Kaluna kini sudah tinggal sendiri di ruang tamu, setelah Langit pulang. Awalnya wanita itu meminta pada Langit agar membawanya ikut ke rumahnya. Namun, pria yang memiliki sorot mata bak mata elang itu, menolak dan bahkan membujuk agar wanita yang dicintainya itu tetap tinggal, dengan alasan, dia tidak mau dianggap kurang ajar oleh kedua orang tua Kaluna, yang nantinya justru akan membuat jalannya untuk menikahi wanita yang dia cintai semakin sulit.
Setelah mobil yang dikemudikan oleh langit sudah hilang dari pandangan Kaluna. Wanita yang sedang kalut itu, masuk kembali ke rumah dan tatapannya langsung tertuju ke arah papa dan mamanya yang baru saja turun.
"Langit sudah pulang, Nak?" Soraya masih bersikap lembut, padahal tatapan putri pertamanya itu kini terlihat sangat tajam bak sebilah belati yang siap menghujam jantung.
"Tidak usah sok lembut. Jangan mengira dengan kelembutan yang baru saja mama perlihatkan, membuat aku luluh. Aku tetap membenci kalian berdua!" ucap Kaluna dengan sangat ketus.
"Kaluna, yang sopan kalau bicara! Dia itu mama kamu! Mama yang sudah melahirkanmu!" bentak Baskoro.
Kaluna mendengkus dan tersenyum sinis.
"Dia memang melahirkanku, tapi cukup hanya melahirkan saja. Tidak lebih! Yang merawat dan membesarkanku hanya Bibi. Jika boleh memilih, aku justru lebih bangga dan berharap lahir dari rahim bibi dari pada dari rahim wanita yang katanya melahirkanku tapi tidak pernah merawatku," ucap Kaluna dengan nada yang berapi-api, tanpa memikirkan lagi bagaimana perasaan mamanya, saat mendengar kata-kata sarkasnya.
"Kaluna, jaga ucapanmu!" Baskoro kembali membentak, dan bahkan tangan pria paruh baya itu sudah terangkat, siap untuk melayangkan pukulan ke pipi putri sulungnya itu. Beruntungnya pria berusia 51 tahun itu masih bisa menahan dirinya, hingga pukulannya tergantung di udara.
"Kenapa tidak jadi, Pa? Papa mau memukulku kan? Ayo, pukul!" Kaluna mencondongkan pipinya ke arah pria yang biasanya disebut cinta pertama untuk anak perempuan. Namun, sayangnya statement itu tidak berlaku untuk sulung dari dua bersaudara itu.
Baskoro terlihat mengatur napasnya, dengan berkali-kali menarik napas dan mengembuskan kembali ke udara. Berjuang untuk meredam emosional yang hampir saja mencapai puncak kepalanya.
"Sudahlah. Sekarang Papa tidak ingin marah. Kamu sebaiknya masuk ke kamar kamu!" pungkas pria itu akhirnya.
Kaluna berdecih, kemudian mendengkus. Sorot matanya sama sekali tidak berubah saat menatap papanya. masih tetap tajam dan mengambarkan amarah dan sedih yang bercampur menjadi satu.
"Aku akan masuk, tapi setelah aku mendengar alasan kenapa Papa menolak lamaran Langit? Padahal Papa tahu jelas kalau Langit adalah kebahagiaanku. Kenapa, Pa, Ma?" nada bicara Kaluna terdengar lembut kali ini, namun terselip tuntutan di balik ucapannya.
"Tidak ada alasannya. Sekarang kamu masuk ke kamarmu!" Baskoro masih tetap mengelak.
"Bukannya aku sudah katakan kalau aku tidak akan masuk sebelum aku tahu alasannya? Jadi, maaf aku tidak akan pergi sebelum tahu alasannya. Apa Alasannya Pa, Ma?" kali ini suara Kaluna kembali meninggi.
"Karena Adikmu Qinara juga mencintai Langit! Langit itu kebahagiaan untuk adikmu!" Baskoro akhirnya tidak bisa menahan diri lagi untuk tidak mengatakan alasan sebenarnya.
Sementara Kaluna, terlihat mematung mendengar jawaban yang baru saja terlontar dari mulut papanya itu. Dia benar-benar tidak menyangka kalau ternyata alasan kedua orangtuanya benar-benar tidak masuk akal.
"Pa, Ma, aku ini benaran anak kalian nggak sih? Kenapa hanya kebahagiaan Qinara yang kalian pikirkan? Kapan kalian memikirkan kebahagiaanku? Aku juga butuh bahagia, Pa, Ma!"
"Bukan begitu, Nak. Tapi Qinara harus bahagia supaya __"
"Oh, jadi Qinara harus bahagia dan aku tidak, begitu ya Ma?" belum selesai Soraya berbicara Kaluna sudah menyela ucapan mamanya itu.
"Kamu salah paham, Luna. Maksud mama ... Ah, mama tidak bisa mengatakannya," Soraya terlihat frustasi.
Sudut bibir Kaluna sedikit tertarik ke atas, membentuk sebuah senyuman sinis saat melihat mamanya yang menggantungkan ucapannya.
"Salah paham apa, Ma? Aku rasa aku tidak salah paham, karena semua yang aku katakan itu benar. Mama dan Papa memang tidak menginginkan aku bahagia, karena yang menurut kalian berdua pantas bahagia itu hanya Qinara, tidak denganku. Iya kan?" senyum di bibir Kaluna semakin terlihat sinis. Sementara Baskoro dan Soraya tampak hanya bisa diam. Wajah keduanya sekarang terlihat sendu, seakan sedang memikirkan sesuatu yang sangat berat. Entah apa yang mereka pikirkan, hanya merekalah yang tahu.
"Ma, Pa, kalau memang kalian menyayangiku, sekali ini saja aku memohon, tolong izinkan aku menikah dengan Langit. Hanya dia laki-laki yang selalu mengerti aku. Dia yang selalu jadi tempat ternyamanku untuk mencurahkan semua kesedihan yang aku rasakan. Bersamanya aku bisa bahagia. Dan dengan orang tuanya aku seakan menemukan sebuah keluarga yang aku inginkan, Ma, Pa," Kaluna kembali berbicara, dan kali ini sudah disertai dengan air mata yang membasahi pipinya.
Baskoro tetap pada posisi kebisuan mereka. Hanya ekspresi wajah mereka yang berubah. Raut wajah pasangan suami istri paruh baya itu terlihat trenyuh dan sedih mendengar penuturan putri sulung mereka.
"Ternyata kamu lebih bisa hidup nyaman dengan orang tuanya Langit dibandingkan kami orang tuamu sendiri, Lun. Ucapan kamu barusan benar-benar membuat mama sedih," ucap Soraya dengan lirih
"Maaf, Ma. Tapi memang seperti itulah kenyataannya. Selama ini waktu kalian habis hanya untuk Qinara. Kalian berdua sama sekali tidak pernah meluangkan waktu padaku. Di saat aku haus akan kasih sayang seorang ayah dan ibu, orang tua langit yang bisa memberikannya padaku, Ma. Dan bahkan sekarang, mama dan papa juga menghalangi kebahagiaanku demi Qinara. Mama dan Papa yang membuatku membencinya dan bahkan aku sampai trauma mendengar nama Qinara," tutur Kaluna panjang lebar tanpa jeda.
"Qinara itu adik kamu, Lun. Dia sangat menyayangimu. Impiannya selama ini bisa sama seperti orang lain yang bisa dekat dengan kakak perempuannya," tutur Soraya, berusaha membuat putri sulungnya itu merubah pemikirannya.
Kaluna berdecih, dan mendengkus. Kemudian sudut bibir gadis bertubuh semampai itu, membentuk senyum sinis.
"Cih, dia menyayangiku? Omong kosong apa ini? Justru dia itu merasa bahagia dan seperti berada di atas angin melihat aku yang selalu kalian abaikan. Dia merasa kalau hanya dia lah yang kalian sayangi, dan kenyataannya memang begitu, kan?"
Soraya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak, Nak. Mama dan Papa juga sangat menyayangimu. Tolong jangan salah paham," Soraya berbicara dengan cairan bening yang akhirnya mulai menetes membasahi pipinya. Sumpah demi apapun, hati wanita paruh baya itu, begitu hancur mendengar kalimat di kalimat yang terlontar dari mulut putri sulungnya itu.
"Alahh, jangan sok mengaku-ngaku kalau kalian menyayangiku, karena itu semua bullshit. Buktinya, aku yang ingin kuliah di luar negeri, tidak kalian izinkan, dengan dalih biaya yang besar. Tapi, lihat saja ... kalian justru bisa mengirim Qinara untuk kuliah di luar negeri. Kenapa biaya untuk dia ada dan aku tidak? Kalian benar-benar pilih kasih, Ma, Pa. Intinya aku benci kalian berdua, dan aku benci anak kesayangan kalian itu!" Raut wajah Kaluna sudah tampak sangat merah sekarang. Napas wanita itu juga tampak memburu.
"Sekarang, aku sudah memutuskan, mau kalian restui atau tidak, aku akan tetap menikah dengan Langit. Aku tidak akan membiarkan Qinara merebut orang yang aku cintai lagi. Kali ini aku tidak akan mengalah pada anak kesayangan kalian itu!" pungkas Kaluna seraya beranjak pergi meninggalkan kedua orangtuanya yang mematung.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Esther Lestari
kasihan Kaluna....kalo pun Qinara adiknya sakit dan butuh perhatian extra knp Kaluna tdk diberitahu sejak awal.
2023-12-01
0
🍭ͪ ͩ𝕸y💞 |ㄚ卂卄 ʰⁱᵃᵗᵘˢ
qirana punya penyakit kayaknya deh
2023-11-13
5
Pujiastuti
kenapa baru sekarang kasih tahu Kaluna nya pak Bagas setelah Luna membenci kalian bertiga karena Ngak tahu kenyataan kalau adik nya punya penyakit jantung dari kecil
2023-10-19
0