Pada malam itu, Sean duduk di atap rumahnya sambil menatap bulan yang terang di langit. Dia terpesona oleh keindahan bulan yang bercahaya di antara awan yang lembut. Suasana tenang dan hening membuat hatinya terasa damai.
Ia mulai diajarkan dua kekuatan spiritual oleh ibunya dan mulai mengenal ilmu medis pada usia 9 tahun. Dua hari lagi, dirinya bersama Elic akan masuk ke Soul academy. Ia tidak sabar dan ingin secepatnya menyelesaikan latihan keduanya untuk segera mendapatkan mata roh surgawi atau yang disebut "Mata penakluk, sang dominator"
Dia tidak menyangka aura ibunya sekuat itu; siapa pun pasti akan merasakan kengerian dari kekuatannya, pikirnya. "Siapa ibu dan ayah sebenarnya?" bertanya dalam hatinya, mengetahui sang ayah telah membunuh empat master roh dan semua bawahannya. Di dunia ini, ada tujuh orang yang telah mencapai level kekuatan dewa dan diakui sebagai orang terkuat di dunia.
"Apakah ayah dan ibu termasuk salah satunya?"
Sean pernah menanyakan hal itu sebelumnya, namun tidak ada jawaban yang pasti dari ibunya. Ia tak tahu dan tak mau tahu hal itu, seolah tak merasa dirinya salah satu dari mereka.
"Orang terkuat di dunia tak mungkin meninggalkan suaminya bertarung sendirian," ucap ibunya.
Tiba-tiba seorang wanita mendatangi rumahnya. Wanita itu adalah salah satu pelayan di rumah Elic. Sean lalu dengan segera turun menyambutnya. Wanita itu berjalan menghampirinya dan membungkuk dengan sopan. "Sean, apa Elic bersamamu?" Tanya wanita itu.
"Tidak, dia tidak bersamaku, kenapa?"
"Elic sudah seharian ini belum pulang kerumah, kami pikir dia ada bersamamu."
Sean terkejut mendengarnya. "Tidak, dia tidak bersamaku, seharian ini aku sedang latihan bersama ibu."
"Lalu kemana perginya?" Tanya wanita itu dengan cemas.
"Seharusnya aku memberitahu nya lebih awal, dia pasti mencari ku," kata Sean yang juga mulai tampak cemas.
"Sean, ada apa?" Tanya ibunya menghampiri mereka. Pelayan itu membungkuk hormat ketika melihatnya.
"Elic Bu, seharian ini dia belum pulang."
"Tidak biasanya dia seperti ini," Sambung pelayan itu. Ibunya terkejut mendengarnya.
"Aku harus mencarinya," Sean dengan segera pergi meninggalkan mereka.
"Sean..." Panggil ibunya dengan lantang, tapi Sean dengan cepat telah menghilang dari pandangan mereka. "Anak itu..." gumamnya melihat putranya yang tak bisa menahan diri.
"Nyonya Elen, apa nyonya bisa mengetahui keberadaan Elic saat ini?"
"Um, biar aku coba," Elen kemudian mulai memusatkan perhatiannya, dan sontak terkejut merasakan energi spiritual Elic perlahan menghilang dari jangkauannya.
"Bagaimana nyonya, apa kau menemukannya?"
"Aku merasakan keberadaan Elic melemah. Hanya ada satu kemungkinan, Elic telah dibawah menjauh dari kota."
"Dibawah menjauh? maksud nyonya.. Elic diculik?" Pelayan itu menutup mulutnya dengan sangat terkejut mendengarnya.
Elen menggelengkan kepala. "Aku tidak tahu dengan pasti, tapi.., itu mungkin saja, karena ada keberadaan lain bersamanya."
Sementara Sean dengan sangat cemas bergerak dengan kilatan cahaya terlihat seperti ia sedang berteleportasi ke berbagai tempat. "Aku seharusnya tetap bersamanya. Elic..." ucapnya dengan penyesalan.
Kembali ke waktu sebelum Elic menghilang.
Elic pergi menemui Sean, namun saat tiba di rumahnya, tidak ada satupun orang di sana. Beberapa menit berlalu, karena merasa bosan, Elic pun berjalan sendiri menyusuri kota mencarinya. Ia lalu melihat seorang gadis pemandu wisata sedang menawarkan bantuan pada seorang pria gendut, dan pria itu pun menerimanya. "Silahkan lewat sini," ajak si gadis. Elic dengan diam-diam mengikuti mereka.
"Di sini tempatnya."
"Oh, terima kasih ya."
"Sama-sama, tuan," balas gadis itu dengan senyum ramah. Gadis itu lalu kembali ke rumahnya yang terletak dipinggiran kota. "Aku pulang," sahutnya.
"Selamat datang, Bella," sambut temannya dengan senyuman.
Gadis itu menunjukkan sebungkus koin pada kedua temannya. "Ini biaya pemandu, dan biaya rujukan."
"Kerja bagus!" puji temannya sambil tersenyum.
Prttt!!!
Terdengar suara peluit dari salah satu temannya, tanda giliran pemandu wisata selanjutnya. "Hana, tolong ya," panggil Liana, si gadis pemegang peluit itu.
"Baiklah," balas Hana lalu berdiri menghampirinya.
"Hati-hati di jalan."
"Um, aku berangkat."
Bella tersenyum melihat temannya menjauh. "Enaknya menjadi pemandu wisata. Akan ditraktir makan pelanggan, kan?"
"Tapi tragis kalau orangnya pelit. Kamu cuma gigit jari melihat pelanggan makan," balas Nia, teman disampingnya.
"Tapi dapat biaya pemandu, kan? Jadinya bisa makan dengan itu."
"Yap, ini tak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini semua berkat Liana," ujar Nia tersenyum melihat gadis pemegang peluit itu. "Jika Liana tak memikirkan cara untuk kita bekerja, kita pasti masih mengais makanan sisa."
"Iya, tuh," sambung Bella.
Hujan tiba-tiba mendadak turun deras. "Bella, bantu aku," Panggil Nia.
Mereka bergegas menutup semua barang-barangnya dengan terpal.
Liana berlari memasuki rumah, dan Nia lalu memberikan handuk pengering padanya. "Kerja bagus, Liana."
"Aku pulang, Nia, Bella," Sahut Liana, dan saat itu juga Hana kembali kerumah. Tiba-tiba, seorang yang tak dikenal menghampiri mereka.
"Boleh aku masuk?" ucapnya dengan sopan.
Mereka terkejut melihatnya, seorang gadis bangsawan datang ke rumah mereka. "T-tentu saja," ajak Liana dengan ramah menyambutnya.
"Terima kasih," Gadis itu lalu bergabung dengan mereka. "Namaku Elic," ujarnya memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan.
"Na-namaku Liana," balasnya dengan sedikit gagap. Liana tak menyangka ada bangsawan yang masuk ke rumah kumuh mereka dan membuat suasana saat itu terasa canggung.
"Hari ini cuma dapat segini ya?" ucap Hana lesu, menghamburkan koin di tempat tidurnya.
"Tapi sedikit lagi kita bisa beli pakaian baru," kata Bella riang.
"Lalu kita bisa beli banyak madu," sambung Nia.
Elic menatap sekelilingnya, rumah kumuh itu banyak sobekan terpal yang menutupi lubang-lubang pada dindingnya, dan tempat tidur yang sekedar beralaskan kasur tipis. "Bagaimana mereka sanggup bertahan di tempat seperti ini?" Gumam Elic dalam hatinya. Elic tak tega melihat keadaan mereka. Penghasilan mereka tak sebanding dengan usaha mereka. Selama ini, ia hidup dalam kemewahan, dikelilingi oleh orang-orang yang menyayanginya, sementara mereka yang telah kehilangan orang tua harus berjuang untuk bertahan hidup dalam kesulitan. "Maaf, sudah berapa lama kalian tinggal disini?" Tanya Elic.
Liana terkejut mendengarnya, pandangannya sontak beralih pada gadis bangsawan itu. "K-kami..., kami sudah tinggal di sini hampir 2 tahun," jawab Liana dengan sedikit gagap.
"Dua tahun?!" terkejut Elic mendengarnya. "Kalian berempat tinggal dalam rumah kumuh ini selama hampir 2 tahun? Maaf, bukan bermaksud menghina rumah kalian, tapi tinggal di tempat seperti ini selama itu dengan penghasilan yang minim..." Elic terdiam sejenak, matanya dengan penuh kelembutan memandang keempat gadis di depannya. Hal ini memang terdengar biasa bagi mereka, tapi tidak bagi Elic yang semua kebutuhannya terpenuhi di istana.
Liana tersenyum mendengarnya. "Terimakasih, Elic! Aku tidak menyangka ada bangsawan yang sudih bergabung dengan kami, padahal banyak tempat bagus disekitar sini yang bisa anda datangi."
Hana lalu berjalan mendekatinya. "Mendiang ayah Liana adalah pedagang. Kami belajar banyak darinya, sehingga kami pun tahu dasar-dasar dari bisnis."
"Kami mampu melakukan ini, karena ilmu yang kami dapat dari ayahnya," sambung Bella sambil berjalan mendekat.
"Walau penghasilan kita sedikit, bukan berarti kami tidak akan bahagia, benar kan?" sambung Nia yang tersenyum.
Elic saat itu tersenyum lembut melihat mereka. Tiba-tiba, tiga orang pria tak dikenal masuk. "Ternyata ada cukup banyak ya," ucap salah satu dari mereka tersenyum melihat lima gadis di depannya. "Seret mereka semua!" perintahnya dengan lantang.
"Baik," kedua bawahannya lalu berlari menangkap mereka.
Elic langsung menyulutkan api di kedua tangannya dan berlari menyerang mereka dengan tinju apinya. Sekali pukulan tepat mengenai perut salah satu orang itu membuatnya terhempas sampai menembus tembok di sebelahnya. Tak ada tanda-tanda kesadaran, orang itu telah tergeletak tak berdaya. Kedua temannya terkejut melihatnya. Satu serangan tinju api dari gadis itu sudah cukup untuk menumbangkan teman mereka disertai luka bakar serius di perutnya.
"Kekuatan roh seorang bangsawan memang benar-benar kuat, sampai bisa menumbangkan lawannya hanya dalam sekali serangan," ucap Bella kagum.
Suasana seketika menjadi hiruk-pikuk di tengah guyuran hujan yang terus turun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments