***
Setibanya Liana di depan rumah Elic, tampak gerbang besar di hadapan mereka yang dijaga ketat oleh dua penjaga bertubuh kekar. Salah seorang penjaga itu kemudian menghampiri mereka. "Tuan," sapa orang itu dengan hormat pada Sean. "Siapa gadis yang bersamamu?"
Sean tersenyum. "Gadis ini adalah teman Elic, dia ingin bertemu dengan Paman Leon. Biarkan dia masuk."
"Baik," balas orang itu sambil mengangguk. Dia lalu menatap ke arah gerbang. "Buka gerbangnya!" Gerbang kemudian perlahan terbuka, dan orang itu mempersilahkan mereka dengan sopan.
"Terima kasih," ucap Liana sambil tersenyum.
Liana terpanah melihat kemegahan rumah itu. Halaman depannya memiliki dua jalan yang dipisahkan oleh taman kecil, serta satu air mancur besar di tengahnya. Di samping itu, terlihat petugas kebersihan sedang memotong pohon-pohon kecil di taman itu. Keluarga Elic adalah salah satu keluarga bangsawan tinggi di kerajaan, jadi tidak heran, rumah mereka terlihat seperti istana, bagi Liana. Mereka kemudian bertemu dengan seorang pelayan di teras rumah itu. Sean menghampirinya dan menanyakan keberadaan Paman Leon. Pelayan itu menjawab, "Tuan besar sedang berada di kolam ikan." Sean lalu pergi menemuinya di kolam ikan di samping rumah. Terlihat Paman Leon sedang memandang ikan-ikan di tepi kolam, ditemani beberapa pelayan di belakangnya.
"Paman Leon," panggil Sean sambil menghampirinya. "Sean?!" Leon tersenyum melihatnya. Sean membungkuk hormat padanya, diikuti Liana.
Paman Leon memperhatikan sekeliling Sean, namun tidak melihat Elic bersamanya. "Sean, di mana Elic? Kamu tidak bersamanya?"
"Elic ada di rumahku bersama dengan pelayannya. Dia sedang diobati oleh ibu," jelas Sean.
"Diobati?" ucap Paman Leon heran.
"Paman, ada seseorang yang ingin bertemu denganmu," Sean menunjuk ke arah Liana. "Kemarilah," panggilnya. Liana dengan sedikit kaku berjalan mendekat. "Paman, gadis ini adalah teman Elic," jelas Sean.
"Namaku Liana, maaf jika sikapku terlalu lancang," ucap Liana.
Paman Leon tersenyum melihatnya. "Hm.., Kau teman Elic, ya," gumamnya lalu memandang ke arah pelayan. "Berikan jamuan untuk tamu kita ini," perintahnya, dan semua pelayan segera bergerak dari tempat mereka. Leon menyambut mereka dengan hangat dan mengajak mereka duduk di sebuah bangunan kecil seperti payung di atas kolam. Liana terkejut dengan kebaikan orang ini. Tanpa berlama-lama, ia kemudian menceritakan tujuannya datang menemui ayah Elic. Dengan sedikit rasa takut, ia meminta satu permohonan.
Di satu sisi, Elic terlihat sedang diobati oleh Bibi Elen dengan racikan herbal dan sedikit cahaya spiritualnya. Perlahan-lahan, semua luka dan memar di tubuhnya menghilang. Obat tersebut dengan cepat menyebar ke dalam tubuhnya dan menyembuhkan semua luka dan memar. Pelayan itu terlihat terkejut, "Sungguh kemampuan penyembuhan tingkat tinggi yang luar biasa!" ucapnya dengan kagum. Elic juga terkejut menyadari semua lukanya berangsur-angsur sembuh. Dia tidak menyangka luka-lukanya bisa sembuh dalam waktu singkat. "Bagaimana mungkin?" Elic menatap ke arah Bibi Elen yang tersenyum padanya. "Dia memiliki kekuatan pemulihan tinggi seperti ini, tapi..., mengapa penyakitnya sendiri tidak bisa disembuhkan?" Elic merasa bingung saat memikirkannya.
"Bagaimana?" tanya Bibi Elen.
"Ini.., sungguh hebat! lukaku telah sepenuhnya pulih, bagaimana itu mungkin? Bibi, kau memiliki kemampuan penyembuhan yang luar biasa, tapi mengapa kamu masih sakit?" tanya Elic dengan rasa penasaran.
"Penyakit ini tidak dapat disembuhkan hanya dengan racikan herbal dan cahaya spiritual saja, tapi memerlukan pengorbanan besar untuk menghilangkannya," jelas Bibi Elen.
"Pengorbanan?" ucap Elic heran.
"Sudahlah, suatu saat kalian akan memahaminya. Kalian berdua belum saatnya mengetahuinya. Aku tidak ingin kalian melakukan hal bodoh demi menyelamatkan satu nyawa," jelaskan Elen dengan bijaksana. Ia kemudian tersadar. "Oh ya, mereka berdua kemana?" tanya Elen sambil melihat sekeliling.
Elic terkejut ketika menyadari hal itu, lalu pergi keluar untuk mencari mereka, namun tidak melihatnya. "Kemana Sean dan Liana? Mengapa mereka pergi tanpa memberi tahu?" ucap Elic bingung.
Disisi lain, Sean terkejut mendengar permintaan Liana. Tak lama kemudian, beberapa pelayan tiba di tempat itu sambil menghidangkan buah-buahan dan manisan.
"Dia rela mempertaruhkan nyawanya hanya demi menolong orang seperti kami," ucap Liana dengan tulus di depan paman Leon, sambil membungkukkan badannya. "Kumohon, izinkan aku terus bersama Elic, menjadi perisainya! Aku rela mempertaruhkan nyawaku demi Elic!"
Paman Leon saat itu tersenyum melihat tekad gadis itu. "Kau datang ke sini memohon agar aku menjadikanmu pengawal putriku?" Ia lalu tertawa kecil mendengar permohonannya. "Aku tidak tahu apa yang telah anak itu lakukan hingga kau begitu ingin melindunginya dan rela mempertaruhkan nyawamu," pandangannya lalu beralih ke arah Sean. "Bagiku, Sean sudah cukup menjadi pelindung baginya, dan lagi pula kau tak perlu sampai mempertaruhkan nyawamu seperti itu." Paman Leon lalu berkata dengan tegas, "Apakah kau meremehkan kemampuan putriku?"
Liana tersentak, "Tidak, Tuan, bukan itu maksudku! Bagiku, Elic adalah gadis yang sangat kuat. Aku bahkan tidak bisa dibandingkan dengannya; kemampuan kami sangatlah berbeda jauh. Bahkan hanya memikirkan untuk mengejarnya saja... itu sudah seperti mustahil bagiku. Namun, aku akan berusaha menjadi lebih kuat untuk bisa melindunginya, sama seperti Sean," ungkap Liana dengan tulus.
Leon tersenyum mendengarkan Liana. "Besok Elic dan Sean akan masuk ke Soul Academy. Kau datanglah ke sana dan ikut masuk bersama mereka. Jangan khawatir soal biayanya. Kau ingin menjadi pengawal Elic, kan? Itu sudah cukup untuk membayarmu, dan kebutuhanmu di sana."
Liana sontak terkejut mendengarnya. Wajahnya langsung berbinar. "B-benarkah? Terima kasih banyak. Aku akan menjalankan tugas ini dengan sangat baik! Aku berjanji, akan melindunginya melebihi nyawaku sendiri."
"Hey, sudah kukatakan kan. Kau tak perlu sampai mengorbankan nyawamu," tegur Paman Leon. Liana tersenyum, sangat senang mendengarnya, dan sedikit tawa terpancar dari wajahnya. Sean disampingnya tersenyum melihat reaksi Liana.
Beberapa saat berlalu. Elic telah kembali ke rumah. Dia lebih dulu menemui ayahnya di kolam ikan, tempat di mana ayahnya bisa rehat sejenak dari pekerjaannya. Terlihat ayahnya sedang memberi makan ikan-ikannya dengan penuh perhatian. "Ayah," panggil Elic sambil berjalan mendekatinya. "Elic?!" Ayahnya terkejut melihat putrinya pulang dan berjalan mendekat. "Dari mana saja kamu? Kenapa baru pulang sekarang?"
Elic hanya diam, sambil melihat sekelilingnya.
"Ayo, ayah bertanya padamu," tegas ayahnya.
"Ayah, apakah Sean tadi kesini?" tanya Elic.
"Sean? Tidak, dia tidak kesini. Kenapa?" tanya ayahnya lagi, sambil teringat pada permintaan Sean untuk merahasiakan kedatangan mereka dari Elic.
"Kenapa?" tanya ayahnya lagi.
"Bukan apa-apa, aku mandi dulu ya, badanku sangat bau. Aku belum mandi sejak kemarin," ucap Elic sambil langsung pergi meninggalkannya.
Ayahnya tersadar. "Hey, kau belum menjawab ayah. Dari mana saja kau seharian ini, Elic?"
"Aku menginap di rumah Sean dan bertemu dengan teman baru bernama Liana. Ingat namanya, yah. Kalau dia datang, izinkan dia masuk," jawab Elic dengan lantang sambil menjauh.
"Anak ini..." Leon menghela nafas melihat tingkah tomboi putrinya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments