...***...
Pada siang hari yang cerah, sinar matahari menyinari danau dibawahnya, danau yang terletak diantara tiga bukit tinggi dengan dataran yang di alasi rumput serta pepohonan yang rindang, tampak pemandangan lembah yang sangat indah dari kejauhan.
Sean pergi berburu di hutan sekaligus mencari tanaman herbal. Saat dirinya menyusuri hutan, ia menemukan kotoran burung langkah yang masih baru. Dengan sangat cepat, ia langsung menghilang dari tempatnya disertai percikan cahaya.
Sudah 17 tahun berlalu sejak kekacauan itu, Sean kini telah memasuki usia remaja, dan telah menjadi seorang warrior spirit yang tangguh. Ia bergerak dengan sangat cepat melompati tiap- tiap ranting didepannya. Dari kejauhan ia mulai melihat seekor burung langkah sedang memakan sesuatu. Ia lalu mengambil pisau dari saku belakangnya, pisau itu merupakan pemberian dari sang ayah, dan pisau itu merupakan salah satu senjata keramat atau senjata surgawi yang dapat berevolusi. Setiap kali mengalahkan monster dengan pisau itu, akan menaikan level kekuatan serangan, hingga mengalami perubahan bentuk.
Sean menatap tajam kearah target sambil memegang pisau itu dibelakangnya. "Jika mangsa melarikan diri, suhu tubuhnya akan naik, dan rasa daging akan turun, dan jika organ dalamnya terluka..., dagingnya akan berbau busuk," ia langsung melemparkan pisau kearah leher hewan itu dari jarak yang jauh. "Aku harus membunuhnya dengan satu headshot." Satu kalimat bersaman dengan sekali tembakan, hewan itu langsung jatuh dengan pisau yang menancap di lehernya.
Sepulang dirumah, Sean mulai membuat makanan dari hasil buruannya.
"Sean, biarkan saja ibu yang memasak hari ini," kata ibunya datang menghampirinya.
"Tidak Bu, ibu tidak perlu melakukannya, biar aku saja, ibu duduk saja, ya."
Ibunya lalu tersenyum. "Ibu senang kau pandai memasak, tapi..., sudah lama ini ibu tak lagi membuatkan sarapan untukmu, dan kalau kau terus menemukan ide baru, wibawaku sebagai ibu akan hilang."
Sean tertawa kecil mendengarnya. "Ibu terlalu memuji, masakanku belum bisa menandingi masakan ibu."
Sean membuat makanan berbasis nutrisi, ia secara teratur memasaknya sendiri, protein dan kalsium untuk pertumbuhan otot dan tulang. Vitamin, dan mineral yang mendorong pertumbuhan jaringan tubuh. Daging burung langkah ideal karena rendah lemak dan tinggi protein, baunya sangat kuat. Ia berikan daun aromatik, jamur, dan sayuran akar, ditambahkan bersama herba di panci. Ia mencoba membuat sesuatu yang terpikirkan setelah belajar dari ibunya. Ia bahkan tau hubungan tekanan udara dan titik didih. Pemikirannya yang fleksibel mampu melakukan hal itu. Ibunya tersenyum melihatnya, lalu tiba-tiba batuk.
"Ibu," Panggilan Sean langsung menghampirinya. "Ibu kenapa? Ibu tidak apa-apa?"
"Iya, tidak apa-apa, ibu hanya batuk ringan."
Sean segera mengambilkan segelas air hangat. "Bu, minumlah ini," Ia suguhkan air hangat itu, dan Ibunya lalu meminumnya. Sean memandang wajah ibunya yang pucat dengan penuh kecemasan. Ibunya lalu meletakkan gelas diatas meja. "Sungguh, ibu tidak apa-apa?" Tanya Sean kembali.
"Ibu tidak apa-apa sayang, kembalilah memasak, ibu sudah lapar nih," ujar ibunya lembut.
"Um, sebentar ya," Sean mengangguk tersenyum, dan kembali memasak.
Beberapa menit berlalu...
"Ibu, ayo makan," Ajak Sean tersenyum.
Semua makanan telah siap di atas meja. Ibunya tersenyum melihat masakan anaknya. "Ini bisa memberikan nutrisi untuk pertumbuhan fisiknya, ini hidangan yang sempurna!" Ucap dalam hatinya. Ibunya lalu mulai mencicipi daging burung langkah yang telah dimasak. "Umm..., sangat lezat, bisa memikirkan ini, kau memang jenius."
Sean tersenyum melihatnya. "Ibu berlebihan, ini bukan sesuatu yang hebat," Sean merasa senang mendengarnya, namun ia merasa hidangan buatanya, masih tidak sebanding dengan masakan ibunya, yang terasa jauh lebih baik, bahkan kualitasnya lebih tinggi.
Ibunya sontak teringat sesuatu. "Sean, Elic mana? Ajak juga dia makan."
"Elic sudah pulang ke rumahnya sejak siang tadi."
"Ha? Kenapa buru- buru? Tidak biasanya."
"Umm..., entahlah, pelayannya tiba-tiba datang memanggilnya, katanya sih..., ada hal penting yang ingin ayahnya bicarakan."
"Begitu ya, ya sudah, ayo makan, ibu udah ngiler nih liat masakan kamu."
Sean tertawa kecil mendengarnya. Mereka kemudian makan bersama.
Pada petang hari, di atas sebuah bukit, terlihat Sean sedang duduk bersila sambil memandangi matahari yang akan terbenam.
Sean lalu teringat perkataan ibunya "Kelahiran manusia di anugerahi dengan kekuatan roh yang bersemayam didalam diri mereka, sampai melewati 5 tahap perubahan bentuk, entitas tersebut akan menunjukan wujudnya, dan akan menjadi senjata terkuat dari manusia."
Sean dianugerahi 2 elemen langka yang berbeda, yaitu cahaya, dan kegelapan. Sean lalu melihat kedua tanganya, dan kembali teringat dua sosok dalam dirinya. "Jika yang kulihat itu adalah manifestasi dari roh yang ada di dalam diriku, maka aku perlu melalui 5 tahap perubahan bentuk untuk dapat melihatnya lagi, tapi…, aku butuh seseorang yang dapat mengajariku."
Selama ini Sean terus dilatih oleh ibunya mengembangkan kemampuan spirit cahaya miliknya, namun karena penyakit ibunya kian memburuk, sejak saat itu ia berhenti dari latihannya.
“Seaannn….” Tiba- tiba terdengar suara Elic memanggilnya.
Sean lalu berbalik, melihat Elic berlari menghampirinya dengan wajah yang ceria. Sean tersenyum melihatnya, lalu bergumam. “Elic Claire, putri dari keluarga Baron kaya, tapi karena orang tua kami berteman, dia sudah menjadi temanku sejak kecil." Sean dan ibunya adalah warga biasa, namun karena orang tua mereka memiliki hubungan dekat, ikatan di antara mereka telah terjalin erat sejak masa kecil, menjadikan Elic sebagai satu-satunya sahabatnya. "Ada apa Elic?” Tanya Sean.
“Tiga hari lagi, aku akan masuk ke Soul Academy bersamamu." kata Elic tersenyum.
“Ha? Soul academy? bersamaku?" Sean terkejut mendengarnya.
"Um," Elic mengangguk tersenyum.
Sean menatapnya sesaat, "Elic, soal itu…, kamu sendiri tahu kan, aku tidak mungkin meninggalkan ibuku yang sedang sakit.." ia lalu bergumam dengan senyuman pahit. "Selain itu..., masuk ke Soul Academy yang merupakan sekolah elit yang menduduki peringkat tiga di dunia, banyak bangsawan bahkan pangeran menjalani pendidikan di sana. Mana mungkin aku bergabung di antara mereka?"
"Aku sudah menduganya, kamu pasti akan mengatakan itu. Tenang saja, Sean. Ibumu akan tinggal di rumahku, dan aku yakin, ayah dan ibuku juga pasti akan senang jika tinggal serumah dengan sahabat mereka."
Sean melihat wajah gadis itu dipenuhi dengan harapan, matanya yang besar seolah memohon agar dirinya mau ikut bersamanya.
Sean lalu menghela nafas. “Ya sudahlah, Biarkan aku bicarakan ini dulu dengan ibuku,” Ucapnya dengan senyuman tipis.
“Um,” Gumam Elis membalas senyumanya.
Mereka berdua lalu bersama-sama melihat matahari terbenam.
"Elic, terimakasih ya," ucap Sean dengan senyuman lembut.
"Hm? buat apa?" tanya Elic, bingung.
"Karena kamu selalu menemaniku dan membantu merawat ibuku. Terimakasih ya, Elic,” Ucap Sean dengan senyuman lembut.
Elic saat itu tersipu malu mendengarnya. Ia dengan senyum malu-malu berkata. "Ah, sama-sama, Sean. Kamu tahu kan kalau aku selalu ada buatmu. Itu yang sahabat lakukan."
Sean tersenyum mendengarnya, dan pandangan keduanya beralih ke matahari yang sedang terbenam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Lemon Chan
pembukaan yang bagus, ada sedih ada serunya. suka banget deh 😊
2023-10-25
2
fujoshi_uwu1234
Berakhir dengan senyuman dan hati yang penuh. 😊
2023-10-14
2