Bab 5

Mariam menampakan diri dengan melambai-lambai ke Garra. Senyuman lebarnya kali ini tidak berhasil membuat Garra bahagia. Keberadaan gadis itu di tempat kejadian dan fakta bahwa ia adalah saksi mata yang melihat wajah sih pelaku sukses membuat Garra merasa marah.

Perasaannya bercampur aduk. Marah, gelisah, dan takut semuanya menghinggap di pikirannya. Tapi Garra berusaha menahan diri. Sebagai seorang detektif, ia berusaha terlihat profesional.

Kali ini Mariam tidak banyak tingkah seperti biasanya. Karena banyak orang asing di tengah-tengah mereka. Dan ia tahu Garra sedang bertugas, ia tidak boleh mengganggu. Mariam masih tahu diri. Apalagi dirinya sekarang berstatus sebagai saksi mata. Garra juga kayaknya marah. Entah apa yang membuat laki-laki itu terlihat marah.

"Aldo, kau saja yang bertanya." kata Garra datar.

Aldo sempat bingung, namun begitu melihat perubahan ekspresi di wajah atasannya, ia pun menurut. Pria itu melangkah mendekati tempat Mariam duduk. 

Di samping kiri Mariam duduk seorang gadis berambut pirang mengenakan gaun biru dongker, sebelah kanannya laki-laki berkacamata. Mereka duduk tak jauh dari sih aktor terkenal. Aldo mulai bertanya.

"Ceritakan bagaimana kau bisa tahu seperti apa wajah pelaku?" Mariam menaikkan wajah menatap laki-laki lalu menjawab. Ia nampak santai.

"Waktu aku ke toilet, aku tidak sengaja melihat seorang laki-laki, gelagatnya sangat mencurigakan. Waktu itu dia belum mengenakan topeng. Pakaian, sepatu, tinggi badan, gaya rambut dan cincin yang dia kenakan di jarinya aku ingat betul. Walau waktu menembak dia pakai topeng, tapi aku yakin itu pasti dia." jelas Mariam panjang lebar.

"Kau ingat seperti apa wajahnya?" tanya Aldo lagi. Mariam berpikir sebentar. Orang-orang di dalam ruangan itu ikut menunggu jawabannya.

"Kalau bertemu orangnya lagi mungkin aku akan ingat, hehe ... Aku bisa minum minta nggak? Haus nih abis ngomong panjang lebar." sahut gadis itu tersenyum lebar, bahkan tanpa malu-malu minta minum. Ia tidak sadar aktor besar di depannya sejak tadi sedang mengamatinya, belum lagi ada Garra yang terus menahan geram.

"Mariam, jangan terlalu santai. Mereka semua polisi." tegur sih cewek rambut pirang, berbisik di telinga Mariam.

"Ya kan aku cuma pengen minta minum ta, kerongkonganku kering. Masa itu juga dilarang sih. Memangnya kamu mau aku mati kehausan? Aku belum nikah lo, belum punya anak, belum berbakti sama orangtua, belum ..."

"Minum cepat." Garra tiba-tiba menyodorkan segelas air ke depan Mariam. Ia ambil dari meja yang masih utuh di dalam situ. Cinta, teman di sebelah Mariam sampai tak bisa berkata-kata lagi. Ia terlalu terpesona melihat wajah tampan salah satu petugas kantor kepolisian itu. Tidak kalah dari aktor terkenal yang duduk dekat mereka. Penampilannya casual, tak pakai seragam. Tapi daya tariknya sangat luar biasa. Mata Cinta tak bisa lepas darinya.

Aneh, Cinta lalu menatap Mariam dan pria itu bergantian. Kok pria itu tiba-tiba kasih air ke temannya? Tatapannya ke Mariam pun kayak beda. Pria itu terlihat marah, tapi juga sangat memperhatikan Mariam. Apa hanya dia yang merasa?

Mariam sendiri mengambil gelas berisi air putih yang ada ditangan Garra dengan senang hati.

"Makasih ganteng," katanya sembari mengedipkan sebelah matanya. Aldo yang melihat memutar bola matanya malas. Masih saja cari-cari kesempatan dalam kesempitan sih perempuan heboh ini.

Garra menjauh. Pria itu tampak biasa saja. Ia tidak menghiraukan Mariam karena sekarang ada banyak pasang mata yang memandang. Ia lalu berjalan mengelilingi aula. Matanya terus mencari kalau-kalau ada sesuatu yang bisa ia temukan.

"Ah, aku tahu!" seruan Mariam kembali membuat Garra berbalik memandanginya dari jauh. Semua orang dalam aula menatap gadis itu lagi.

"Aku akan menggambar wajahnya." Aldo tertawa kecil. Dilihat dari sisi manapun, sih Mariam ini tidak pernah serius. Jangan-jangan nanti gambarnya kayak gambar anak kecil lagi.

"Kau yakin bisa menggambar?" tanya Aldo setengah meledek.

"Cih, jangan salah. Aku pernah jadi pemenang ilustrator terbaik di Italy." balas Mariam sambil mengangkat dagunya tinggi-tinggi.

Aldo tambah tidak percaya. Ya, ya, ya. Mimpi saja terus.

"Dimas, ambilkan drawing paper dikamarku." akhirnya sih aktor bersuara juga. Mariam menatapnya cukup lama. Tampan, tapi tidak semenarik Garra di matanya. Pria yang dipanggil Langit oleh banyak orang itu balas menatapnya. Ia menunjukkan senyum tipisnya ke Mariam. Dibalas dengan senyuman sangat tipis juga oleh gadis itu.

Dimas sang manajer pergi ke kamar Langit di lantai dua. Tak lama sesudah itu ia kembali dengan drawing paper dan pencil. Langsung ia berikan ke Mariam.

"Thank's," ucap gadis itu lalu mulai menggambar.

Ketika melakukan suatu hal yang serius, Mariam tampak sangat berbeda dengan biasanya. Gadis itu tidak ribut dan sangat fokus. Garra mengamatinya dari jauh. Semua orang menunggu. Ia menyelesaikan gambarnya dalam waktu hampir lima menit. Durasi yang terbilang cepat untuk menggambarkan seseorang. Apalagi pelaku kejahatan yang belum jelas wajahnya. Tapi mungkin jelas dalam ingatan Mariam.

"Ini!" Mariam memberikan sketsa tersebut ke depan Aldo. Gayanya sombong hingga Garra yang memperhatikan dari tempatnya sedikit menyunggingkan bibir.

Aldo menatap gambar itu. sketsa yang mereka lihat di gambar dengan sangat baik. Mampu menggambarkan secara jelas seperti apa wajah sih pelaku. Aldo menatap Mariam dengan wajah heran, masih tidak percaya dengan kemampuan gadis itu. Ada bakat juga ternyata.

"Bos, lihat ini." Aldo berjalan mendekat ke Garra dan memberikan hasil gambar Mariam. Wajah pria itu tetap datar tapi tersenyum dalam hati. Ia tahu dari dulu Mariam pintar sekali melukis. Jadi tidak heran.

"Siapa pemilik rumah yang membuat pesta?" tanya pria itu kemudian. Langit mengangkat tangan. Garra mendekat ke arahnya.

"Kau bisa mengenalinya? Apa dia salah satu tamu yang kau undang?" Garra memperlihatkan sketsa yang di buat Mariam. Langit melihatnya cukup lama lalu menggeleng.

"Aku tidak kenal." kata sang aktor.

"Mungkin penyusup kali. Kayak di film-film itu loh." nimbrung Mariam.

"Diam dulu, gadis nakal." Garra menatap gadis itu galak. Mariam hanya menyengir kuda ke pria itu.

Lani, rekan wanita Garra yang diam-diam menyukai lelaki itu tampak terusik karena menyadari Garra terus memperhatikan gadis itu sejak masuk tadi. Aldo dan Garra sepertinya memang kenal gadis itu. Bisa terlihat dari interaksi mereka.

"Aku ingin kau memberi daftar nama setiap tamu yang datang malam ini. Juga cctv yang terpasang di setiap sudut rumahmu dari tadi pagi sampai pesta berlangsung."

"Baiklah. Manajerku akan mengurusnya."

"Kalau begitu malam ini itu saja. Penyelidikan akan dilanjutkan besok, akan ada beberapa polisi yang berjaga di sini beberapa hari, demi keselamatanmu. Tolong kerjasamanya." suara Garra sangat berwibawa. Langit mengangguk.

"Aldo, kita pergi sekarang."

"Baik bos."

Langkah Garra berhenti di depan Mariam, lalu meraih lengan gadis itu.

"Kau pulang denganku." katanya menatap tajam Mariam. Tentu gadis itu langsung mengangguk senang. Meninggalkan Cinta yang terheran-heran. Mereka sudah saling kenal ternyata.

Terpopuler

Comments

Yuliana Purnomo

Yuliana Purnomo

berbunga-bunga gakntuuh nariam dikasih perhatian dikit sm babang garra

2024-04-28

1

Tuti Tyastuti

Tuti Tyastuti

ciee ada yg cemburu

2024-04-14

0

Kalsum

Kalsum

ada yg mulai jatuh cinta ♥️♥️♥️♥️

2024-03-05

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!