Pagi pagi sekali, Firdaus telah tiba di Pondok tradisional milik Pamannya. Adik ayahnya ini adalah pengganti orang tuanya yang telah wafat sejak Firdaus remaja. Beliau yang merawat dan mendidiknya. Beliau juga yang membimbingnya untuk mengelola Pondok peninggalan orang tuanya, Kyai Samuri.
Sedikit gugup, Firdaus menyampaikan kedatangannya. Bahwa ia akan menikah dengan janda beranak dua dan meminta Paman dan Bibi untuk melamar dan mendampinginya. Tentu saja tidak dikatakannya tentang kejadian memalukan yang menjadi penyebabnya.
Firdaus hanya menyampaikan bahwa ia telah siap menikah.
Setelah itu kesunyian melanda.
Firdaus tahu, sulit bagi Paman dan Bibinya untuk menerima semua ini. Tapi tak di sangka Pamannya malah terkekeh.
"Kamu benar benar Hebat, Le. Paman Bangga padamu. Kamu benar benar total menjalankan sunah Rasul."
Firdaus agak blank. Apa maksudnya?
"Semua istri Rasulullah itu janda, kecuali Aisyah kan? Dan kamu mengikuti beliau. Kamu benar benar Hebat Nak."
Firdaus terhenyak.
Benar juga kata Paman, mengapa dia sampai melupakan itu? Dia terlalu sibuk memikirkan "apa kata orang" ternyata.
" Pernikahan itu ibadah terlama. Ladang pahala yang tak terhingga, apalagi ada anak yatim di dalamnya. Setiap yang kamu berikan untuk mereka akan jadi amal jariyah mu. Segala amal salih mereka, pahalanya akan mengalir padamu. Tetesan keringatmu untuk mereka menuntut ilmu, akan kembali jadi pahala," gumam Paman lagi.
" Mereka bisa bekerja dan menafkahi Ibu serta keluarga kecil yang akan dibinanya kelak , karena ilmu yang diperoleh dari jerih payahmu, akan terus mengalirkan pahala padamu."
"Percayalah, pilihanmu tidak salah."
Paman menepuk pundaknya mantap.
Firdaus lega. Namun ada yang sedikit mengganjal di hatinya. Ilmunya memang belum sehebat sang Paman.
Seolah tahu apa yang ada di benak Firdaus, Pamannya melanjutkan :
"Didik mereka dengan baik. Andaipun kelak, anak anak itu tidak berjalan sesuai harapan, itu tidak akan memberatkan mu. Kamu sudah mendidiknya dengan baik, selanjutnya sudah menjadi tanggung jawab mereka. Tapi kebaikannya tetap mengalir padamu. Percayalah, hal baik pasti menghasilkan hal baik juga "
Firdaus makin lega. Tak ada lagi beban di hatinya.
Dan tibalah hari Lamaran.
Maryam telah berdandan cantik dan menunggu di kamar. Semua surat surat telah di urus pak Dahlan. Meski, sejarahnya kelam, namun tak ada setitik pun hal memalukan tersirat.
Firdaus telah meminta pak Dahlan untuk mengatur agar semua tampak natural dan bukan karena kehebohan massa.
Tentu ini semua hanya bisa terjadi atas kerelaan bu Kades
"Percaya sama saya Bu Kades, bila Maryam telah syah jadi istri pak Kyai, maka pak Kades tak akan diberinya kesempatan sedikitpun. Pak Kyai bahkan tak segan melakukan hal keras , karena istri adalah martabatnya. Jadi Biarkan semua seperti layaknya dua orang jatuh cinta dan menikah. agar kehormatan pak Kyai terjaga."
Bu Kades pun manggut manggut dan tidak mempersulit. Bahkan pagi ini dia datang dan duduk paling depan.
Rombongan pengantin pria pun datang.
Maryam mengintip dari celah gorden kamar, dia benar benar merasa seperti gadis pingitan, padahal anaknya sudah dua.
seorang lelaki muda, bersorban dan bersarung......
ups! Maryam menutup mulutnya.
Dia pak Kyai Firdaus?
Seketika, terbayang pengajian tiga tahun lalu. Bukan, bukan karena saat itu Maryam jatuh cinta. Tapi teringat kehebohan pengajian saat itu. Bagaimana tidak? Pak Kyai masih muda dan tampan. Bisa dibayangkan bagaimana reaksi ibu ibu perumahan yang rata rata masih muda.
Hmm, Wajah Surga Tertinggi, bisiknya dalam hati. Maryam senyum senyum sendiri. Teringat julukannya pada pak Kyai. Siapa sangka surga tertinggi itu kini jadi miliknya.
Kegalauan hatinya langsung menguar. Tidak apa andai pak Kyai tidak terlalu kaya. Dengan ketaatannya, in syaa Alloh semuanya akan mudah. Semoga bisa membawanya ke surga tertinggi, Firdaus, do'anya dalam hati.
Eh, bukannya itu namanya ya?
Maryam terkikik sendiri dengan kegabutan nya.
"Apaan sich, senyum senyum sendiri. Bikin malu tahu." adiknya langsung mencubit pundaknya. "Ingat umur!"
Eh, koq jadi umur?
Maryam cemberut.
Setelah upacara ini itu, Maryam pun keluar untuk memberikan jawaban. Semua mata menatapnya. Pak Kades bahkan tak berkedip. Madam Marianya bak bidadari surga, siang ini.
Pak Kyai juga menatapnya. Sedetik, hanya sedetik tatapan pak Kyai terpesona. Setelah itu tatapannya tak sama. Maryam yang sudah siap tebar pesona, jadi serba salah.
Akhirnya Maryam hanya duduk membeku disamping Kakak laki Laki yang jadi walinya. Perasaannya tidak karuan. Tiba tiba terasa berat untuk bilang Iya.
Semua menunggu.
Diam diam Maryam tersenyum, saat dilihatnya wajah tegang pak Kyai.
Syukurin! Emang enak di sombongin...ejek nya dalam hati.
Setelah disikut kakaknya, barulah Maryam menganggukkan kepala.
"Alhamdulillah" Itu suara pak Dahlan. Rasanya Maryam ingin tertawa Siapa yang melamar, siapa pula yang senang.
Setelah sholat Dzuhur, dilanjutkan acara ijab Kabul.
Sah
Sah
Sah.
Semua mengucap syukur. Kini, Firdaus dan Maryam, telah sah menjadi suami istri.
"Selamat ya, Bu Firdaus. Semoga sakinah, mawadah, warohmah" Bu Kades tersenyum bahagia sambil memeluk Maryam.
" Maria .." Pak Kades mendekat, sorot matanya tak terselami. Firdaus segera merasakan ada ancaman. Langsung direngkuhnya bahu kecil disampingnya. Dia sudah ada yang punya, jadi jangan melampaui batas, demikian matanya menyiratkan.
Hati Maria pun menghangat.
Pak Kades tersenyum getir, "Selamat ya" katanya nyaris berbisik.
Madam Maria kecilnya semakin tak tergapai, batinnya sedih.
Di sisi lain, Bu Kades tersenyum puas. Setelah ini, tak ada lagi kerikil yang mengganggu.
Ya, Memang tak mudah menjadi istri Bara. Pejabat yang hatinya masih tertinggal pada masa lalu. Untunglah sang masa lalu tak meresponnya. Mempermudah baginya untuk tetap bertahta sebagai Bu Kades.
" Semua sudah beres pak Kyai." Pak Dahlan menginfokan. Seperti kesepakatan semula, Maryam dan anaknya akan tinggal di rumah Firdaus. Memang agak jauh dari sekolah anak anak, tapi bisa ditempuh 1 jam perjalan dengan mobil dan Firdaus telah menjanjikan, akan mengantar jemput sendiri anak anak Maryam.
Bu Kades makin tersenyum lebar.
" Baik Pak Dahlan, trimakasih banyak atas bantuannya." Firdaus memeluk pak Dahlan.
"Bu Maryam sangat beruntung, " beberapa tetangga ikut berbahagia dan memeluk Maryam.
Ya, benar. Maryam sangat beruntung. Hatinya pun mengakui hal itu. Tapi bila teringat tatapan dingin Firdaus, hatinya sedikit bergidik. Rasanya lelaki ini tidak sama dengan surga tertingginya tiga tahun lalu. Sikapnya sangat berbeda jauh. Apakah yang dulu hanya pencitraan? Atau..,? Ah benar juga. Tak ada seorang pun yang mau dipaksa menikah. Apalagi dengan janda beranak dua. Sementara Firdaus masih muda, tampan, berkharisma dan seorang kyai.
Maryam jadi merasa lucu Biasanya, pak Kyai nya lah yang sudah renta dan istrinya remaja yang baru mekar. Tapi di posisinya ini, semua terbalik......
Duh, apakah pak Kyai sebenarnya enggan menikahinya. Semua hanya karena terpaksa?
Hadeh Maryam....koq pake nanya?
Lupa kalau semua terjadi karena ditekan?
Ya, pasti terpaksa lah..
Baiklah, dia akan tahu diri.
Maryam menghela nafas berat .
Harapan yang tadinya melambung, kini bak meluncur ke bawah. Kegalauan kembali melanda. Perjalanan menuju desa pak Kyai hening dan terasa lama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments