Bab 4

Akhirnya Garra bebas. Bukan bebas dari Mariam, ia bebas dari pekerjaan hari ini. Kasus baru yang mereka tangani memang belum tuntas seratus persen, tapi pikirkan besok saja. Lelaki itu terlalu lelah, ia ingin refresh otak dulu.

Ketika sampai apartemennya, Garra melangkah ke ruang tamu. Menyampirkan jaket ke dinding sofa kemudian membuka satu kancing kemeja paling atas agar tidak terlalu sesak dan panas. Ia mengambil remote dan menghidupkan AC lalu bersandar di sandaran sofa sambil memijit pelipisnya.

Ingatan lelaki itu kembali ke kejadian di mall sore tadi. Saat Mariam tanpa ijin mengambil ciuman pertamanya. Ya, ciuman tadi adalah ciuman pertama seorang Garra. Kalau dia bilang ke orang-orang bahwa dirinya terus melajang dan belum pernah berciuman selama dua puluh delapan tahun dalam hidupnya, pasti hanya ada satu dari seratus orang yang akan percaya. Tentu saja orang yang sangat mengenalnya. Tapi yang lain tidak akan percaya. Garra yakin itu.

"Huh!" lelaki itu tertawa setengah mendengus.

Ingatan akan ciuman liar Mariam terus bersarang di kepalanya. Garra bahkan menutup kedua matanya sambil meresapi ciuman yang telah lama berlalu. Ketika ia sadar, laki-laki itu tertawa lagi.

"Kau sudah gila Garra." ucapnya. Ia lalu membuang pikirannya tentang Mariam jauh-jauh. Namun belum sampai wajah Mariam hilang dari benaknya, ada pesan notifikasi yang masuk di hapenya.

Gadis itu lagi. Mariam, sih pengacau yang sukses membuat hidup seorang Garra yang selalu datar jadi lebih berwarna.

"Hai pria seksi, lagi ngapain? Kerja, tidur, santai, atau mikirin aku?"

Garra tersenyum membaca pesan Mariam. Entah sudah yang ke berapa kali gadis itu mengiriminya pesan walau jarang sekali ia balas. Sibuk adalah alasan kedua, sedang menghindar adalah alasan utamanya. Tapi malam ini, entah kenapa pria itu  tertarik untuk membalas pesannya.

"Bukan urusanmu," balasnya sengaja. Ia ingin tahu bagaimana tanggapan Mariam membaca pesan balasannya.

"Yeaii, akhirnya setelah sekian purnama pesanku dibalas langsung. Nggak perlu nunggu sampai berjam-jam dan berhari-hari!"

"Urusanku dong, aku kan ingin tahu kegiatan calon kekasih." balasan Mariam berhasil membuat Garra mengulum senyumnya. Ia mengetik lagi.

"Aku dengar dari kakakmu, kau tidak mau kerja?" Garra ingat Foster pernah cerita kegiatan Mariam setiap hari yang membuat mama mereka pusing. Katanya adiknya hobi keluyuran habisin duit orangtua.

"Ah dasar kak Foster, ember sekali mulutnya. Aku nggak suka kerja. Aku ingin jadi ibu rumah tangga saja. Kan nanti mau nikah sama kamu." Garra tersenyum lebar. Tentu Mariam tidak bisa lihat.

"Menurutku kau harus kerja. Cari pengalaman, kejar cita-citamu. Jangan keluyuran terus. Kasihan keluargamu. Terutama mama kamu." ketik Garra lagi. Ia jadi penasaran setiap hari gadis itu keluyuran kemana, sama siapa, teman cewek atau cowok. Dan mereka melakukan apa saja.

"Ya ampun, perhatian sekali! Aku akan memikirkannya kalau begitu, karena kau yang bilang. Terimakasih sudah memotivasi." lagi-lagi Garra tersenyum membaca pesan balasan dari Mariam. Matanya melirik ke jam tangannya kemudian.

"Sudah malam, tidurlah." ia kembali mengirim pesan.

"Ah, padahal aku masih ingin chattingan. Garra, helow? Helow? Kamu masih di sana kah? Ya udah deh, selamat tidur honey." Garra tidak membaca lagi balasan terakhir Mariam. Pria itu sudah meletakan ponselnya di atas meja dan masuk ke dalam kamar untuk mandi.

                                   ***

Suara gemericik air menghiasi kamar mandi Garra. Lelaki itu tengah asyik membersihkan badan. Ia menunduk melihat miliknya yang panjang besar dan berurat. Garra percaya diri tubuhnya memiliki magnet yang dapat membuat para wanita dengan dengan senang hati menyerahkan diri mereka. Hanya saja dia sendirilah yang terus menutup diri.

Hanya bersama Mariam hatinya mulai tersentuh. Ya, mengingat ia sudah mengagumi gadis itu diam-diam dari dulu. Sejak gadis itu masih kecil. Garra tidak sadar ia sudah kembali memikirkan Mariam. Padahal dirinya sudah berniat mau membuang perasaannya jauh-jauh.

Menyadari akan pikirannya yang terlalu dipenuhi dengan satu gadis itu hari ini, Garra mengusap wajahnya kasar. Perasaannya bercampur aduk, ia merasa dilema. Air yang mengalir dari shower membasahi seluruh wajahnya.

Berhenti memikirkan gadis itu, berhenti memikirkannya Garra.

Pria itu berkali-kali mengucapkannya dalam hati. Garra mengambil sabun dan segera membersihkan badannya. Setelah merasa seluruh tubuhnya bersih, ia mengambil handuk dan melilitkannya di panggul hingga menutupi bagian bawahnya.

Garra mengenakan piyama abu-abu tua lalu meraih laptop di meja, kembali ke kasur, duduk sambil bersandar di kepala tempat tidur, dan mulai memeriksa apa saja yang ingin dia periksa yang berhubungan dengan kasus yang tengah ditangani oleh timnya.

Hampir setengah jam pria itu terus berkutat di depan laptopnya ketika nada dering ponselnya berbunyi. Garra melihat siapa yang menelpon.

Ternyata Aldo.

"Aku dengar malam ini ada pesta besar di kediaman Langit Zendaya." seru Aldo langsung dari seberang.

"Siapa itu?" Garra mengernyitkan dahi.

"Aktor besar. Sangat terkenal. Sudah memenangkan banyak penghargaan dan punya fans di mana-mana, dari kalangan anak-anak, orangtua, sampai orang dewasa semua menyukainya."

"Jadi, apa urusannya denganku?" Garra bertanya malas. Sangat tidak penting.

"Begini, manajer pria itu baru saja menghubungi kepolisian. Katanya baru saja ada penembakan di pesta itu. Salah satu tamu yang terluka parah. Penembak itu kabur, tapi aku dengar ada saksi yang bilang sempat melihat wajah asli sih pelaku." Garra langsung berdiri dari tempat tidur.

"Kirimkan alamatnya padaku, sekarang juga!" katanya. Pria itu lalu mengganti pakaiannya secepat mungkin, menyambar kunci mobil di atas nakas dan keluar dari apartemennya.

Kira-kira dua puluh menit kemudian ia sampai di alamat yang Aldo kirim. Rekan kerjanya tersebut sudah berada di sana bersama dua rekan yang lainnya, perempuan dan laki-laki. Mereka menghampiri Garra.

"Bos," panggil Aldo.

"Bagaimana kondisi di dalam?" tanya Garra.

"Polisi sudah mengamankan para tamu yang tidak terlibat sama sekali, korban telah di bawah ke rumah sakit untuk segera ditangani . Di dalam tersisa pemilik rumah, manajer, pembantu dan beberapa kerabatnya juga saksi yang aku bilang tadi. Mm ..." penjelasan Aldo terjeda sebentar.

"Kau kenal saksi itu." lanjutnya. Alis Garra terangkat, ingin bertanya tapi rekan perempuannya tiba-tiba bicara.

"Garra, sebaiknya kita masuk sekarang." namanya Lani.

"Ayo masuk." perintah Garra, tidak jadi bertanya ke Aldo. Toh dia akan tahu siapa maksud pria itu ketika masuk nanti.

Mereka masuk bersama. Keadaan dalam rumah kacau balau. Lantai berserakan dengan barang-barang yang berseliweran di mana-mana. Banyak pecahan di sana.

Ketika mereka memasuki aula pesta, ada cukup banyak orang di sana. Keadaan dalam aula lebih kacau dari ruang tamu tadi. Semua orang tampak tegang.

"Mana saksinya?" tanya Garra. Aldo lalu memanggil sebuah nama yang membuat Garra kaget bukan main.

"Mariam, keluarlah."

Terpopuler

Comments

Asih Lusiana

Asih Lusiana

jd pengen makan bakso urat/Proud/

2024-04-26

0

Tuti Tyastuti

Tuti Tyastuti

waduh ada mariam di pesta itu

2024-04-11

0

neni onet

neni onet

langsung tumpengan neeh 😁

2024-04-15

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!