...***...
Sosok besar itu diselimuti aura dingin yang menakutkan. "Sean..," Panggi Elic.
"Kalian berdua, menjaulah dari tempat ini."
"Apa? Jangan konyol! kamu tak mungkin bisa melawannya sendirian. Orang ini sangat berbahaya, aku akan ikut membantu!" Tegas Elic.
"Elic, aku tak ingin kau terluka, berhentilah memaksakan dirimu! Kalaupun aku kalah darinya, aku bisa kabur dengan cepat. Jadi, pergilah bersama Liana, segera aku akan menyusul kalian!"
"Elic, dia benar. Kita tidak punya cukup tenaga untuk bertarung. Kau tak perlu lagi memaksakan dirimu, dan..., aku juga akan sangat merasa bersalah jika kamu terluka lagi." Bujuk Liana.
"Bagaimana bisa kita meninggalkannya bertarung dengan orang kuat sepertinya," tergur Elic. Ia lalu menghela nafas. "Tidak, aku akan-"
"Elic.." Terdengar suara tenang dari Sean. Sean lalu membuka topengnya, disertai tiupan angin yang lembut, dan Ia menatap waja gadis itu dengan penuh kelembutan. "Aku akan kembali, aku berjanji!"
Sontak Elic merasakan gejolak emosi dalam dirinya. Pola detak jantungnya benar- benar aneh dari biasanya. Ia menekan giginya dengan kuat sambil mengepalkan tangannya dengan erat. Ketegangan dan kekhawatiran melanda dirinya, namun dalam hatinya, ia tahu bahwa Sean adalah orang yang berbakat dan dapat diandalkan.
Sejak kecil mereka selalu bersama. Elic sering melihat Sean dilatih ibunya dengan latihan yang keras dan penuh bahaya. Dia pernah bertarung dengan monster yang lebih kuat, demi mendapatkan tanaman obat untuk ibunya. Jika itu dirinya, dia mungkin tak akan sanggup. Sean memang telah terbiasa dengan semua itu, dan tidak sedikitpun ada keraguan dalam dirinya. Dalam momen itu, Elic mengingat kata-kata dari sang kakek, "Keberanian sejati bukanlah tentang tidak merasa takut, tetapi kemampuan untuk bertindak meski merasa takut," Dengan tekad bulat, Sean bersiap untuk menghadapi tantangan yang ada.
Elic terdiam sejenak, sebelum berbicara. Ia lalu mengangkat tinjunya kedepan, seraya berkata dengan tegas, "Sean, berjanjilah, kamu akan kembali bersama kami, aku tak memaafkanmu kalau sampai kau mati."
Sean bergumam dengan senyuman, kemudian membalasnya dengan penuh tekad, "Aku berjanji, aku pasti akan kembali! Tunggu saja, Elic!"
Elic tersenyum mendengarnya, dan ia lalu barbalik melihat Liana. "Ayo!"
"Um," Balas Liana mengangguk. Mereka berdua kemudian pergi meninggalkannya, tapi anehnya orang itu tak berniat menghentikan mereka, dia dengan tenang membiarkan mereka pergi, Sean tampak heran dengan sikap orang itu, tapi ia tidak peduli, ia kemudian berjalan perlahan mendekati sosok besar itu. "Jadi.., apa selanjutnya?" katanya tersenyum.
----------
Singkat cerita. Pagi mulai menyingsing, membawa hamparan sinar fajar yang mempesona di ufuk timur. Udara segar dan dingin merangkul pagi yang cerah, menciptakan suasana magis di setiap tikungan jalan yang mereka lewati. Dengan langkah yang cepat dan tekad yang kuat, kedua gadis melaju menuju kota dengan perasaan bebas setelah terlepas dari penculikan yang mencekam.
Elic bersama Liana telah berlari menjauh dari tempat itu. Liana kemudian menengok kebelakang sambil ia terus berlari. "Luar biasa, aku tak menyangka telah kita pergi sejauh ini. Orang itu benar-benar bisa menahannya, siapa lagi namanya? Se.., Sean ya?" Ia lalu melihat Elic yang hanya terdiam memikirkan sesuatu. "Elic..," panggilannya namun tak ada balasan. "Elic!, Elic!!, Elic!!!"
"Ya!" Elic sontak terkejut. "Kenapa? Ada apa?"
"Kamu kenapa? Kamu baik-baik saja?"
"Y-ya, aku baik-baik saja, kenapa?"
Liana menatap wajahnya sedikit lama.
"Ke-kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Elic dengan sedikit gagap.
"Wajahmu memerah!"
"Ha?" Elic sontak terkejut mendengarnya. Liana lalu tertawa melihat ekspresi imutnya. "Iii..., kau ya," Elic langsung menonjok lengannya.
"Aduh-aduh-aduh.. maaf, aku hanya bercanda," ia mengelus lengannya yang sakit. "Bisakah kau memukulku lebih pelan? Sakit tau."
"Mau kupukul lagi?" Elic mengangkat tinjunya.
"Udahlah, jangan lagi, sakit tau," sahut Liana sambil cemberut. "Abisnya wajahmu sangat lucu sih," Kecut Liana. Suasana lalu hening sesaat, dan Liana tertawa lagi.
"Kauu...., berhentilah tertawa."
"Ha?!" ledek Liana sambil meniru ekspresi kaget Elic.
Bug!
"Aduuhhh.... Sakit!!!"
"Berhentilah menertawai ku!"
"Berhentilah memukulku!" tegur Liana keras.
"Apa?" Elic menatapnya dengan tajam.
"Tidak-tidak! Bukan itu, bukan itu maksudku!
A-aku berulang kali memanggilmu tadi, tapi kamu hanya diam saja. Apa yang sedang kamu pikirkan?" Tanya Liana dengan takut. Elic lalu menunduk terdiam. "Nah, seperti ini! Persis seperti ini!"
"Mau ku pukul lagi?" tanya Elic dengan lirikan mengancam.
"Maaf!" Balas cepat Liana dengan suara datar. Suasana menjadi hening sejenak. Liana kemudian menghela napas panjang. "Kau benar-benar mencemaskannya, ya?"
"Um," gumam Elic dengan perasaan gundah.
Liana lalu teringat kembali pertarungan Sean sebelumnya. "Jujur saja, aku sendiri masih tidak percaya, kalau dia itu seumuran dengan kita! Apa yang membuatnya bisa sekuat itu?"
Elic lalu teringat kembali dengan janji Sean waktu di bukit.
Flashback sejenak ke masa lalu. Di puncak bukit, tempat yang selalu menjadi destinasi mereka setiap petang.
“Elic,” panggil Sean.
“Hum?” Gumam Elic menatap kearahnya.
“Aku berjanji, sampai kapan pun, aku akan selalu disampingmu, dan akan melindungimu!” kata Sean dengan sungguh hati.
Mendengar itu membuat pipinya memerah dan membuatnya jadi salah tingkah. "H-ha..? A-apa maksudmu?"
“Aku hanyalah orang miskin, aku tidak bisa memberikanmu kekayaan, juga kekuasaan, namun aku bisa memberimu janjiku, aku akan melindungimu, dan tak membiarkan mu terluka sedikitpun!"
----------
Sean semakin kuat karena tekadnya untuk melindungi orang-orang yang berharga baginya, dan Elic menyadari bahwa dirinya adalah salah satunya.
"Elic, jangan cemas. Aku yakin, dia akan baik- baik saja! Dia sendiri yang bilang begitu kan?! kita hanya perlu percaya padanya," kata Liana, mencoba menghiburnya.
"Um, kau benar! Dia akan baik- baik saja, dan akan segera kembali!" Balas Elic tersenyum.
Di sisi lain, pertarungan sengit masih berlangsung. Sean tersenyum melihat sosok besar di depannya. "Sepertinya badan besar itu tidak banyak gunanya!" ejeknya. Setiap pukulan dari orang itu tak satupun mengenainya.
Orang itu tertawa mendengarnya. "Bocah, sepertinya kau terlalu meremehkan ku, ya. Baiklah! Biarku lihat, apa omongan besarmu itu masih akan ku dengar lagi," ia lalu mengayunkan tangannya ke atas, di ikuti Avatar roh nya. Partikel- partikel es perlahan membentuk hammer besar ditangannya. "Terima ini..." Hammer es itu di pukulkannya kebawah.
Ledakan!
Terjadi ledakan es, dan membuat sekitarnya membeku. Tak terlihat lagi tanda- tanda kehidupan ditempat itu. Ia lalu mengangkat hammernya lagi keatas, tampak senyum jahat diwajahnya, dan kemudian hammer besar itu di benturkan lagi ketanah.
Ledakan!
Terjadi ledakan energi, membuat semua es di sekitarnya hancur, menjadi serpihan-serpihan kecil beterbangan. Benjy menatap sekelilingnya, tak nampak lagi tanda-tanda kehidupan. "Sudah berakhir ya," kata Benjy dengan wajah datar, entitas spiritual yang menyelimutinya perlahan menghilang. "Sayang sekali, padahal aku ingin membawanya pada master," Ia lalu menghela nafas. "Ya sudahlah, dia sudah mati, apa boleh buat, inilah akibatnya jika nekat bertarung dengan orang yang lebih kuat darimu," Ia lalu melihat sekitarnya. "Ya ampun, apa aku terlalu berlebihan?" Setengah desa Fusa hancur dibuatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Lemon Chan
baper ga tuh si Elis☺️
2023-10-25
2