Kini, Maryam telah berada di Kediaman pak Kyai. Bulek Halimah, Bibinya Firdaus membawanya ke kamar untuk beristirahat.
Kamar yang indah. Layaknya Kamar pengantin, kamar jni juga di desain dengan indah dan penuh bunga bunga. Rupanya pak Kyai romantis juga. Maryam tersenyum bahagia.
Ia melihat ke sekeliling kamar,
Telah ada Makanan, Snack dan minuman di meja yang diapit 2 kursi kayu. Ada sofa lumayan besar di sudut kamar.
Sangat nyaman.
Beda jauh dengan kamarnya di perumahan. Sempit dan agak acak acakan, saking banyaknya barang dan Maryam bingung mau ditaruh dimana.
"setelah istirahat nanti, makanannya dimakan ya Nak Maryam. Setelah ini akan ada acara walimah pernikahan kalian." Bu Lek Halimah tersenyum ramah. " Bu Lek keluar dulu, menyiapkan hal lainnya."
"Iya Bu Lek. Trimakasih banyak."
Maryam membuka jendela, dan menghirup udara sore pegunungan yang sejuk dan menenangkan.
Pemandangan yang luar biasa.... Gunung menjulang, dibawahnya hamparan sawah membentang berundak undak. Dan aliran sungai yang gemericik nya masih terdengar samar samar.
Ketukan pintu, memaksa Maryam membuka pintu. Ternyata Pak Kyai mengunjunginya
Jantung Maryam berdegub kencang saat wajah surga tertinggi itu muncul di kamarnya.
" Sekarang, Nyai sudah syah jadi istri saya, jadi tolong jangan tentang saya." Ucapnya lembut, tapi sangat mengintimidasi.
"Satu lagi, Posisi Nyai sekarang adalah 'Bu Nyai'. Tolong jangan permalukan saya."
Maryam ternganga. Kapan dia pernah menentangnya? Bicara empat mata juga tak pernah. Bagaiman dia bisa menentang pak Kyai tampan ini?
Owh, Maryam mengerti.
jadi seburuk itu reputasinya selama ini. Dan apa katanya tadi? Menjadi Bu Nyai? Astaga, apa yg akan dilakukannya nanti, sedang membaca huruf hijayah saja, aku sulit.
"Para tamu dan santri sudah menunggu di Pendopo." Firdaus tersenyum dan siap berbalik berbalik pergi. Tapi terhenti, saat melihat makanan di meja masih utuh. "Sebelum keluar, pastikan makanan dan minuman itu habis." tatapnya dingin tak ingin ditolak. Idih!
Maryam terduduk kelu.
Wajah yg mengintimidasi tadi sudah menjelaskan, kalau pak Kyai juga tak ikhlas dengan pernikahan paksa ini. Maryam makin kelu.
Bagaimana nasib kita nanti Nak?
Maryam tergugu. Kalau dia sendiri, mungkin tak akan setakut ini, tapi anak anaknya?...
Maryam terduduk lagi di kasur. Mencoba tenang. Tak apa, semua bisa di kendalikan. Menjadi Bu Nyai?
Hm, siapa takut? Dia akan mengajari Tauhid, sejarah Nabi , siroh dan lain lain. Soal membaca Huruf hijayah,.....
Tak terasa keringat dingin langsung keluar. Menyesal tidak sejak dulu belajar membaca dan menulis Al Qur'an.
Tapi tunggu dulu, bukankah Maryam punya dua asisten handal? Kedua anaknya pernah menjuarai lomba murojaah atau hapalan Qur'an di Kelurahan. naa..., biar Hamam dan Yaser yang mengkoreksi bacaan santri. Maryam akan berlagak bak Senior yang hanya mengawasi. He..he..he.., sebuah ide cemerlang.
Maryam segera ke meja, dan menyantap makanannya. Entah karena lapar atau takut ancaman pak kyai, makanan itu habis juga.
Sementara itu, dibalik pintu, pak Kyai tersenyum puas. Yes, didikan pertama telah dilancarkannya pada Maryam. Melihat eksperisinya tadi, pak Kyai yakin, Maryam sudah paham, siapa boss nya.
Pak Kya merapikan baju Kokonya dan segera duduk berbaur dengan Pamannya. Masih ada waktu lima belas menit sebelum acara di mulai. Para santri sudah berkumpul. Tapi para tamu belum datang.
Kyai Firdaus sangat terpandang di desa ini. Bukan hanya wali santri tapi juga masyarakat sekeliling sangat menghormatinya. Almarhum Kyai Samuri, ayah Firdaus adalah pelopor masuknya Islam di desa ini. Beliau lah yang mengajari warga desa sholat, membaca Al Qur'an dan tentu saja menanamkan nilai nilai kebaikan Islam. Tidak heran bila mereka sangat menghormat Kyai Firdaus. Bukan saja karena nama besar ayahnya, tapi karena Firdaus mampu melanjutkan jejak sang ayah.
Sama seperti ayahnya, Firdaus juga membebaskan biaya bagi santrinya yang tidak mampu. Lahan yang diwariskan ayahnya luas. Sawahnya juga luas dan itu cukup membiayai operasional Pondok Pesantren. Apalagi Firdaus juga membuka usaha penyelepan beras.
Jadi pondok pesantren hanya ladang pahala saja untuknya. Usaha lainnya lebih banyak. Termasuk rencana membuat taman wisata.
Kedatangannya di desa wisata tempo hari, sebenarnya juga usaha study banding, sebelum dia merealisasikan rencananya. Siapa sangka, bukan hanya ilmu yang di dapatnya tapi juga jodoh. Dan Maryam sama sekali tak tahu hal ini. Dalam benaknya calon suaminya itu hanya brondong tampan yang pengangguran.....
Maryam baru mengenali, setelah Firdaus tampil dengan seragam lengkapnya
Maryam...Maryam...Gampang banget amnesia.
Tapi bisa dimaklumi juga bila Maryam lupa. Mereka baru bertemu sekali , itu pun sudah tiga tahun lalu. Sosok pak kyai di benaknya ya... Seperti pak Kyai dengan seragam lengkapnya. Siapa suruh, cuma berkaos oblong begitu.
Akhirnya Maryam keluar. Penampilannya masih menawan.
Sedikit riasan telah diperbaikinya tadi.
Ya ya , dia inget betul apa kata pak Kyai. " Jangan permalukan saya."
Jujur ia sedikit gugup, tapi tetap berusaha tenang.
Bu lek Halimah segera menyambutnya dan membawanya ke pendopo khusus wanita.
Maryam agak bingung. Bukankah, pengantin biasanya duduk bersanding? sedikit celingak celinguk diliriknya pak Kyai dikejauhan. Lelaki itu tetap mempesona. Di sebelah nya ada Paman dan ah.....ada Hamam dan Yaser juga. Maryam senang. Anak anaknya tak kalah mempesona dari pak Kyai. Mereka tampak nyaman dan sedang nyemil. Kayaknya Paman dan pak Kyai memperlakukan mereka dengan baik.
Satu persatu warga datang.
Yang ke pendoponya semua Ibu ibu, remaja putri dan anak anak kecil. Duduk lesehan diatas karpet di pendopo yang lumayan luas ini. Mereka yang telah selesai menyalaminya segera bergeser mencari tempat duduk untuk memberi kesempatan pada tamu lainnya. Ngobrol sebentar diantara mereka sendiri, lalu makan makanan yang dihidangkan kemudian antri lagi untuk menyalami Maryam dan pamit pulang sambil menyelipkan amplop di tangannya.
Diawal, Maryam sangat menikmati perannya sebagai Bu Nyai ini. Ternyata menyenangkan sekali di kultuskan seperti ini...he..he..he..
Jangan ditanya setelahnya...
Sejam, dua Jam, Tiga Jam , Tamu tak berhenti berdatangan. Mengalir seperti air. Senyum Maryam mulai tak tulus lagi. Tas yang dengan sigap disiapkan Bulek Halimah di sampingnya. Sudah ganti entah yang keberapa karena penuh. Wajahnya mulai manyun.
Di kejauhan Pak Kyai menatap penuh intimidasi.
Heran, tadi Maryam sempat melihat pak Kyai bercanda dengan Hamam dan Yaser, tapi kenapa pada Maryam wajahnya seperti itu. Hih.
Maryam kesal dibuatnya. Dan terpaksa memasang wajah cerianya lagi. Meski badannya rasanya pegal semua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments