Devano keluar dari kamar, wajahnya tampak bersih tanpa ada legam menghias disana, counselor dari mamanya ternyata mujarab menghilangkan jejak tawuran kemarin.
"Ma.... aku berangkat dulu ya ma," pamit Devano tak lupa mencium pipi mulus sang mama.
Gelsey membingkai wajah anaknya. "Memarnya belum ilang lho Dev, jangan berantem lagi ih." tegur Gelsey lembut, dia ingat kemarin sampai pusing dikotbahi oleh suaminya perihal kelakuan anak gantengnya itu.
Andai saja Gelsey nggak mengalihkan perhatian sang suami dengan hal yang lebih mengasyikkan, tentu saja mulut julid Satria akan terus mengoceh tentang bagaimana ia memanjakan Devano.
"Iya ma, janji." Sekali lagi Devano mencium pipi Gelsey dan bersiap untuk pergi ke sekolah.
"Nggak sarapan dulu sayang?" tanya Gelsey dengan berteriak,karena Devano udah berada di depan pintu.
"Nggak ah di sekolah aja ntar." Devano berlalu dengan melambaikan tangan.
"Dev!" Suara sang papa menahan kaki Devano yang akan men-stater motornya.
"Ya pa," sahut Devano tanpa berniat turun dari motornya.
"Nanti pulang sekolah ke kantor papa." Hanya itu yang diucapkan Satria, lalu pria empat puluh tahunan itu kembali masuk ke dalam rumah.
Tanpa mengucapkan sepatah kata lagi Devano langsung meraungkan motornya dan meninggalkan rumah.
Dalam dada sana ingin berteriak, karena tahu apa yang akan disampaikan oleh papanya.
Apalagi kalau bukan disuruh sekolah yang benar dan kurangi keluyurannya, rasanya basi banget di telinga, Devano kan masih muda, masih ingin bebas, masih ingin menikmati masa mudanya.
Rasa hati yang tak baik-baik saja, dengan sengaja Devano membleyer motor sport nya dan memacu dengan kencang menuju sekolah.
Gerbang SMA Pelita nyaris tertutup, tapi melihat siapa yang datang, satpam disana membuka lagi pintu gerbangnya.
Siapa yang tak tahu Devano, pentolan bad boy di sekolah ini, yang baiknya tak tanggung-tanggung, sama siapa saja ia selalu baik, termasuk dengan pak satpam yang sering menerima seperak dua perak uang jajan dari Devano.
"Buruan mas, takut kena sidak bu Tika." Sambil berucap sambil pak Satpam menutup pintu gerbang di depan.
Baru beberapa langkah Devano berjalan, bu Tika dari depan sana berjalan ke arahnya.
Devano? Cckk....mana ada takutnya sama guru BK, dihukum dan diskors bukan sesuatu yang aneh untuk Devano, bahkan mamanya entah sudah berapa kali dipanggil ke sekolah karena kelakuan Devano.
"Sana ikut anak buah kamu berjemur di lapangan," ucap bu Tika dengan judes.
Devano menaikan satu alisnya, bertanya tanpa sepatah katapun keluar dari bibirnya.
Bu Tika mengalah seperti biasanya bila sedang menghadapi Devano.
"Sebagai hukuman karena kemarin keluar sekolah saat masih jam pelajaran dan menyerang sekolah lain yang menyebabkan kerusakan di gerbang mereka," terang bu Tika melihat Devano masih anteng dan menatapnya dengan tajam.
Mendengar perkataan tersebut, Devano lalu berjalan santai dengan kedua tangan masuk ke saku celana menuju lapangan untuk bergabung dengan teman yang lain.
"A*hu! Tahu gini gue tadi bolos!" Dari barisan tengah Monty memaki, peluh menetes membanjiri seluruh wajahnya,
Devano menatap tanpa minat gerutuan Monty, lalu berdiri di samping Ali dan Brandon.
"Diomelin bokap lo nggak Dev?" tanya Brandon tengil.
"Lo? Diomelin om Gavin nggak?" Devano balik bertanya.
"Bokap nyokap gue lagi ke Aussie, jadi gue aman hahahaha," jawab Brandon.
"Adek lo nggak cepu Bran?" tanya Jason.
"Nope! Dia mah udah asyik dengan dunianya sendiri, nggak bakalan peduli dengan kelakuan gue."
Lalu mereka terdiam melihat bu Tika datang menghampiri mereka.
***
Seperti perintah papanya tadi pagi, sepulang sekolah Devano melaju ke kantor sang papa.
Wajah bengepnya kembali terlihat karena konselor yang ia pakai tadi pagi telah luntur dengan sempurna, tak ingin menambal wajahnya lagi, toh papanya sudah tahu bahwa kemarin ia tawuran dengan sekolah lain.
"Papa ada kan tan?" tanya Devano setelah berada di depan meja Winda sekretaris papanya.
"Hei Dev, ada kok, udah dari tadi ditungguin," jawab Winda tersenyum manis menatap Devano yang gantengnya selangit, meski sekarang wajah itu berhiaskan legam di beberapa tempat.
"Aku masuk ya tan." Devano mengetuk pintu kokoh di depannya, sebuah suara bariton memintanya masuk.
"Pa... " Devano menghampiri sang papa lalu mencium punggung tangan itu takjim.
"Duduk dulu Dev." Lalu Satria menghubungi seseorang dan memintanya datang ke ruangannya.
Tak lama pintu itu kembali di ketuk dan seorang pria seusia Satria masuk, lalu duduk di hadapan Satria dan Devano yang duduk bersebelahan.
Satria tak mempertanyakan perihal wajah Devano yang lebam itu, bukan hal baru melihat anak gantengnya seperti ini.
"Bisa kita mulai Pen?" tanya Satria kepada pria itu.
"Sudah pak, semua sudah saya persiapkan sesuai dengan intruksi bapak kemarin," jawab Pendi sopan.
Sampai sini Devano tetap diam, menyimak pembicaraan keduanya, karena Devano sendiri tak mengerti apa yang akan papanya bicarakan dengannya.
"Jadi gini Dev, papa sudah membuat surat pengalihan jabatan papa ke kamu.... " Belum selesai Satria bicara, Devano sudah memotongnya cepat.
"Pa.... aku ini masih kelas dua belas, papa tahu nggak sih aku mana paham urusan perusahaan begini!"
Sudah Satria tebak bahwa anak gantengnya ini akan menolak mentah-mentah, dia tahu bahwa Devano tak pernah sekalipun berkeinginan untuk meneruskan usaha sang papa.
Di otaknya hanya terlintas balap sebagai profesi yang akan ia tekuni dan geluti nanti.
"Papa nggak memaksa sekarang kamu terjun ke perusahaan papa, pelan-pelan, nanti setelah mampu papa akan lepas kamu untuk memimpin perusahaan papa," ucap papanya tegas.
Dengan wajah tertekuk Devano menatap ke arah lain, malas melihat wajah papanya yang menyebalkan itu.
"Kamu papa masukin sebagai wakil CEO, posisi kamu di bawah papa langsung, jadi papa harap kamu bertanggungjawab dengan posisi ini, semua dokumen perubahan itu sudah masuk ke notaris." Lanjutan ucapan papanya membuat Devano emosi, dia merasa kebebasannya dirampas dan papanya berlaku sewenang-wenang kepadanya.
Dengan emosi yang berada di puncak kepala, Devano memacu motornya menuju ke rumah pribadinya, ruman yang ia beli dari hasil balapan dan uang saku yang ia kumpulkan pelan-pelan.
Sampai di depan rumahnya, emosi Devano kembali datang, melihat mobil mini berwarna merah berharga fantastis itu parkir pas banget di depan gerbang.
Devano mencari pemiliknya, yang sayangnya nggak terlihat di sana, mau memaki, mau melampiaskan emosinya, tapi Devano bingung mau di lampiaskan ke siapa, akhirnya Devano berlalu dari sana dan melajukan motornya ke sirkuit liar yang biasa dipakainya untuk memacu adrenalinnya.
Lagi kepengen melepaskan penat di rumah itu, selalu saja mobil itu dengan seenaknya nangkring di depan gerbang hingga Devano tak bisa masuk ke dalam rumahnya, bukan sekali bahkan beberapa kali orang itu menghalangi jalannya.
'Lihat aja kalo ketemu gue bejek dia!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
𝐕⃝⃟🏴☠️𝐐ᵁᴱᴱᴺ❣️Angela🍁
biar bengep kalo ganteng mah cakep
2024-08-16
0
Nur Aeni
untung ganteng...../Facepalm/
2024-01-18
1
Rien
aduh devano ank kok bandele minta ampun
2023-10-20
1