wajahku tampak sedang marah?" Pak Kiai malah balik bertanya.
Maryam menatapnya lekat. Saat ini memang tak terlihat lagi kemarahan di wajah pak Kiai. Tidak seperti sebelum sholat Maghrib tadi.
"Keluarlah." kata pak Kiai lagi."Sampaikan maafku pada Reyhan, aku benar benar capek sekarang. Menunggu memang benar pekerjaan melelahkan meski hanya duduk." Pak Kiai mengelus pundak Maryam.
Akhirnya Maryam keluar lagi.
Rayhan masih mengobrol dengan Hamam dan Yaser, memberi clue clue pada tugas ekonomi yang sedang mereka kerjakan.
Paman dan Bibi sejak selesai sholat Isya memang sudah pamit untuk masuk kamar. Beliau berdua sudah terbiasa seperti itu kecuali ada hal hal penting yang harus dikerjakan atau didiskusikan.
Dan Marisa? Kemana dia?
Maryam mengedarkan pandangan ke ruang keluarga yang lumayan luas ini.
ternyata anak gadis Reyhan itu sudah tidur pulas di Sofa dengan buku pelajaran menutupi wajahnya.
Maryam menghela nafas panjang.
Kalau Maryam tertidur seperti ini, lalu jam berapa mereka akan pulang?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments