Bab 14

Habis mengantar Mariam pulang, Garra langsung ke kantor. Mereka masih mengerjakan kasus yang sama. Pelaku penembakan dan kasus narkoba.

"Bos, kami sudah mendapatkan identitas pelaku penembakan." Aldo langsung melapor begitu Garra muncul dikantor. Lelaki itu baru saja hendak duduk di kursi ketika Aldo datang.

Garra menatap bawahannya. Wajahnya amat sangat serius saat bekerja. Aldo menjelaskan lagi dengan panjang lebar.

"Nama laki-laki itu Dion Dwi Jaya. Merupakan seorang pembunuh bayaran. Laki-laki itu adalah  tersangka pembunuhan menteri keuangan. Kebetulan sedang di cari-cari oleh tim tiga. Kami menduga ada pihak lain yang membayarnya untuk membunuh aktor terkenal itu. Well, itu masih dugaan sementara. Bisa saja ada orang lain yang dia incar di pesta tersebut. Karena sebagian tamu malam itu adalah orang-orang penting." kata Aldo panjang lebar.

Garra tampak berpikir. Mau tergetnya adalah sih aktor atau orang lain lain, di mata Garra sama saja. Mariam adalah saksi matanya. Dan Garra khawatir. Jangan sampai sih pembunuh tahu waktu itu ada saksi. Pelaku yang mereka kejar mungkin saja bukan pelaku sembarangan.  Garra harus segera menangkap orangnya. Sampai dalang dibalik orang yang memberikan perintah membunuh.

"Keberadaannya bagaimana? Sudah ditemukan?" tanya Garra kemudian.

"Sayangnya belum. Aku dengar tim tiga sudah mencarinya lebih dari satu tahun, tapi orang tersebut selalu berhasil sembunyi. Sebutannya adalah pembunuh bayangan. Sulit sekali menemukan orang itu."

Rahang Garra mengetat. Huh! Pembunuh bayangan? Mari lihat seberapa hebat dia bersembunyi.

"Aldo, ajukan kepala tim tiga mulai hari ini tim satu akan akan mengambil alih kasus pembunuh itu. Serahkan kasus narkoba pada mereka." ujar Garra memutuskan. Mata Aldo melebar.

"Tapi bos, karena tim tiga yang bertanggung jawab mencari pembunuh itu duluan, kenapa tidak biarkan mereka saja yang melanjutkan kasus ini? Tim kita biar fokus ke kasus narkoba." balas Aldo merasa keberatan. Semua kasus memang rumit, tapi kasus yang mereka tangani sebelumnya mulai ada titik terang. Kalau kasus baru ini ... Mereka harus mulai lagi dari awal.

"Aku ingin kasus ini. Aku tidak percaya pembunuh itu tidak bisa tertangkap. Aku harus menangkapnya, sekalian dengan dalang dibelakangnya." kata Garra pasti. Karena ia akan tenang setelah menangkap mereka.

Aldo menghembuskan napas panjang.

"Baiklah. Kalau begitu aku akan bilang ke tim tiga." katanya dengan terpaksa. Aldo yakin tim tiga akan senang sekali mendengar itu. Hufft ... Mau bagaimana lagi, atasannya ini memang agak beda. Selalu menyukai kasus yang menantang.

Begitu Aldo keluar, Garra merogoh hapenya dari saku. Ia mencari nomor  Mariam, ingin menelpon gadis itu namun belum sempat menelpon, orang lain menelponnya duluan. Garra mendesah saat melihat siapa yang memanggilnya.

Papa.

Sudah lama ia tidak mengunjungi rumah pria tua itu. Mungkin saja papanya ingin dia makan bersama di rumah. Walau tidak begitu suka mendapat telpon dari sang papa, Garra tetap menghormatinya. Biar bagaimanapun dia hanya seorang anak.

"Halo," sapanya datar. Papanya sama datarnya dengan dia. Orang-orang memanggil lelaki tua itu dengan sebutan tuan Avalon. Pendiri rumah sakit ternama di beberapa kota. Bahkan memiliki cabang di luar negeri. Tuan Avalon sangat terkenal tegas dan berwibawa. Hubungan dengan Garra perlahan menjauh ketika lelaki itu menikah lagi.

Dulu Garra tidak terima papanya menikah lagi. Namun sekarang dirinya sudah tidak peduli. Dia lebih memutuskan hidup mandiri. Memang ibu tirinya wanita yang cukup baik, tapi bagi Garra, almarhumah mamanya tidak akan pernah bisa tergantikan dengan siapapun. Jadi ia belum bisa menerima keberadaan sih ibu tiri dan adiknya yang terlahir dari rahim perempuan itu.

"Kau sibuk?" tanya tuan Avalon ditelpon.

"Kau tahu aku selalu sibuk." balas Garra sangat datar.

"Kapan waktu kosongmu hari? Istirahat makan siang jam berapa?" Garra menghela napas.

"Jam dua belas."

"Kalau begitu bisakah kau menemui putri rekan bisnisku sebentar? Aku sudah janji akan memperkenalkan kalian. Putrinya sudah setuju hari ini. Kami sangat dekat, aku sudah menganggap dia seperti putriku sendiri. Jadi aku ingin menjodohkan kalian, pasti kalian akan cocok. Alamatnya akan ku kirimkan padamu." kata tuan Avalon. Suaranya santai dang penuh wibawa.

Garra menutup mata dalam-dalam. Hal yang dirinya paling benci dari papanya adalah, suka menjodoh-jodohkan dia sesuka hatinya. Tanpa persetujuan.

"Aku tidak suka kau selalu berniat menjodohkanku seperti ini. Aku akan memilih pasanganku sendiri, kau tidak perlu pusing dengan itu." ucap Garra tegas.

"Papa hanya ingin memilihkan yang terbaik untukmu Garra. Sampai kapan kau akan hidup sendiri? Sampai kapan kau tidak ingin mencoba berhubungan dengan wanita. Memilih pasanganmu sendiri? Ayolah, pasangan yang paling baik adalah pasangan yang papa pilih. Banyak wanita tidak benar sekarang. Datanglah sebentar, kenalan saja dulu. Dia wanita yang baik, sangat keibuan dan papa rasa sifatnya sangat mirip dengan mamamu. Kau pasti akan menyukainya. Pergi saja, aku sudah terlanjur membuat janji."

Tiiiit ... Lalu telpon terputus. Garra mengusap wajahnya kasar. Tidak suka sekali kalau papanya sudah bertindak mendominasi seperti tadi. Apa katanya tadi? Mirip mamanya? Huh! Jangan samakan semua wanita dengan mamanya. Tidak akan pernah  ada yang sama. Lagian kalau mirip mamanya, kenapa lelaki tua itu saja yang menikah lagi dengannya? Pria itu tak habis pikir papanya masih kekeuh menjodohkan dia sampai sekarang.

Tak lama kemudian sebuah notifikasi pesan masuk. Papanya mengirim alamat tempat sekaligus memberinya sebuah peringatan tegas.

"Ingat, kalau kau tidak pergi sebentar,  papa akan mendatangi kantormu dan menyeretmu lansung dari sana."

Garra mendengus. Ia tidak takut sama sekali dengan ancaman lelaki tua itu. Tapi sepertinya dia memang harus pergi. Bukan untuk mengikuti kemauan sang papa, tapi langsung memutuskan hubungan. Kalau tidak datang, mungkin saja papanya akan mengatur pertemuan kedua, ketiga, dan seterusnya. Jadi ia harus pergi. Ini terakhir kalinya ia menuruti keinginan lelaki tua itu. Tidak akan  ada selanjutnya. Apalagi sudah ada perempuan lain yang ingin dia jaga saat ini.

Mariam ...

Satu nama itu langsung masuk dalam pikirannya. Apa dia terima saja keinginan gadis itu yang ingin berpacaran dengannya? Apalagi gadis itu sudah berhasil memegang satu bagian di tubuhnya yang sangat amat pribadi. Bahkan membuatnya mengalami pelepasan yang rasanya begitu ... Dahsyat? Garra jadi penasaran kalau juniornya masuk ke dalam lubang Mariam, rasanya akan seperti apa. Apakah lebih enak dari sekadar miliknya di kocok seperti semalam?

Ahh ... Garra. Bikin malu sekali. Masa sudah sedewasa ini tidak ada pengalaman sama sekali. Tiba-tiba pria tersadar. Kenapa pikirannya jadi mesum begini? Astaga, dia sudah tertular Mariam. Pria itu tertawa kemudian.

Terpopuler

Comments

Erna Masliana

Erna Masliana

tidak semua pilihan ortu itu benar.. karena anak jg punya firasat sendiri.. punya keyakinan sendiri mana yg terbaik buat dirinya..toh yg menjalani hidup itu s anak.. anak itu butuh dukungan dan bimbingan bukan intimidasi

2024-05-09

1

Erna Masliana

Erna Masliana

ingat Mariam langsung S3(Sura seuri sorangan) palaur ih😁😁😁

2024-05-09

0

Erna Masliana

Erna Masliana

paling benci orang tua kayak gini.. maksa maksa perjodohan

2024-05-09

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!