Bab 15

Jam satu tepat, saat istirahat makan siang, Garra tidak makan bersama rekan kerjanya. Langsung pergi ke alamat yang diberikan papanya. Sebuah restoran berbintang. Letaknya tak begitu jauh dari kantor polisi tempat dia bekerja.

"Siang tuan, apakah anda sudah melakukan reservasi sebelumnya?" tanya seorang pelayan yang melayaninya di depan. Garra membuka hapenya dan menunjukan ke sih pelayan untuk di baca. Setelah itu, pelayan tersebut langsung mengarahkan tempat ke pria itu.

"Di bagian sana tuan, kursi nomor sebelas." ucap pelayan itu. Garra lalu masuk. Untung papanya tidak menyewa ruang privat. Ia tidak mau berduaan dengan wanita asing dalam satu ruangan. Kalau pun papanya sengaja menyewa ruang privat, Garra akan langsung berbalik pergi.

Di meja yang di tunjuk pelayan tadi, sudah ada seseorang yang duduk. Seorang wanita dewasa, mungkin seumuran dia. Cantik? Ya. Pilihan papanya selalu begitu. Rata-rata wanita pilihan lelaki tua itu memiliki wajah yang mirip. Entah hanya kebetulan, memang selera papanya, atau semua wanita itu melakukan operasi wajah hingga sama semua begitu. Intinya, Garra tidak tertarik sama sekali. Mending dia diganggu Mariam, daripada harus berhadapan dengan wanita-wanita itu.

Dari mejanya, wanita tersebut melambai ke Garra. Mungkin papanya sudah memberikan fotonya jadi wanita itu tahu seperti apa wajah seorang Garra. Lelaki itu tak membalas lambaian tangan wanita itu. Ia terus berjalan dengan ekspresi datar, sampai perempuan itu malu sendiri.

Begitu sampai, Garra menarik kursi dihadapan wanita itu lalu duduk.

"Sudah lama menunggu?" tanya Garra datar, sekadar basa-basi. Ia ingin cepat-cepat pergi dari sini. Wanita itu menggeleng, menampilkan senyum termanisnya. Sayang sekali malah keliatan dibuat-buat di mata Garra.

"Perkenalkan, aku Lestari." wanita itu memperkenalkan diri, tangannya terulur di depan Garra. Mau tak mau Garra menyambutnya. Hanya bersikap sopan.

"Garra." katanya datar. Lestari tertawa kecil.

"Aku sudah tahu. Om Avalon banyak cerita padaku. Aku juga punya fotomu. Aku pikir kau hanya tampan di foto saja. Ternyata aslinya malah jauh lebih tampan." ucap wanita itu penuh minat. Garra memaksakan seulas senyum.

"Kau sudah makan? Aku telah memesankan makanan untukmu. Kata om Avalon udang bakar adalah makanan kesukaanmu. Aku ingin lebih banyak mengenalmu. Hitung-hitung belajar semua kesukaanmu sebelum kita menikah nanti." kata wanita itu lagi malu-malu.

Huh! Menikah? Garra tidak senang kalau kata-kata yang tertuju padanya itu keluar dari mulut wanita lain.

"Tidak perlu, aku hanya sebentar di sini. Dan ... Aku rasa kau salah paham. Aku ke sini bukan untuk menjalin hubungan denganmu. Ayahku yang memaksa. Aku datang untuk memperjelas bahwa aku tidak ingin menjalin hubungan dengan wanita pilihan ayahku. Jadi, tolong sampaikan ke ayahku dan ayahmu batalkan saja keinginan mereka menyatukan kita. Aku memang akan menikah, tapi dengan wanita yang aku cintai. Permisi." setelah berkata panjang lebar begitu, Garra berdiri meninggalkan Lestari yang menggigit bibir menahan marah dan malu.

Begitu Garra berdiri dan berbalik, di ujung sana, di pintu masuk restoran, tatapannya bertemu dengan tatapan tajam Mariam. Gadis itu menatapnya dengan raut wajah tidak biasa. Seperti ... Kesal? Apa karena melihatnya habis bertemu wanita lain?

"Garra, aku serius ingin menjalin hubungan denganmu. Bisakah kau memberiku kesempatan? Aku pasti bisa membuatmu menyukaiku." wanita itu berdiri, meminta kesempatan.

"Maaf, sudah ada wanita lain dalam hatiku." kata pria itu tegas tanpa membalikan badan menatap wanita itu. Pria itu lalu berjalan mendekati Mariam. Gadis itu sudah berjalan masuk bersama gadis lain yang pernah Garra lihat sebelumnya. Teman Mariam yang bersama gadis itu semalam, waktu Garra menjemput Mariam.

Langkah Mariam dan Garra terhenti. Mereka saling berhadap-hadapan. Tatapan Mariam yang tampak jengkel, bertemu dengan mata Garra yang datar. Kemudian pandangan Mariam melirik sebentar ke wanita yang bicara dengan pria itu tadi. Ia menatap Garra lagi dan mencebik.

"Cih," katanya lalu membuang muka dari pria itu dan pergi meninggalkannya begitu saja. Garra tertawa pelan. Ia kemudian menahan teman Mariam yang hendak mengikuti gadis itu.

"Namamu siapa?" tanyanya.

"Cinta." sahut Cinta.

"Bisakah kau memberi aku waktu berdua dengannya?"

Cinta menatap Garra dengan alis naik turun.

"Tapi Mariam ingin aku traktir dia makan. Dia pasti marah kalau aku pergi begitu saja." ucapnya.

"Serahkan padaku. Biar aku yang bayar semua tagihan makanannya, kau tidak perlu khawatir." balas Garra lagi. Cinta berubah sumringah. Kalau begitu hari ini dia bebas dong tidak keluar uang pada sih boros Mariam. Cinta langsung mengangguk.

"Baiklah kalau begitu, sekalian kau antarkan dia pulang?"

"Mm."

"Cinta, mau kemana kamu?!" suara kencang Mariam menggelegar di dalam restoran itu. Orang-orang di dalamnya merasa terganggu, tapi bukan Mariam kalau dia malu. Sedang Cinta sudah lari cepat ke pintu keluar. Mariam ingin mengejarnya tapi tangannya di cekal oleh Garra.

Tentu saja ada perasaan senang dalam hatinya begitu disentuh pria itu. Tapi Mariam masih kesal padanya. Masih cemburu melihat ia makan dengan wanita lain. Gadis itu membuang muka tidak mau menatap laki-laki itu. Sedang Garra tertawa pelan. Ia lalu menarik Mariam mendekat ke seorang pelayan di sana.

"Aku ingin menyewa satu private room." kata pria itu. Ia tidak peduli wanita bersama Lestari tadi masih di sana, menatap dia dan Mariam dengan wajah marah.

"Sebelah sini tuan," kata sih pelayan menunjukkan ruangan VIP. Garra membawa Mariam masuk ke sana. Gadis itu lalu duduk dengan kasar di sofa. Masih tidak mau menatap Garra.

"Ini menu pesanannya tuan." Sih pelayan mengulurkan menu ditangannya ke Garra tapi cepat-cepat di rampas Mariam. Pelayan tersebut sampai kaget.

"Dia sedang ngambek, biarkan saja." ucap Garra. Sang pelayan tersenyum lalu mengangguk mengerti.

"Aku mau pesan ini, ini, ini, dan ini." kata Mariam menunjuk semua makanan yang paling mahal dalam menu. Harganya sangat tidak main-main. Gadis itu sengaja. Dan Garra tahu itu. Tapi bagi seorang pria sepertinya, harga bukanlah masalah. Ia punya uang. Begitu melihat pesanan Mariam, matanya jatuh pada satu pesanan yang tidak seharusnya gadis itu pesan.

"Ganti yang ini dengan yang ini." kata Garra saat sih pelayan hendak mencatat. Mariam langsung melemparkan tatapan tajamnya ke Garra.

"Aku mau yang itu!" celetuknya. Yang ia tunjuk adalah steik."

"Kamu alergi daging sapi Mariam. Yang itu tidak bisa, jangan berulah." kata Garra balas menatap gadis itu tak kalah tajam. Mariam terdiam. Benar juga, ia jadi lupa saking kesalnya. Ternyata Garra masih ingat ia alergi sapi.

Garra menatap pelayan tadi lagi.

"Yang ini saja. Sama minumannya yang ini." kata pria itu dengan tutur kata yang sopan.

"Baiklah. Pesanannya sudah di catat, mohon di tunggu sebentar ya." Kata pelayan itu ramah lalu keluar. Tak lupa menutup pintu.

Garra menatap Mariam lagi. Gadis itu masih membuang muka, tak mau menatapnya.

Terpopuler

Comments

Amelia

Amelia

makanya jangan suka ngambek penyakit sendiri akhirnya lupa 😀😀

2024-04-28

1

Tuti Tyastuti

Tuti Tyastuti

eaaaaaa🤭🤭

2024-04-15

0

🍭ͪ ͩ𝕸y💞 |ㄚ卂卄 ʰⁱᵃᵗᵘˢ

🍭ͪ ͩ𝕸y💞 |ㄚ卂卄 ʰⁱᵃᵗᵘˢ

aduhhh perhatian banget sih ayang gara 😂😂😂 Mariam kesel liat gara sama lestari

2024-02-26

5

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!