Pagi yang mempesona. Setelah selesai membuat cemilan , Maryam membersihkan diri di Kamar mandi. Dan dilihatnya mobil pak Kyai telah terparkir di halaman. Rupanya, pak Kyai barusan pulang dari mengantar anak anak Maryam ke sekolah.
Maryam keluar dari Kamar Mandi ,dan dicarinya pak Kyai di pendopo. Tidak ada.
Kemana beliau?
Maryam melongok ke kebun belakang.
Ah, rupanya disitu.
Di kolam ikan , dilihatnya pak Kyai duduk tercenung.
Maryam segera membawa teh hangat yang sudah dia siapkan tadi dan sepiring cemilan buatannya.
" Silakan diminum teh hangatnya pak Kyai." Maryam mengusik lamunan pak Kyai. Pak Kyai menoleh ke arahnya dan tersenyum manis.
"Trimakasih Nyai" jawabnya singkat dan kembali menghadap ke kolam.
Maryam meletakan teh dan cemilan, lalu mendekatinya.
" Pak Kyai memancing?" tanya Maryam melongo. Tak bisa disembunyikannya wajah herannya.
"Iya. Aku memegang pancing kan?" Pak Kyai mulai sedikit sewot. Apa maksud pertanyaannya coba? Mulai ingin mengatur? Alarm waspada pak Kyai langsung berdenging. Meski galau, pak Kyai tetap ingin terus mengingatkan Maryam, bahwa dia tidak bisa diperlakukan seperti Arnold.
Sebenarnya pak Kyai tidak pernah melihat sendiri bagaimana sikap Maryam terhadap mendiang suaminya. Hatinya pun sebenarnya tak percaya. Yang dilihatnya selama menjadi istrinya, wanita ini baik, lembut dan kadang lucu. Masa iya sich, ia arogan pada Arnold?
Tapi rumor yang beredar sangat buruk. Membuat pak Kyai senantiasa waspada dalam setiap keadaan.
"Pak Kyai ingin dahar Ikan bakar nanti siang?" Maryam masih mengusiknya. Dahar artinya Makan dalam bahasa Jawa halus.
"Tidak! " sahut pak Kyai cepat.
"Aku ingin pepes Ikan nanti siang" sambung pak Kyai asal. Yang penting tidak sama dengan keinginan Maryam. Agar wanita itu tahu, dia tak mudah diatur atur sesuai seleranya. Dia punya selera sendiri. Meski sebenarnya tadi sempat terbersit juga ikan bakar dengan sambal terasi....hm..
" Iya, nanti saya siapkan bumbunya. Yang penting ikan kan? " Maryam agak kesal.
"Daripada memancing, apa tidak lebih mudah di serok pak Kyai?"
Nah kan? Mulai dech.
Pak Kyai menatap Maryam dengan jengkel.
" Ini bukan soal ikannya. Tapi Aku sedang berlatih kesabaran dengan memancing. Paham?"
" Paham pak Kyai." Akhirnya Maryam mengangguk.
"Hanya saja, pak Kyai musti punya kesabaran seluas samudra, agar bisa mendapatkan seekor ikan sekarang."
Mata pak Kyai langsung membola.
Tapi Maryam tak peduli dan tetap melanjutkan.
"Baru saja ikan ikan ini diberi makan para santri, mereka masih kenyang. Mungkinkah ada ikan yang tertarik pada umpan pak Kyai?" Maryam menjelaskan dengan lucu.
Akhirnya pak Kyai tergelak.
"Kemari lah. Duduk disini!" Pak Kyai menggeser duduknya, menyisakan tempat untuk Maryam duduk di bangku memancing. Maryam pun langsung duduk di sebelahnya.
"Nyai benar, tak ada ikan yang tertarik pada umpanku. Tapi ternyata ada juga yang tertarik pada umpanku......" Pak Kyai tersenyum nakal dan dalam sekejab bibirnya telah disergap pak Kyai.
" Pak Kyai!'" gerutu Maryam sambil bangkit setelah beberapa saat tak berdaya di tangan pak Kyai. Merapihkan kerudung dan pakaiannya yang agak berantakan dan berniat melangkah ke rumah.
Pak Kyai juga bangkit dari duduknya. Tak memberi kesempatan pada Maryam, Badan kekar pak Kyai langsung memanggulnya bak karung beras.
Percuma Maryam berteriak, beberapa pengurus yang sempat melihatnya pun pura pura tak melihat.
Mereka pasangan halal.
Mau bertingkah sedikit bar bar pun silakan. Yang penting tidak melanggar Norma Norma yang ada.
Firdaus langsung menjatuhkan Maryam di peraduan. Mengunci kamarnya, dan melaksanakan ibadah sebagai suami istri.
Terlupakan sudah soal ikan bakar atau pepes Ikan. Terserah Bu Lik dan pengurus dapur menyiapkan makan siang apa saja.
Keduanya telah larut dalam penyatuan sepasang manusia.
Maryam pun lupa, niat awalnya mencari pak Kyai tadi.
Niat Maryam , ingin bicara dari hati ke hati dengan pak Kyai tentang tagihan janji Haji Busri pada pak Kyai. Dia ingin memberi tahu pak Kyai, bahwa dia tak ingin menyulitkan pak Kyai. Dia siap di poligami dan siap menerima putri Haji Busri di rumah ini.
Siapa sangka, soal Pepes ikan dan ikan bakar membuat semuanya buyar.
Maryam juga sama sekali tidak tahu, kalau pak Kyai sedang memancing, itu tandanya, Pak Kyai sedang tidak ingin di ganggu.
Para pengurus dan Santri tahu hal itu. Jadi tak seorang pun yang berani mendekat.
Tapi Maryam malah mendekat dak sok sok an memberi saran.
Jadi terimalah hukumannya.
Eh, bukan hukuman donk. Bukankah keduanya menikmatinya dengan senang?.
Tak terasa sudah mendekati waktu duhur. pak Kyai melihat jam di Dinding, masih bisa sholat duha.
segera dia berniat membangunkan Maryam, tapi ternyata Mata cantik itu malah sedang memandanginya.
" Jadi sejak tadi, Nyai terus memandangiku? Bahkan saat aku tidur?"
Maryam tersipu malu.
"Sudah puas memandangi suamimu yang tampan ini?" tanya pak kyai lagi dengan senyum nya yang mempesona.
Maryam tak menjawab. Tapi hanya memukul dada suaminya.
" Segera Mandi dan sholat duha." kali ini suaranya tak terbantahkan.
"Aku mandi di Kamar Mandi luar., biar cepat." kata pak Kyai lagi sambil mengenakan pakaiannya. " Aku tunggu Nyai di Masjid."
Pak Kyai segera keluar.
Maryam pun bergegas Mandi dan segera menuju Mesjid Pondok Pesantren sudah dengan mengenakan mukena.
"Paman, Bu Lek, pak Kyai...., Saya mau bicara sebentar." kata Maryam setelah mereka selesai Makan siang.
Maryam harus menyampaikan ini sebelum Paman dan Bu Lek kembali ke Jawa Timur.
Sedianya Paman dan Bu Lek akan kembali ke Jawa Timur, setelah acara pernikahan selesai. Tapi karena kedatangan Haji Busri membuat Paman menunda beberapa hari sambil mencari solusi yang tepat.
Maryam tidak ingin membuat orang orang baik ini risau.
Wajah pak Kyai langsung menegang, mendengar kata kata Maryam.
Mau ngomong apa dia? Batin pak Kyai galau.
" Tentang pak Haji Busri yang menagih janji, In syaaAlloh, saya siap di madu . Saya akan senang menerima istri kedua pak Kyai. Jadi bisa disampaikan pada Haji Busri, kyai Firdaus akan memenuhi janji."
Bu lek Kaget, tak menyangka Maryam akan ikhlas di Madu atau dipoligami saat masih pengantin baru.
Paman mengangguk angguk.
Sementara Pak Kyai bingung, Haris berkata apa.
" Nak Maryam benar benar ikhlas?" Paman memastikan.
"In syaa Alloh Paman." Jawab Maryam mantap.
Bu lek langsung memeluknya.
" Nak. Maryam....." Bulek memandanginya dengan takjub. Air matanya menetes.
Jelas terlihat kelegaan di wajah semua orang. Hanya wajah Firdaus yang tampak rumit.
Maryam pun bahagia, bisa memberi kelegaan pada orang orang baik ini.
Di liriknya sekilas pak Kyai di sampingnya. Maryam tidak tahu itu ekspresi senang atau sedih. Maryam sulit menjabarkannya.
Tapi tak berapa lama...samar samar terdengar keributan di luar.....
Ada apa?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments