Sesampainya di kamar, Qirani naik ke atas ranjang, lalu kembali menangis sembari memeluk gulingnya. Sumpah kali ini, wanita itu benar-benar merasa sangat sakit. Dia merasa sekeras apapun usahanya, suaminya itu sama sekali tidak pernah menghargainya dan tidak pernah menganggap dirinya penting.
"Kak Luna, bolehkah aku menyerah? Aku benar-benar merasa sakit Kak? Sampai kapan aku harus seperti ini? Aku berterima kasih, karena jantung yang kamu berikan padaku, aku bisa tetap hidup sampai saat ini, tapi kenapa karena jantung ini, aku hidup di bawah bayang-bayangmu, Kak?" ucap Qirani dengan lirih,tanpa berniat menyeka air mata yang semakin banyak keluar.
"Sepertinya aku tidak boleh seperti ini terus. Aku harus mencari kegiatan yang bisa mengalihkanku dari perasaan diabaikan ini. Kalau aku terus-terusan menerima apapun sikap Kak Langit padaku, lama-lama aku bisa stres juga," Qirani duduk kembali sembari menyeka air matanya dengan sedikit kasar. Sorot mata wanita itu kini terlihat penuh tekad.
Tanpa perlu mempertimbangkan apa yang yan sudah ada di pikirannya selama beberapa bulan belakangan ini, Qirani langsung meraih ponselnya, lalu mencari nomor mamanya. Ya, wanita yang baru saja berusia 24 tahun itu, memang berniat untuk menghubungi Soraya mamanya.
Cukup lama Qirani menunggu respon dari sang mama, dan wanita itu sama sekali tidak mempermasalahkannya. Bagaimanapun mamanya pasti sudah tidur mengingat ini sudah tengah malam.
"Sepertinya mama tidak akan menjawab teleponku. Besok pagi saja aku menghubungi mama," batin Qirani sembari meletakkan ponselnya kembali ke atas nakas. Namun, baru hitungan detik ponsel itu tergeletak, tiba-tiba terdengar bunyi pertanda ada panggilan yang masuk. Tenyata itu panggilan balik dari mamanya.
"Halo, Ma," sapa Qirani berusaha untuk menormalkan suaranya agar terdengar kalau dia baru saja menangis.
"Hmm, maaf, Nak. Mama baru saja terbangun. Mama tadi mau jawab tapi sudah keburu mati. Ada apa menghubungi mama jam segini? kamu tidak sedang kenapa-napa kan?" suara Qirani terdengar khawatir dari ujung sana.
"Aku baik-baik saja, Ma. Mama tenang saja. Maaf, sudah membuat mama sempat khawatir dan maaf juga sudah mengganggu tidurnya mama,"
"Tidak sama sekali, Nak. Kamu ada masalah ya sama Nak Langit? Atau sama mertuamu yang masih sering menuntut kamu untuk secepatnya hamil?" ada terselip sedikit rasa kesal di balik nada bicara Soraya yang terdengar biasa saja.
"Tidak kok, Ma. Aku sama sekali tidak ada masalah dengan Kak Langit. Mertuaku juga sudah tidak menanyakan tentang kehamilan lagi," seperti biasa, Qirani selalu menutupi apa yang terjadi padanya, agar mamanya itu tidak sampai kepikiran.
"Syukurlah! Jadi kenapa kamu menghubungi mama tengah malam begini?"
"Emm, tadinya aku mau sampaikan besok pagi, tapi aku takut lupa. Ma, apa aku bisa bekerja di restoran, Mama?"
"Bekerja? Kenapa kamu tiba-tiba ingin bekerja? dan apa Langit setuju kalau kamu kerja?" tanya Soraya beruntun.
"Aku bosan di rumah terus, Ma. Aku ingin sekali bisa produktif seperti wanita karir di luar sana. Bisa menghasilkan uang sendiri seperti keinginanku selama ini," tutur Qirani memberikan alasan.
"Emm, kenapa__"
"Tunggu dulu, mama jangan salah paham. Kak Langit memberikanku lebih dari cukup uang Kok, ma, tapi entah kenapa rasanya tetap beda. Di samping aku merasa bosan di rumah, aku benar-benar ingin memiliki penghasilan sendiri. Untuk masalah Kak Langit, dia setuju kok, Ma. Katanya yang penting aku senang, dan dia cukup mengerti kalau aku memang bisa di rumah. Boleh kan, Ma?" Qirani dengan cepat menyela ucapan mamanya, mencegah wanita paruh baya itu untuk berpikir yang tidak-tidak.
Untuk sepersekian detik tidak ada terdengar Jawa dari wanita paruh baya di ujung sana. Sepertinya mamanya itu sedang memikirkan permintaan Qirani.
"Emm, baiklah kalau begitu. Kalau emang Nak Langit tidak keberatan, kamu besok datang saja ke restoran Mama. Mama bahagia kalau kamu mau bekerja, karena sebenarnya Mama mau meminta kamu untuk menggantikam mama mengelola restoran milik mama. Tapi, mama segan meminta mengingat kalau kamu sudah menikah," pungkas Soraya, akhirnya setuju.
"Terima kasih, Ma. Besok aku akan datang ke restoran,"
"Baik, Mama tunggu kamu di sana ya, Nak!" sebelum panggilan terputus, Qirani dan Soraya meluangkan waktu untuk berbicara sekitar 5 menit lagi. Setelah itu, panggilan pun berakhir di Soraya, yang mengatakan sudah mengantuk lagi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Pagi kini kembali datang menyapa. Sinar yang masuk ke kamar yang ditempati Langit, menerpa wajah pria yang masih tidur itu, hingga membuat pria bertubuh tinggi itu bangun
Setelah melakukan peregangan otot untuk beberapa saat, Langit pun turun dan bersiap masuk ke dalam kamar mandi.
Ketika melewati sofa, Langit melihat ada tergeletak pakaian kerja yang akan dia pakai hari ini. Dan bisa dipastikan kalau yang menaruh pakaiannya di sana adalah Qirani.
Ya, walaupun keduanya pisah kamar, tapi Qirani tetap melakukan tugasnya, termasuk menyiapkan pakaian suaminya. Hanya saja, hari ini sedikit berbeda. Biasanya istrinya itu menyiapkan pakaiannya ketika dirinya sedang di kamar mandi, tapi hari ini Qirani menyiapkannya lebih cepat. Tentu saja hal itu membuat Langit mengernyitkan keningnya.
"Ada apa dengannya? kenapa menyiapkan pakaian secepat ini?" gumam Langit.
"Itu berarti, dia masuk ke kamar ketika aku masih tidur. Argh, bodo amatlah!" Langit melanjutkan niat awalnya untuk masuk ke kamar mandi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Langit kini sudah terlihat rapi dan tampan dengan balutan kemeja berwarna maroon dan celana hitam. Sesuai dengan pakaian yang disiapkan oleh Qirani. Ya, walaupun Langit belum bisa memastikan perasaannya pada Qirani, pria itu selama ini tetap mengenakan pakaian yang disiapkan oleh istrinya itu.
Pria yang sekarang sudah berusia 28 tahun itu berjalan menuruni tangga dan langsung menuju meja makan.
"Kamu sudah bangun? Ayo makan!" ucap Qirani, yang hanya menoleh sekilas ke arah Langit.
Langit mengernyitkan keningnya, melihat perubahan Qirani yang pagi ini gaya bicaranya berbeda dari seperti biasanya. Nada bicara wanita itu dingin dan senyum yang tiap pagi ditunjukkan oleh wanita itu, kini sama sekali tidak ada. Sumpah demi apapun Langit merasa tidak nyaman, dan dia tidak menyukai kondisi seperti ini.
"Kamu mau kemana?" tanya Langit yang melihat perubahan baru di istrinya itu pagi ini.
Qirani pagi ini tampak cantik dengan gaun berwarna kuning gading yang sangat kontras dengan kulit putihnya. Penampilan istrinya itu juga semakin cantik didukung dengan polesan make up tipis di wajahnya.
"Oh, mulai hari ini aku akan mulai mengelola restoran Mama," ucap Qirani singkat sembari memakan rebusan kentang dan telur sebagai sarapannya.
"Hah? Kamu bekerja? Kenapa kamu tidak kasih tahu aku?" nada bicara Langit terdengar tidak suka. Namun, pria itu masih berusaha untuk menahan suaranya agar tidak meninggi.
"Untuk apa? Aku rasa ini masalah kecil, dan tidak terlalu penting untuk aku kasih tahu kamu," ucap Qirani uang dari ucapannya terselip sindiran atas ucapan pria itu tadi malam.
"Aku ini suamimu, jadi kamu harus tetap izin kalau kamu ingin bekerja!" suara Langit mulai meninggi.
"Oh ya? Kamu suamiku ya? Maaf, aku sampai lupa kalau ternyata aku memiliki suami, saking selama ini aku selalu sendiri, layaknya seorang gadis yang belum memiliki pasangan," Qirani tersenyum mengejek.
"Sial! dia mengejekku?" umpat Langit dalam hati dengan tangan yang terkepal.
"Kamu di rumah saja, jangan kemana-mana!" titah Langit.
"Maaf, untuk kali ini aku tidak mau. Aku akan tetap bekerja, karena aku ingin waras. Kalau setiap hari aku menghabiskan waktu di rumah ini, bisa-bisa tidak lama lagi aku akan masuk rumah sakit jiwa! Aku sudah selesai makan!, aku berangkat dulu, Kak!" pungkas Qirani sembari melangkah pergi meninggalkan Langit yang tercengang melihat perubahan istrinya itu.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Oviyenti Hijrah
sukurinn
2024-01-09
0
Esther Lestari
Rani pagi ini sukses bikin Langit terkaget2.
semangat Rani
2023-12-01
0
Patrish
good girls
2023-11-26
0