Bab 19

Habis mengantar Mariam pulang, Garra langsung balik pergi. Ia akan menemui salah satu temannya di agen dinas rahasia. Garra tahu mencari seorang pembunuh bayaran yang terlatih bukanlah hal yang gampang. Itu sebabnya dia butuh kerja sama dengan beberapa orang-orang yang terlatih juga.

"Padahal aku menyuruhnya masuk dulu. Dasar laki-laki sibuk." Mariam mengumpat kecil. Pandangannya terus menatap ke mobil Garra yang hampir menghilang di ujung sana. Ketika mobil laki-laki itu betul-betul menghilang dari pandangannya, ia berbalik masuk.

Diruang tamu duduk mamanya. Menatapnya tajam sambil memeluk dada.

"Masih tahu pulang? Masih sadar ini rumah kamu hm?" jelaslah Mia kesal karena makin hari anaknya makin senang tidur di luar. Bukannya gimana-gimana, tapi ia juga seorang ibu yang khawatir putrinya kenapa-napa. Setidaknya kalau putrinya tidak pulang, telpon dia kek,  bilang mau nginap di rumah teman. Masa yang nelpon kakaknya. Foster yang jadi pengantara bilang ke dia tentang Mariam yang menginap di apartemen Garra.

Awalnya sih Mia sempat kaget, namun Foster berhasil menenangkannya. Katanya Mariam akan aman bersama Garra. Wanita itu juga kenal Garra, pria itu tidak mungkin macam-macam sama putrinya. Kalaupun terjadi sesuatu antara mereka, Garra pasti akan bertanggung jawab.

"Jujur ke mama, kamu sengaja mabuk biar bisa tidur di rumah Garra begitu?" selidik Mia. Mariam melotot.

"Ih, mama suka gitu deh. Nggak percaya banget sama anak sendiri. Aku kan perempuan baik-baik, mana mungkin punya hobi mabuk-mabukan. Tenang aja ma, kalaupun aku berbuat nakal, pasti cuma sama Garra doang." ucap gadis itu. Giliran mamanya yang melotot. Ya ampun putrinya kok gini amat ya.

"Kamu itu ..."

"Udah mama lanjut baca aja, aku ngantuk mau tidur. Bye mama." karena tidak mau pembicaraannya dengan mamanya berlangsung panjang Mariam langsung naik ke kamar. Mamanya hanya geleng-geleng kepala. Untung putranya mulai perhatian lagi kayak dulu, sering menyempatkan waktu datang ke rumah. Kalau tidak, dia bisa stres menghadapi dua anak macam itu.

Sepanjang malam itu Mariam sibuk mengingat-ingat apa yang sudah dia lakukan ke Garra waktu mabuk. Harus ingat. Karena dengan begitu Garra akan menjadi miliknya. Kan pria itu sudah janji.

"Aduhh ... Kenapa aku nggak bisa ingat sih?" kesalnya lama-lama. Tak lama setelah itu, ia tiba-tiba mengingat sesuatu.

Ya. Malam itu ia ingat dirinya bermimpi. Bermimpi menyentuh Garra. Walau itu mimpi, namun rasanya begitu nyata. Mata Mariam melebar.

"Jangan bilang ...?" kedua tangannya terangkat menutupi mulut. Seolah tidak percaya.

"Aku benar-benar melakukannya? Ya ampun Mariam! Kau gila." ia lalu menatap kedua tangannya.

Benarkah tangan ini sudah menyentuh junior Garra? Ah, pantas saja ada waktu di mana ia mendapati cara Garra menatapnya sedikit aneh. Gadis itu tersenyum, tapi merasa malu juga. Ini semua gara-gara ia baca buku mesum sampai mempengaruhi otaknya. Tapi dia suka. Apalagi Garra kayaknya tidak menolak, tidak jijik padanya. Itu pertanda kalau pria itu menyukai permainannya kan? Kalau begitu, berarti Garra juga ada rasa padanya dong? Benarkan apa yang dia pikirkan selama ini. Laki-laki itu saja yang terlalu gengsi. Padahal peduli.

"Kamu nggak akan lolos dariku pria gengsian." gumam Mariam tersenyum puas. Ia masih tidak percaya akhirnya  imajinasi nakalnya untuk membuat Garra menyerah betul-betul terjadi. Ah ... Senangnya ... Dia harus menyombongkan diri kepada kakaknya yang terus meledek kalau Garra tidak mungkin menyukainya.

_________________

Pagi hari,  seperti biasa. Mariam ke departemen kepolisian lagi, untuk bekerja. Ia belum bosan. Apalagi para cleaning service yang lain semuanya baik-baik padanya. Mereka juga sering bergosip. Tapi waktu istirahat saja, karena akan di tegur oleh atasan nantinya.

"Kamu ke sini nggak sama pak Garra lagi?" tanya Nindy. Mereka semua sudah tahu kedekatan Mariam dan Garra.

"Nggak. Aku ke sini naik taksi." jawab Mariam santai.

"Oh begitu, tapi kamu beruntung banget loh bisa deket sama pak Garra. Kamu tahu nggak, di departemen ini pak Garra sangat terkenal. Aku dengar ada banyak polisi dan staf wanita yang ingin mengejar cintanya. Tapi karena dia sangat dingin dan tegas, mereka malu deketin. Apalagi posisinya sebagai salah satu atasan di sini. Baru kamu yang deketin dia terang-terangan dan nggak ditolak."

Mariam senang mendengar kalimat-kalimat tersebut. Menjadi perempuan yang istimewa di hati Garra jelaslah membuat dia senang.

"Apa lagi, apa lagi? Ayo cerita." katanya antusias.

"Kita-kita sih fans beratnya pak Garra juga, tapi kita semua sadar status kita sama laki-laki itu terlalu jauh. Bak langit dan bumi. Cleaning service macam kita, nggak usah bermimpi terlalu tinggi." timpal perempuan yang bernama Gia. Mariam menatapnya.

"Loh, kenapa? Aku juga cleaning service tuh. Tapi berani ngejar cinta aku sama Garra. Bukannya aku bilang kalian boleh ngejar Garra ya, dia milik aku doang. Tapi kalian boleh ngejar yang lain. Yang kaya, ganteng, baik hati, perhatian, dan nggak mandang status masih banyak kan? Bisa kok dikejar, jangan patah semangat."

Perempuan-perempuan itu tertawa sumbang mendengar perkataan Mariam.

"Kamu kan jadi cleaning service cuma buat ngejar cintanya pak Garra. Latar belakang kamu sama aja kayak dia, sama-sama lahir dari keluarga sendok emas."

"Nggak kok, aku miskin. Sekarang aja banyak utang sana sini ke teman-teman aku. Yang kaya itu orangtua aku. Kalau aku ya miskin banget. Status kita sama kok."

Para perempuan itu ternganga. Miskin apanya. Status sama apanya. Jelas beda. Dia pake seragam kerja yang sama kayak mereka saja perbandingannya masih jauh. Kulitnya terawat sangat, rambutnya, jangan di tanya lagi.

Tapi mereka senang karena Mariam tidak membeda-bedakan status seseorang. Itu berarti gadis itu memiliki sifat yang rendah hati.

"Mariam,"

Tiba-tiba Garra muncul. Lelaki yang kini berdiri di depan pintu ruangan staf cleaning service itu, berhasil membuat perempuan-perempuan tersebut ikut berdiri. Mereka membungkuk hormat pada pria itu. Hanya Mariam yang tidak.

"Duh, ada yang nyamperin aku nih. Kangen pasti." seru gadis itu blak-blakan. Percuma juga Garra menegurnya, memang sifatnya sudah begitu.

"Keluar sebentar, aku ingin bicara." kata pria itu datar. Mariam melangkah mengikutinya dari belakang. Mereka berhenti di koridor dekat tangga. Tak ada orang di sana, hanya mereka berdua.

"Kenapa manggil aku, kamu beneran kangen? Pengen peluk? Pengen aku cium? Atau pengen ..."

Garra mengetuk pelan kepala Mariam.

"Di sini ada cctv, jangan bicara begitu." tegurnya.

"Oh ..." mulut Mariam membulat besar membentuk huruf O.

"Besok kamu ada waktu?" Mariam mendongak menatap Garra dengan mata berbinar-binar.

"Ada. Mau ajak aku kemana?"

"Rumah sakit. Ada seorang bocah laki-laki yang baru saja kehilangan orangtuanya dalam perampokan. Kami butuh keterangannya, tapi dia tidak mau bicara dengan siapapun. Bisakah kamu membantu?" Garra pernah lihat Mariam pintar bermain dengan anak-anak. Kepribadiannya menarik, anak-anak pasti suka. Mungkin bocah itu mau bicara kalau dengannya.

"Baiklah. Bocah itu serahkan padaku."  sahut Mariam kemudian.

Terpopuler

Comments

Anonymous

Anonymous

hahaaa, mariaaamm,, Astaghfirullahal'adzim.... /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/

2024-04-22

1

In Makatita

In Makatita

Mariam lucu banget😁😁🤣🤣🤣

2024-04-28

0

Tuti Tyastuti

Tuti Tyastuti

😂😂😂😂

2024-04-15

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!