Langit berjalan memasuki area pemakaman dan langsung menuju makam wanita yang dia cintai.
Pria itu berjongkok di samping nisan dan mencium papan nisan wanita yang sangat dia cintai itu.
"Sayang, nih aku bawa bunga kesukaanmu. Seperti janjiku, aku akan sering datang menemuimu ke sini dan membawakan kamu bunga. Biar rumah barumu ini selalu tampak indah dan wangi," ucap Langit sembari kembali mencium papan nisan sang kekasih, bak dirinya sekarang sedang mencium puncak kepala Kaluna.
"Sayang, aku benar-benar minta maaf. Aku tidak bisa mengkontrol diriku agar tidak melontarkan kata-kata kasar pada adikmu. Aku sudah berkali-kali membuat adikmu terluka, Sayang. Maafkan aku ya! Kamu jangan marah padaku. Kamu tahu sendiri kan, kalau aku tidak akan pernah tenang kalau kamu masih marah padaku," Langit kini mengelus-elus nisan Kaluna, seakan dirinya sedang mengelus surai panjang milik kekasihnya itu.
"Dia sangat keras kepala, Sayang. Yang aku lakukan padanya, agar jantungmu yang ada di tubuhnya tetap sehat. Karena dengan mendengar detak jantung itu, aku merasa kalau kamu itu masih hidup dan ada di sampingku," Langit masih tetap melontarkan curahan hatinya. "Aku tidak salah kan?" imbuhnya.
"Sayang, kamu tahu ...aku sudah berjanji dalam hati kalau aku tidak akan menyentuh dia,karena aku tidak ingin mengkhianati cinta kita. Aku akan menjaga kesucian cinta kita dengan tidak melakukan hubungan suami istri dengan adikmu, karena tubuh ini hanya milikmu. Aku yakin, aku bisa karena cinta ini hanya untukmu. Cintaku sudah habis di kamu, Sayang. Sisanya, aku hanya melanjutkan hidup. Kalau di kehidupan ini kita tidak ditakdirkan bersama, aku harap di kehidupan berikutnya kita bisa berjodoh," tangan Langit tidak pernah berhenti mengelus nisan Kaluna.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Pagi berganti siang. Siang juga kini sudah berganti senja. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 6 petang. Sebentar lagi bulan akan datang memanggil matahari untuk pulang ke peraduannya.
"Sudah mau malam begini, tapi kak Langit kenapa belum pulang juga ya?" batin Qirani sembari melihat ke arah pintu masuk.
Sudut bibir Qirani tiba-tiba melengkung membentuk senyuman manis begitu mendengar ada suara mobil yang datang. Wanita itu yakin kalau yang baru saja datang itu adalah Langit, suaminya sekaligus pria yang sangat dia tunggu-tunggu dari tadi.
Dengan sedikit berlari, wanita itu beranjak ke arah pintu, dengan niat untuk menyambut suaminya. Namun, senyum wanita itu langsung surut berganti dengan kernyitan dahi begitu melihat sosok yang datang. Tenyata yang datang adalah seorang wanita paruh baya yang tidak lain adalah Mona ibu mertuanya.
"Mama!" sapa Qirani sembari mencium punggung tangan wanita yang melahirkan pria yang dia cintai itu.
"Emm, ayo masuk, Ma. Tapi, Kak Langit sedang tidak di rumah. Mungkin sebentar lagi dia pulang. Mama Duduk dulu, biar aku ambilkan minum untuk Mama," ucap Qirani seraya mengayunkan kakinya menuju dapur.
"Eh, tidak perlu, Rani. Mama hanya sebentar saja. Mama juga tahu kalau Langit tidak ada di sini, karena Langit yang memintaku ke sini, untuk memberikan makan malammu," Mona meletakkan rantang yang dia bawa di atas meja.
"Ke-kenapa Kak Langit meminta Mama mengantarkan makanan untukku? Kenapa bukan Kak Langit saja sekalian pulang?"tanya Qirani yang sebenarnya merasakan sakit di hatinya.
"Emm, untuk masalah itu Mama tidak tahu. Tapi, yang jelas Langit tadi menghubungi mama. Katanya kamu tidak bisa masak, lalu ia meminta bibi untuk memasakan makan malam untukmu. Dia tidak mau kamu makan sembarangan, supaya jantung kamu baik-baik saja," terang Mona sembari menyilangkan kakinya.
"Oh," sahut Qirani singkat, tidak bersemangat.
"Oh ya, kamu benaran tidak bisa masak?" tanya, Mona memastikan.
Qirani memaksakan bibirnya untuk tersenyum ,lalu menganggukan kepala, mengiyakan.
"Waduh, kalau kamu tidak bisa memasak, bagaimana kamu nanti melayani anakku? Kamu memang berbeda dengan kakakmu ya. Kakakmu itu sangat pintar dalam hal apapun. Masakannya juga sangat enak," lagi-lagi Qirani mendengar ada yang membandingkan dirinya dengan almarhum Kakaknya selain Langit suaminya. Dan kali ini dari ibu mertuanya. Bohong kalau hatinya tidak sakit.
"Oh, iya Ma. Sayangnya Kak Luna sudah pergi. Kalau dia masih ada, aku pasti akan belajar darinya," Qirani berjuang untuk tetap bersikap biasa saja.
"Kalau dia masih hidup, mungkin menantuku sekarang adalah dia. Dan mungkin saja, kamu masih di luar negeri," celetuk Mona, seakan tidak peduli kalau ucapannya sudah menyakiti sang menantu.
"Eh, iya ya, Ma. Atau mungkin saja aku sudah tidak ada di dunia ini sekarang. Kalau boleh meminta sih, aku berharap aku yang pergi daripada Kak Luna," sahut Qirani, mencoba untuk membawa pembicaraan ke arah bercanda.
Mona seketika bergeming, terdiam untuk beberapa saat. Sepertinya wanita itu menyadari kalau ucapannya tadi sudah menyinggung Qirani menantunya.
"Ah, sudahlah! Sekarang sebaiknya kamu makan malam saja. Mama mau pulang. Ingat jaga kesehatanmu!" Mona akhirnya berdiri dari tempat duduknya.
"Baik, Ma, terima kasih!" Qirani dengan sigap ikut berdiri juga dan mencium punggung tangan ibu mertuanya itu.
Mona kemudian berbalik, lalu mengayunkan kakinya berjalan menuju pintu. Sementara Qirani mengekor dari belakang. Wanita berusia 23 tahun itu berniat mengantarkan ibu mertuanya sampai pintu, agar terlihat sopan.
"Oh ya, Qirani, kalau boleh kamu sebaiknya belajar memasak agar bisa seperti Kaluna. Kalau tidak bisa sepenuhnya seperti Kaluna, setidaknya setengah saja. Karena suami itu biasanya suka dimasakin istri. Bagaimana Langit bisa mencintaimu kalau kamu tidak bisa memanjakan perutnya?" sebelum benar-benar pergi, Mona menyempatkan dirinya untuk meninggalkan pesan pada menantunya itu.
"Iya, Ma. Aku akan belajar. Aku mohon dukungannya saja, Ma!" sahut Qirani lagi, masih tetap berusaha untuk tersenyum.
"Ya, Tuhan, sampai kapan bayang-bayang Kak Luna membayangiku? Kuatkan aku ya Tuhan, agar bisa bertahan, jika harus dibanding-bandingkan dengan Kak Luna," bisik Qirani pada dirinya sendiri.
"Baiklah, Mama pulang dulu ya!" Mona masuk ke dalam mobilnya.
Tiba-tiba kaca jendela mobil itu turun, dan kepala wanita paruh baya itu keluar.
"Oh ya, kata Langit kamu tidak perlu menunggunya. Kalau mau tidur, kamu tidur saja duluan. Karena katanya dia ada urusan. Kalaupun nanti malam dia tidak pulang, mungkin dia menginap di rumah mama atau di apartemennya. Jadi, katanya kamu tidak perlu menghubunginya atau mencarinya. Mama jalan ya!" Mona melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang meninggalkan Qirani yang berdiri mematung.
"Kenapa Kak Langit tidak langsung menyampaikannya padaku? Kenapa harus melalui mama Mona? Aku ini kan istrinya? Apa aku ini memang tidak dia anggap Istrinya? Dan apa memang dia tidak akan pulang malam ini? dan apakah aku akan kembali tidur sendiri? Aku baru saja menjadi seorang istri, tapi aku merasa tidak dianggap dan tidak berguna sama sekali, " cairan bening kembali menetes membasahi pipi Qirani.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Inha Parera
knapa banyak selaki naro bawang 😭😭😭😭
2024-01-25
0
Dewi @@@♥️♥️
banyak bgt bawangnya 😭😭😭😭
2023-11-20
0
🍭ͪ ͩ𝕸y💞 |ㄚ卂卄 ʰⁱᵃᵗᵘˢ
harus nya jadi orang tua nggak ikut²an kaya anaknya. coba kalau langit yang di banding²kan. pasti mama Mona nggak terima. ini malah anak sama ibu sama aja . dah nikahin aja tuh si langit sama kaluna di kuburan 😂🤭 gemess aku sama kalian 🏃
2023-11-19
13