Suamiku Hanya Mencintai Jantungku'
"Kenapa aku tidak bahagia dengan pernikahan ini? Bukannya bisa menikah dengan Kak Langit adalah salah satu impianku? Tapi kenapa, kenapa aku merasakan hampa di acara ini? Padahal semuanya terlihat mewah dan semuanya sesuai dengan pernikahan impianku," Qirani membatin dengan ekor mata yang melirik ke arah pria yang mengenakan tuxedo abu-abu di sampingnya. Langit Radhitya Ganendra, Pria tampan yang merupakan cinta pertamanya sekaligus kekasih almarhum Kakaknya.
"Aku tahu kenapa. Mungkin karena aku tahu, kalau pernikahan ini terjadi, karena jantung kak Luna ada di tubuhku. Dia menjadi suamiku secara fisik, tapi tidak dengan hatinya. Dia hanya menikahi jantungku! Ya, aku yakin, kalau alasan inilah yang membuat aku tidak bahagia dengan pernikahan ini," batin Qirani lagi.
"Kak, apa Kakak tidak bisa sedikit saja tersenyum?" ucap Qirani buka suara, memecah keheningan di antara mereka berdua.
Langit tidak menjawab sedikitpun. Pria itu hanya melirik ke arah Qirani dengan lirikan datar tanpa adanya perasaan cinta sedikitpun.
"Kalau seandainya yang menjadi pengantinku adalah Kaluna, mungkin bibir ini tidak akan pernah berhenti tersenyum," Langit berbisik pada dirinya sendiri.
"Woi, selamat Bro. Aku kira, setelah Kaluna pergi Kamu akan terpuruk, ternyata kamu langsung menemukan penggantinya. Kamu begitu beruntung, Sob. Kakaknya sudah tidak ada, kamu malah dapat adiknya yang ternyata tidak kalah cantik," ucap seorang laki-laki yang juga memiliki paras tampan. Laki-laki itu adalah Rico, sahabat Langit.
"Kamu bisa diam tidak? Kalau boleh memilih, aku justru menginginkan Kaluna yang ada di sini," ucap Langit dengan tatapan sengit tidak peduli dengan ucapannya yang pasti melukai Qirani. Bagaimanapun ucapan Langit tadi, secara tidak langsung menyiratkan kalau dirinya tidak diinginkan oleh pria itu.
Qirani memalingkan wajahnya karena wanita itu akan menangis.Dengan perlahan Wanita itu pun menyeka air matanya.
Rico yang melihat itu seketika merasa tidak enak dan mengedipkan matanya, memberikan isyarat pada Langit.
Langit melirik ke arah Qirani dan mengembuskan napasnya dengan sekali hentakan.
"Kamu menangis?" pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu laki-laki itu tanyakan karena dia sudah tahu jawabannya. Namun dengan bodohnya dia tanya juga.
"Ti-tidak, Kak. Sahut Qirani, tersenyum tipis.
"Tidak perlu kamu tutupi. Aku tahu kamu itu menangis. Tapi, aku rasa kamu tidak perlu menangis hanya hal sepele seperti itu. Jangan merasa kalau kamu yang paling sakit di sini. Kamu sakit, aku juga lebih sakit," ucap Langit, tanpa menoleh ke arah Qirani.
Qirani sama sekali tidak menjawab. Wanita itu kini hanya menundukkan kepalanya.
Rico semakin merasa tidak enak, karena dirinya yang membawa-bawa nama Kaluna lah makanya terjadi kondisi tidak mengenakkan ini.
"Emm, aku turun dulu ya! Sepertinya aku lapar lagi dan mau cari makanan," ucap Rico mencari alasan agar bisa pergi dari hadapan pengantin baru itu.
"Maaf untuk yang tadi," ucap Langit akhirnya setelah sahabatnya benar-benar pergi.
"Maaf untuk apa, Kak? Yang kamu katakan tadi benar. Aku tidak apa-apa kok," sahut Qirani berusaha untuk tersenyum.
Langit, menghela napasnya dan berat dan menundukkan kepalanya. Raut wajah Kaluna, wanita yang sangat dia cintai kembali datang ke pikirannya, membuat pria itu ingin menangis.
"Sayang, apa kabarmu di sana? Lihat, aku sudah menunaikan pesanmu untuk menikahi adikmu. Tapi, please jangan minta aku untuk mencintainya. Karena cintaku sudah habis di kamu, sisanya aku hanya melanjutkan hidup," batin Langit dengan cairan bening yang akhirnya berhasil lolos keluar dari sudut matanya. Namun, dengan cepat dia seka, agar tidak ada yang tahu.
"Yang tenang di sana ya, Sayang. Mudah-mudahan kita bisa dipertemukan lagi di kehidupan selanjutnya. Dan kalau itu terjadi, tidak akan kubiarkan kamu meninggalkanku lagi. Untuk sekarang, aku berjanji akan menjaga jantungmu yang ada di tubuh adikmu, karena yang tersisa dan hidup, hanyalah itu. Aku juga akan berusaha untuk tidak mengkhianati cinta kita, dengan tidak menyentuh adikmu," lanjut Langit lagi, sembari menengadahkan wajahnya, melihat ke atas.
Pesta berlangsung dengan meriah. Tampak para tamu menikmati hidangan mewah dan acara yang meriah. Namun tidak dengan Langit. Bayangan tiga bulan yang lalu kembali berkelebat di kepalanya.
Tiga bulan yang lalu.
"Maaf Nak Langit, dengan sangat terpaksa kami menolak lamaranmu," ucap seorang pria paruh baya, yang tidak lain adalah Baskoro, Papa dari dua orang anak perempuan, yakin Kaluna dan Qirani.
Langit Radhitya Ganendra, pria berparas tampan, dengan hidung mancung, mata tajam bak mata seekor elang, postur tubuh yang tinggi dan proposional, itu terdiam seribu bahasa. Hatinya terasa sakit, serta kesulitan untuk bernapas, begitu mendapatkan penolakan papa dari Kaluna, wanita yang dia cintai. Entah apa alasan pria paruh baya itu menolak lamarannya, dia benar-benar tidak tahu.
"Apa Om bisa menyebutkan alasan kenapa bisa menolak lamaranku? Padahal Om tahu sendiri kalau aku sangat mencintai Kaluna dan kami sudah menjalin hubungan empat tahun lamanya. Aku juga sudah mapan, sudah memiliki perusahaan yang besar.Jadi apa yang membuat Om merasa berat untuk menerima lamaranku?" alis Langit bertaut tajam, menatap Baskoro dengan tatapan yang menuntut.
"Kamu tidak perlu tahu alasannya. Yang pasti, ini tidak ada kaitannya dengan kondisi kamu yang mapan atau tidak. Tolong jangan banyak bertanya lagi! karena bagaimanapun aku tidak akan memberitahukan kamu apa alasannya." Selesai mengucapkan ucapannya, Baskoro berdiri dari tempat dia duduk.
" Nak Langit, ini sudah malam. Sebaiknya kamu pulang saja. Dan kamu Aluna, kamu masuk ke kamarmu!" Baskoro kemudian mengayun kakinya, melangkah pergi meninggalkan Langit dan Kaluna.
"Papa, tunggu!" pekik Kaluna. Gadis yang merupakan putri pertama Baskoro dan Soraya itu, sontak berdiri dari tempat dia duduk, mencegah papanya untuk pergi.
Gadis berparas cantik, yang memiliki surai yang lurus, panjang dan berwarna hitam legam itu tidak pernah menyangka kalau lamaran kekasih hatinya, yang sudah dia anggap rumah tempatnya untuk pulang, ditolak mentah-mentah oleh papanya. Kebahagiaan bisa menjadi istri dari Langit seketika berubah menjadi mimpi buruk begitu mendengar penolakan sang papa.
"Ada apa lagi, Luna? Apa ucapan Papa kurang jelas, Nak? Kamu sebaiknya masuk ke kamar kamu!" titah Baskoro tanpa menoleh.
"Aku tidak mau, sampai Papa menjelaskan kenapa lamaran Langit Papa tolak?" gadis berusia 25 tahun itu meninggikan suaranya, seakan menunjukkan perlawanan pada pria paruh baya yang selalu dia panggil dengan sebutan Papa itu. Perlawanan yang selama ini tidak berani dia lakukan secara terang-terangan di depan sang Papa. Tapi, kali ini entah dari mana datangnya keberaniannya itu, hingga dia bisa meninggikan suaranya. Mungkin karena pengaruh penolakan papanya yang membuat gadis itu sudah tidak bisa mengkontrol emosinya lagi.
Baskoro tetap bergeming, tetap berdiri di posisi yang sama. Pria paruh baya itu kemudian menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya kembali ke udara. Kemudian tanpa memberikan jawaban atas pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh putrinya itu, ia pun melangkah pergi.
"Papa! Jangan pergi, aku belum selesai bicara!" Kaluna kembali berteriak, namun hasilnya tetap sama. Papanya sama sekali tidak menoleh, dan tetap melangkahkan kakinya.
Merasa usahanya sia-sia, gadis yang selalu terlihat cantik dengan lesung pipinya itu, menoleh ke arah Soraya mamanya yang dari tadi tadi hanya membisu, tanpa melakukan pembelaan sedikitpun padanya.
"Ma, kenapa Mama diam saja? tolong bujuk Papa, Ma!" mohon Kaluna yang matanya mulai dipenuhi cairan bening yang siap ditumpahkan dari wadahnya.
Soraya masih tetap bergeming di tempat dia duduk, untuk sepersekian detik. Namun, detik berikutnya wanita paruh baya itu bangkit berdiri dengan helaan napas yang sangat berat dan sekali hentakan.
"Maaf, Nak. Mama tidak bisa, karena mama juga sependapat dengan papamu. Mama juga tidak mau kalian menikah,"
Bagai petir di siang bolong, tanpa adanya hujan dan angin, mata Kaluna membesar sempurna, kaget mendengar ucapan yang baru saja terlontar dari mulut mamanya. Bukan hanya, Kaluna, Langit juga tidak kalah kagetnya dengan wanita yang dicintainya.
"Tapi, kenapa Ma? Apa alasannya?" cairan bening yang dari tadi berusaha dia bendung kini sudah berhasil menjebol bendungan itu sendiri, sehingga pipi wanita itu kini sudah mulai banjir oleh air mata
"Iya, Tante. Kenapa kami tidak boleh menikah? Kenapa selama ini Tante dan Om membiarkan kami menjalin hubungan, seakan-akan kalian memberikan kami lampu hijau? Kenapa setelah perasaan kami sudah sejauh ini, dan aku berniat untuk serius, lamaranku malah kalian tolak?" Langit kini kebanyakan buka suara. Nada bicara pria itu masih terdengar lembut, tapi di balik kelembutan itu, terselip sebuah kekesalan yang amat sangat.
Soraya kembali bergeming, diam seribu bahasa. Dia menatap langit dan Kaluna putrinya bergantian, seakan ingin mengungkapkan sesuatu. Sementara Langit dan Kaluna sabar menunggu wanita paruh baya itu untuk buka mulut.
Namun ternyata, Soraya tidak memberikan jawaban sama sekali. Wanita paruh baya itu justru beranjak pergi, menyusul Baskoro suaminya.
"Mama! Kenapa pergi? Tolong jelaskan pada kami, Ma!" Kaluna kembali berteriak. Namun, respon yang sama seperti yang dilakukan papanya tadi, dia dapatkan.
"Arghhhh, aku benci kalian berdua! Kalian tidak pernah menyayangiku!" teriak Kaluna. Wanita itu sepertinya sudah tidak bisa menahan emosinya lagi. Wanita itu menatap penuh kebencian ke arah mamanya pergi. Napas wanita itu juga terlihat tidak beraturan akibat amarah yang amat sangat.
"Kalian berdua orang tua yang terburuk yang aku punya! Aku benci, benci kalian berdua!" Kaluna meraih vas bunga, dan melemparkannya ke lantai hingga pecah berkeping-keping, sama persis dengan keadaan hatinya sekarang yang juga hancur.
"Sayang, sudah, sayang! Kamu sabar, mungkin Tante dan Om lagi banyak pikiran. Lain kali, aku akan coba datang melamar lagi," Langit mencoba membujuk Kaluna agar tidak terlalu meluapkan kemarahannya.
"Bagaimana aku bisa sabar, Sayang? Kamu lihat sendiri kan, mereka tidak ingin aku bahagia. Aku kan sudah berkali-kali bilang ke kamu, kalau yang menyayangi dan mengerti aku itu hanya kamu dan orang tua kamu. Orang tuaku sendiri tidak pernah menyayangiku. Mereka berdua hanya sayang sama Qinara. Apa- apa Qinara dan Qinara. Karena itulah aku benci Qinara!". Emosi Kaluna mulai tidak terkontrol.
"Sayang, kamu tidak boleh bicara seperti itu! Bagaimanapun Tante Soraya dan Om Baskoro adalah orangtuamu. Aku yakin, Om dan Tante jug menyayangimu, sama seperti sayang mereka ke Qinara," ucap Langit dengan suara yang begitu lembut.
"Tidak! Mereka berdua tidak pernah menyayangiku. Aku merasakan kasih sayang mereka hanya sebentar, setelah Qinara lahir, semuanya berubah. Aku seakan sudah tidak ada bagi mereka. Mereka hanya fokus pada Qinara. Aku demam, yang ngurus dan rawat aku mereka serahkan ke bibi. Tapi, begitu Qinara sakit, papa dan mama sangat cemas dan langsung membawa ke rumah sakit. Aku hanya bermain dengan Bibi mulai dari kecil, sampai antar jemput aku ke sekolah juga Bibi. Semuanya tidak ada yang sayang padaku, hanya bibi yang menyayangi, Sayang!Aku sampai berpikir, apakah aku ini bukan anak kandung Mereka ?" Kaluna tersungkur di lantai sembari menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya. Air mata wanita itu semakin membanjiri pipinya.
tbc
Tbc
Setelah berperang dengan pikiran cukup lama, aku akhirnya memutuskan untuk tetap menulis di sini. Karena aku sayang pada para pembaca setiaku🥰🥰. Mudah-mudahan kalian suka ya, novel kali ini. Please berikan dukungannya!🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Bundanya Pandu Pharamadina
like
favorit
👍❤
2024-03-25
0
Dewi @@@♥️♥️
baru mampir baca,maaf Thor typo beberapa kali,Qirani jadi Qirana
2023-11-20
0
🍭ͪ ͩ𝕸y💞 |ㄚ卂卄 ʰⁱᵃᵗᵘˢ
lanjut dulu 🏃
2023-11-13
5