Dengan mata memanas Letta melihat foto itu sekali lagi, dadanya turun naik menahan sesuatu yang ingin meledak.
Letta membasuh mukanya untuk menghilangkan sisa air matanya dan setelah jejak-jejak tangisan tak terlihat, Letta keluar kamar dan mencari mama mertuanya.
"Maaaa, aku pulang ya." Letta melihat Gelsey sedang berkutat di dapur.
"Nggak ma, ditunggu Devano di rumah," jawab Letta dengan bibir tersenyum.
"Tuh anak kenapa sih malah istrinya disuruh nganter supir, bukannya ngejemput, dasar anaknya Satria suka aneh!" gerutu Gelsey membuat Letta terkekeh.
"Ya udah aku pulang ya ma." Letta mencium pipi Gelsey dan beranjak ke depan, sudah ada pak supir yang menunggu Letta.
Letta masuk ke dalam mobil, sebelum pak supir menjalankan mobil, Letta meminta mobil itu mengantarnya ke mall bukan ke rumah.
"Kata mas Devano disuruh langsung pulang mbak." Pak supir melihat Letta dari kaca tengah.
"Nggak papa pak, ada yang mau aku beli dulu di mall, nanti bapak nggak usah nungguin, aku pulang sendiri, gampang."
"Baik mbak." Pak Supir mengangguk patuh, memang dia siapa yang berani menolak perintah majikan.
Letta turun dari mobil dan mengucapkan terima kasih lalu melenggang memasuki mall tersebut.
Letta berencana membeli baju untuk mengganti bajunya yang sudah dua kali ia pakai.
Lagi marah begini, semua yang ada di etalase menarik di mata Letta, alhasil ia beli beberapa baju, tas dan sepatu, meski tadi sempat ingin menggesek kartu hitam milik Devano yang ia pegang, tapi Letta sadar diri, dia tak mau dibilang aji mumpung.
Menjelajahi mall sebesar ini selama hampir tiga jam membuat Letta jadi kelaparan, apalagi tadi ia memang melewatkan sarapannya karena asyik berbincang dengan papa mertuanya.
Bunyi ponsel yang terus berdering meminta atensinya membuat Letta mendengus, apalagi ada nama Devano yang tertera di layar itu semakin membuat Letta ingin meledakkan amarahnya.
Tapi dering ponsel yang tak kunjung berhenti itu membuat Letta mau tak mau menerima panggilan itu juga.
"Apa?!" tanya Letta judes.
"Kamu dimana sih mbak, dari tadi kok nggak nyampai-nyampai?" tanya Devano santai.
"Kenapa?!" Dengan suara ketus Letta menjawab pertanyaan Devano.
"Aku khawatir tahu, kata pak Toni kamu mampir ke mall yang deket rumah, tapi kok udah hampir empat jam belum pulang juga."
"Emang kenapa?!"
"Gimana sih nih bini, dikhawatirin malah nadanya ketus banget," goda Devano sambil terkekeh.
Ini cowok lagi tidak sadar kalau istrinya sedang marah terhadapnya, dasar cowok tidak peka hahaha.
"Ngapain kamu khawatirin aku segala, nggak perlu segitunya kali!" Lalu Letta memutuskan sambungan telepon mereka, dan kembali melahap nasi gorengnya yang terlihat tak menarik lagi.
Letta tak bisa bertahan di tempat ini lebih lama lagi, dirinya tetap harus pulang ke rumah juga pada akhirnya.
Dengan mengendarai taksi online, Letta kembali menuju rumahnya, ingin mampir sebentar ke rumah Helen di sebelah, sayangnya rumah itu kembali gelap.
'Sialan emang si Helen, giliran kita tetanggaan justru susah ketemunya, dulu aja sampai curi-curi waktu dari kantor buat ketemu!' Letta mengomel dalam hati, sebal melihat Helen yang sering keluar rumah itu.
"Maaf mbak udah sampai," tegur pak supir melihat Letta yang tak kunjung turun dari dalam mobil.
"Eh iya pak." Letta tergagap lalu menyerahkan uang seratus ribuan sebagai ongkos.
"Kembaliannya mbak." Si bapak mengeluarkan kembalian untuk Letta.
"Buat bapak aja, makasih ya pak." Lalu Letta turun dan melangkah memasuki pagar rumah yang dibiarkan terbuka itu.
Devano berdiri sambil berkacak pinggang di depan pintu, menatap Letta dengan wajah dingin.
Letta melengos melihat wajah Devano terdapat beberapa lebam, dalam otak Letta menyimpulkan bahwa Devano berantem demi membela Freya.
"Wah wah istriku pinter banget sekarang ya, ngelayap tanpa ijin suami," tegur Devano dengan muka masam, apalagi melihat Letta berjalan sengaja tak menggubrisnya.
"Kamu marah gara-gara nggak aku jemput mbak?" tanya Devano sambil membuntuti Letta yang berjalan acuh tanpa mempedulikannya.
Letta tetap diam, masuk ke dalam kamar dan merapikan belanjaannya tanpa mempedulikan Devano.
"Ini suami lagi ngomong lho mbak, masak dicuekin aja sih." Devano sengaja melingkarkan tangan ke pinggang Letta.
"Apaan sih Dev, nggak jelas banget!" Letta memberontak dan mencoba melepaskan diri dari belitan tangan besar Devano.
"Aku minta maaf mbak, bukan niatnya buat nggak jemput, tapi aku males denger papa ngoceh kalo mukaku begini."
"Gue nggak nanya!" sahut Letta dengan wajah judes.
"Iya ini aku lagi jelasin biar kamu nggak marah," ucap Devano lembut.
"Gue nggak peduli mau muka lo bonyok kek, penyok kek, nggak ada urusannya ama gue, lagian muka lo begitu kan buat ngebela cewek lo." Habis mengucapkan itu Letta keluar dari kamar, dia butuh air putih, tiba-tiba tenggorokannya kering dan serak.
"Maksud kamu apa coba?" tanya Devano tak mengerti dengan perkataan Letta.
"Muka lo bonyok kan karena jadi pahlawan buat Freya kan, sangking khawatirnya sampai dipeluk lho tuh cewek," ledek Letta sambil mencibir.
Bibirnya boleh mengeluarkan rentetan kalimat itu seakan-akan ia baik-baik saja, tapi hati Letta sih terlanjur sakit, sudah bener deh kalau dia memutuskan untuk jatuh cinta kepada suami berondongnya yang masih labil ini.
Devano menarik tangan Letta lalu menghadapkan tubuh itu untuk menghadap dirinya.
"Aku nggak meluk Freya mbak, beneran." Devano mengangkat kedua jarinya untuk membentuk huruf V untuk menyakinkan Letta.
Letta melengos dalam hati memaki laki-laki di muka bumi ini yang tak bisa dipercaya.
Dengan gemas Devano menarik dagu Letta agar melihat ke arahnya.
"Tadi aku lari pagi ama temen-temen terus ngeliat Freya ditarik-tarik ama anak sekolah lain, Jason langsung lari nendang tuh cowok, kita emang berantem dan Freya lari meluk aku mbak, tapi aku nggak respon, dia juga minta aku anterin dia pulang, aku juga nggak mau, akhirnya Freya dianter Jason karena Jason memang naksir dia, sumpah aku nggak ada rasa ama dia, pelan-pelan kasih tahu ke Freya nya ya, aku yakin dia bakal ngerti kok dengan hubungan ini." Dengan lembut Devano menjelaskan kejadian yang sebenarnya, tak lupa tangannya membelai wajah Letta dengan pelan.
Letta menundukkan kepala dalam, rasanya dalam dada sana masih sakit teringat momen mesra mereka tadi.
Letta merasa bahwa dia yang merusak hubungan Devano dengan Freya, jujur Letta tak begitu percaya dengan apa yang diucapkan oleh Devano.
Dua kali dia melihat kemesraan Devano dengan Freya, tidak semudah itu kan ia percaya bahwa mereka hanya berteman tanpa ada rasa cinta di dalamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
YANG LBH TUA MLH YG CEMBURU & GK PRCAYA...😁😁😁😁😁
2024-02-18
0
Rien
letta cemburu mungkin dah bucin sm devano
2023-11-01
4
Rien
letta cemburu.mungkin dah bucin sm devano
2023-11-01
0