Jacob sudah sampai disebuah pegunungan yang cukup terjal. Ia pergi bersama timnya menggunakan mobil khusus agar dapat melewati berbagai jalur terjual.
"Akhirnya kau datang juga," ucap seorang lelaki lalu berjabat tangan dengan Jacob.
"Bagaimana kabarmu, Profesor Lee?" tanya Jacob.
"Aku baik," jawab Profesor Lee.
"Jacob, aku ingin masuk ke dalam gua itu, namun timku tidak begitu berpengalaman untuk masalah seperti itu," ucap Profesor Lee sambil menunjuk sebuah gua besar.
"Itu guanya?" tanya Jacob.
Profesor Lee mengangguk.
Jacob berjalan mendekati gua itu bersama Profesor Lee yang berjalan dibelakangnya.
"Gua ini licin, kau harus berhati-hati. Kami sudah memasukan drone kecil ke dalam gua ini, dan ada cukup ruang yang besar untuk di masuki oleh sekitar sepuluh manusia. Namun kendalanya adalah jalan masuk untuk ke dalam gua itu cukup sulit, ada bebatuan besar yang menutupi jalan untuk masuk ke ruangan itu," ucap Profesor Lee.
Jacob terdiam, ia berpikir, "Kau bilang gua itu licin?" tanya Jacob.
"Ya, bagian dalamnya cukup licin, ada beberapa lumut yang menempel didinding gua," jawab Profesor Lee.
Jacob tersenyum, "Dari mana asal lumut itu, dan kenapa gua bagian dalamnya licin?"
Profesor Lee terdiam sesaat. "Jacob kau memang cerdas!" puji Profesor Lee seraya menatap sumringah pada Jacob.
Jacob tersenyum. Tentu saja. Kenapa bagian di dalam gua itu bisa licin? Karna air, pastinya. Dari mana air itu berasal?
"Heii, sudah sampai mana drone itu?" tanya Profesor Lee pada seorang petugas yang mengendalikan drone.
"Masih di tempat yang sama, mencari celah untuk masuk," ucap petugas itu.
"Cari aliran air. Aku yakin ada sungai di bawah gua itu," ucap Jacob.
"Ya, Tuan, didekat sini memang ada sebuah sungai!" Sahut petugas lain yang ada disebelah Jacob.
Profesor Lee dan Jacob sama-sama tersenyum, "Aku akan membawa timku untuk menuju sungai itu dan mencari jalan," ucap Jacob.
Profesor Lee mangangguk.
***
"Alesha...." panggil Stella.
"Ale.." Seseorang membekap mulut Alesha.
"Syut, diam, ini aku, Stella," ucap Stella.
Alesha mengangguk. Huft... Ia sangat terkejut sebelumnya.
"Pintu ruang itu terbuka. Aku penasaran, aku ingin masuk ke sana, kalau kau mau ikut jangan berisik," ucap Stella.
Alesha diam sebentar. Menimbang tawaran gila Stella barusan.
"Ayo, Al! Tidak ada banyak waktu! Memangnya kau tidak penasaran ada hal apa dalam bangunan itu?" bujuk Stella, mendesak.
Baru saja Alesha membuka mulutnya, hendak membalas, Stella sudah lebih dulu menarik lengan Alesha untuk bergegas.
Saat ini, kedua gadis itu sedang mengendap-endap masuk ke bangunan yang terbuat dari kaca yang berdiri di tengah taman utama WOSA.
Mereka pura-pura sedang bermain seperti biasa saat seseorang keluar dari bangunan itu.
"Pintunya terbuka, ayo!"
Stella segera berlari menarik Alesha dan memasuki bangunan kaca yang besar itu. Sesaat setelah tiba di dalam, Alesha dan Stella sama-sama terdiam, mulut mereka sedikit terbuka sebab tak menyangka dapat melihat banyak sekali tumbuhan aneh yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.
"Jadi, ini alasan kenapa mereka melapisi bangunan ini dengan kumpulan asap tebal," ucap Alesha.
"Aku tidak tahu kalau bangunan ini memiliki dinding dua lapis," sambung Stella.
"Lapisan itu yang berisi asap tebal yang menutupi bagian dalam bangunan ini." Alesha menghampiri dinding berlapis yang di dalam lapisan itu terdapat gas asap yang menutupi bagian dalam bangunan .
"Alesha, bersembunyi!" seru pelan Stella.
Dua orang masuk ke dalam bangunan itu untuk mengambil sesuatu lantas kemudian melangkah keluar dan menutup juga mengunci satu-satunya pintu masuk dan keluar di bangunan itu.
Alesha dan Stella mengintip dari sela-sela meja. Mereka bangkit saat memastikan dua orang itu sudah benar-benar pergi.
"Mereka pergi. Ayo, aku ingin lihat-lihat," ucap Stella.
Alesha berjalan sembari memandangi berbagai macam sampel yang disimpan ditoples kaca kecil dan diletakkan dilemari. Alesha bergidik ngeri saat menemukan beberapa belatung yang dibiakan disebuah tempat berbahan aluminium dan kaca pada bagian atasnya. Stella yang melihat itu seketika merasa mual dan ingin muntah, sementara Alesha masih tertegun menatap belatung yang merayap-rayap itu. Tubuhnya sudah menolak untuk melihat belatung yang jumlahnya banyak itu, namun ia tidak bisa berkutik.
Stella dengan sigap menarik tangan Alesha.
"Ayo pergi atau aku akan muntah disini." Stella menarik tangan Alesha.
Kini mereka berjalan lagi mendekati lemari kaca yang berisi sebuah cairan yang diletakkan di wadah kecil, seperti wadah obat.
"Itu seperti vaksin," pikir Stella.
"Mungkin," lanjut Alesha.
"Ada kodenya." Stella menunjuk angka yang melekat pada wadah berbentuk tempat obat itu.
"Kita bisa tanyakan itu pada Mrs. Laras," usul Alesha.
"Kau gila, ya, Al?"
Alesha menatap bingung pada Stella
"Dia akan curiga kenapa kita bisa tau tentang kode itu!" sambung Stella.
Alesha diam sejenak. Sepertinya ucapan Stella itu benar.
Alesha kembali melangkah mendekati sebuah mikroskop. Ia mencoba untuk menggunakan mikroskop itu dan melihat mahluk apa yang menempel di kaca plastik tipis yang ada dibagian bawah mikroskop tersebut. Ia melihat dengan sebelah matanya. Alesha mencoba untuk men-zoom cairan yang ada di atas kaca plastik tipis itu.
"Apa yang kau lihat?" tanya Stella.
"Hewan-hewan kecil yang sedang bergerak-gerak," jawab Alesha.
"Bagaimana kalau kita zoom sampel ini dengan mikroskop itu." Stella menunjukan sebuah toples sampel.
"Ini sampel bakteri baik," ucap Stella lalu membuka tutup toples sampel itu.
"Tidak!" Alesha menahan tangan Stella.
"Jangan. Kita kesini hanya untuk melihat-lihat saja," lanjut Alesha.
Stella mengangkat sebelah alisnya, "Baiklah."
Mereka akhirnya berjalan lagi ke tempat lain.
Alesha sangat kagum. Gedung itu ternyata adalah tempat WOSA menaruh semua sampel yang diberikan oleh SIO. Dari sampel DNA, sampel bakteri, dan beberapa vaksin, dan masih banyak lagi.
Tapi tunggu...
Jam berapa sekarang?
Alesha menatap Stella dengan panik.
"Kenapa?" tanya Stella.
"Jam berapa sekarang?" tanya balik Alesha.
Stella melihat jam di tangannya. Mata Stella membulat seketika.
Mereka telat tiga menit.
"Kita harus cepat." Stella langung berlari disusul Alesha.
Setelah sampai dipintu, mereka mencoba untuk membukanya, namun tentu saja mereka akan gagal. Pintunya sudah dikunci dari luar.
"Pintunya terkunci!" pekik Stella, panik.
***
Saat ini, Jacob bersama beberapa anak buahnya sedang beristirahat di tepi sungai. Jacob yakin, di bawah sungai itu ada jalan untuk menuju gua. Jacob juga sudah mempersiapkan semuanya agar tidak terjadi kesalahan saat mereka akan menyelam memasuki sungai itu.
Sebuah drone anti air sudah masuk dan sedang menyusuri sungai itu. Setelah lama menunggu, akhirnya drone itu berhasil menemukan sebuah celah yang sangat besar di bawah sungai. Jacob dan timnya membutuhkan waktu tiga jam untuk dapat menemukan celah besar itu.
"Mr. Jacob, drone berhasil menemukan dinding gua itu. Drone itu sudah ada permukaan air. Ini lihatlah," ucap seorang yang mengendalikan drone itu.
Jacob tersenyum. Ia dan timnya sukses menemukan jalan untuk masuk ke gua itu. Drone itu sudah ada dipermukaan air yang berada di dalam sebuah gua yang besar.
"Kalian siap? Kita akan berangkat saat ini, kita tidak boleh membuang waktu," ucap Jacob. Timnya segera bersiap dan memakai semua alat pelindung.
"Arus di dalam sana cukup deras, kita harus berhati-hati," ucap Jacob. Ia segera memasuki air sungai yang sangat jernih itu lalu mulai berenang bersama lima orang lainnya. Ada empat orang yang berjaga di tepi sungai untuk menunggu Jacob bersama timnya kembali.
Arus air yang cukup deras membuat Jacob dan timnya cukup kesulitan memasuki celah di bawah sungai.
Sekitar dua jam Jacob dan timnya menyusuri celah di bawah sungai yang sangat panjang itu. Hingga akhirnya, mereka menemukan permukaan. Jacob dapat melihat drone yang tadi ia gunakan. Ia segera membuka peralatan menyelamnya dan menaruhnya ditempat yang aman, dan begitu pun lima anggota timnya.
"Kita masuk," ucap Jacob dengan penuh tekad. Benar ucapan Profesor Lee, jalan yang mereka lewati licin dan banyak lumut, jadi harus hati-hati. Jacob juga sangat bersyukur karna tidak memiliki kendala yang besar saat memasuki gua itu, tidak ada celah sempit yang harus mereka lewati.
"Kita berada tepat di dalam sebuah pegunungan batu." Ucap Jacob.
"Sangat menakjubkan." Puji salah seorang timnya.
"Daerah ini belum pernah dimasuki oleh manusia sebelumnya, masih sangat murni dan steril." Ucap Jacob.
Selama setengah jam mereka menyusuri lorong gua yang sangat besar. Beberapa kristal menggantung didinding gua. Kristal itu memantulkan cahaya indah saat cahaya dari lampu senter mengenainya. Di dalam gua itu juga sangat gelap, tidak ada cahaya selain dari lampu senter yang mereka gunakan.
"Mr. Jacob, jalan buntu, apa yang harus kita lakukan?"
Jacob terdiam, ia bingung. Tidak ada jalan dihadapannya kini hanya dinding gua yang basah dengan lumut yang sangat banyak. Jacob berpikir. Bagaimana ia harus melanjutkan perjalanan itu?
Ia melihat tembok dinding yang besar dan tinggi itu. Jacob mendekat lalu mengetuk-ngetuk dinding gua itu. Jacob menemukan sesuatu. Ia terus mengetuk dinding gua itu sambil mendengarkan dengan sesama ketukan yang ia hasilkan.
"Kita harus mencari jalan. Ada jalan dibalik dinding gua ini." Ucap Jacob seraya mencari celah yang bisa ia dan timnya lewati.
Sekitar sepuluh meter dari tempat tadi ia berdiri, Jacob menemukan celah kecil, hanya setinggi enam puluh centimeter mungkin. Jacob mencoba memasukan lampu senter ke dalam celah itu untuk memastikan kalau memang ada ruangan yang bisa ia dan timnya masuki.
Benar. Setelah lampu senter itu dimasukkan cahaya yang bersinar di dalam sebuah ruang. Jacob dapat melihat dengan jelas ruangan itu berkat lampu senternya.
"Aku masuk pertama, kalian menyusul. Hati-hati, celah ini kecil." Ucap Jacob lalu mulai merangkak memasuki celah itu. Untung saja celahnya tidak panjang. Sesampainya di ujung celah itu Jacob segera membantu anggota tim lainnya.
"Sudah semua?" Tanya Jacob. Seluruh anggota timnya mengangguk.
Jacob membalikkan badannya lalu berjalan beberapa meter memasuki gua itu.
Tiba-tiba Jacob kelima anggota timnya terdiam. Mereka semua tertegun sambil menatap pemandangan yang ada dihadapan mereka. Beberapa bongkahan berlian yang berukuran besar menggantung didinding gua.
"Kita menemukannya." Ucap Jacob dengan sumringah. Yang lain bertepuk tangan sambil tertawa. Mereka bahagia karna berhasil dalam menemukan berlian itu.
"Kita berada tidak jauh dari tempat Profesor Lee." Ucap Jacob.
"Ayo, kita ambil beberapa bongkahan kecil untuk kita bawa." Seru salah satu anggota tim dengan semangat.
Jacob dan yang lain segera mengambil bongkahan kecil berlian itu. Dua orang anggota tim lainnya mencoba mengambil serpihan berlian yang menempel dengan bongkahan berlian terbesar.
Jacob berjalan kesisi lain. Ia menemukan sebuah berlian berwarna terang dan mengkilat dibandingkan berlian lainnya yang ada di gua itu. Jacob mengambil tiga berlian kecil yang sangat indah dan pastinya berharga sangat fantastis. Ia memasukannya ke dalam plastik lalu ditaruh di dalam kantung bajunya. Jacob mengambil berlian itu untuk dirinya sendiri, dan yang pasti bukan untuk dijual. Jacob akan menjadikan berlian itu sebagai kenang-kenangan.
"Ini sudah cukup, ayo kita segera kembali." Jacob menghampiri lelaki yang memegang plastik berukuran sedang yang berisi berbagai macam berlian, dari berbagai warna dan ukuran.
"Kau sudah memfoto tempat ini?" Tanya Jacob.
"Aku sudah mendapatkan sepuluh foto gua ini."
"Kerja bagus. Ayo, kita kembali sekarang." Perintah Jacob. "Aku akan merindukan tempat ini." Lanjutnya.
Jacob dan timnya segera kembali untuk keluar dari gua yang berisi berlian itu. Mereka melewati celah yang tadi lalu berjalan melewati jalan yang tadi. Mereka memberikan tanda sebuah bendera kecil dengan jarak lima meter disetiap bendera agar mereka tidak kesulitan untuk mencari jalan kembali.
Saat ini Jacob dan timnya sudah memasang kembali baju renang serta tabung oksigen mereka. Jacob yang pertama menyelam dan diikuti yang lain.
Senang karna akhirnya ia dan timnya sukses untuk menemukan gua berlian itu.
***
"Di mana Alesha dan Stella?" Tanya Laras.
"Kami sudah mencari mereka, tapi tidak ketemu." Jawab Mike.
"Ya ampun, apa lagi sekarang?" Tanya Nakyung dengan jengah. "Aku tidak mau kejadian waktu itu terulang lagi. Tidak ada Mr. Jacob disini." Lanjutnya.
"Kalian diam di sini, aku akan mencari mereka." Ucap Bastian.
"Aku ikut!" Saut Nakyung lalu berjalan menyusul Bastian.
"Bagaimana dengan kami?" Tanya Lucas pada Laras.
"Kalian lanjut belajar." Ucap Laras. Lucas mendengus pasrah.
***
Alesha dan Stella terjebak di dalam gedung itu.
Alesha mencoba menggedor dinding kaca itu, berharap ada yang mendengar dari luar sana.
"Percuma saja, dinding ini tebal, dan mereka yang di luar tidak akan mendengarnya." Komen Stella dengan malas.
"Lalu apa yang harus kita lakukan?" Tanya Alesha.
"Berdiam sampai ada yang membuka pintu gedung ini lalu kita keluar secara diam-diam." Jawab Stella dengan santai.
"Ide yang bagus, namun aku tidak setuju. Bagaimana jika mereka tidak membuka pintu ini hingga besok?" Tolak Alesha.
"Kita menginap di gedung ini." Ucap Stella santai.
"Maaf, tapi aku tidak mau tertidur ditempat ini." Balas Alesha.
"Lalu apa yang harus dilakukan? Ponselku tertinggal di kelas." Ucap Stella.
Alesha terdiam. Stella benar, percuma ia menggedor dinding kaca berlapis itu. Mereka yang di luar tidak akan mungkin mendengarnya.
Ia tertunduk. Entah kenapa ia jadi mengingat Jacob. Biasanya Jacob selalu ada saat ia dan timnya sedang kesulitan.
"Mr. Jacob." Ucap Alesha pelan tanpa disadari.
***
Jacob dan timnya sukses. Mereka sudah sampai dan kembali ke tepi sungai dimana empat anggota tim lainnya menunggu.
"Selamat Mr. Jacob, kau berhasil membawa kami menemukan berlian itu." Ucapan selamat itu disertai dengan tepuk tangan. Jacob tersenyum.
"Terima kasih sudah mempercayaiku." Balas Jacob.
"Kau bisa mengganti bajumu sekarang, dan kami akan mengirimkan informasi ini pada Profesor Lee dan SIO." Ucap lelaki itu. Jacob mengangguk lalu mengambil pakaiannya. Ia mengganti pakaian yang basah dengan yang kering dibalik rerumputan tinggi. Setelah selesai mengganti baju. Jacob menghampiri timnya lalu membantu memebereskan peralatan dan menaruhnya kemobil yang akan mereka gunakan untuk perjalanan kembali.
Jacob terdiam secara tiba-tiba. Pikirannya mengingat Alesha. Kenapa ia bisa tiba-tiba mengingat Alesha begitu saja? Perasaan tidak enak tiba-tiba merasuki pikiran dan hatinya. Apa yang terjadi pada Alesha?
Jacob berusaha mengendalikan sikap, ekspresi, dan perasaannya. Ia menjadi sedikit tidak tenang. Jacob bingung kenapa ia menjadi sangat gelisah?
"Mr. Jacob, anda kenapa?" Tanya salah satu anggota tim. Jacob menggelengkan kepala sambil tersenyum.
"Aku tidak apa-apa." Jawab Jacob. "Kita harus cepat. Ayo!" Lanjutnya.
"Mr. Jacob kami sudah selesai dan yang lain sudah naik ke dalam mobil, kami menunggumu. Kau yakin kalau baik-baik saja?" Tanya orang itu lagi.
Jacob baru tersadar. Semua sudah masuk ke dalam mobil. Mereka menunggu Jacob yang tadi terlihat bingung dan gelisah.
"Ya, aku baik, ayo, kita berangkat sekarang." Ucap Jacob lalu masuk ke dalam mobil.
Hatinya tidak bisa tenang, ia ingin segera menghubungi Bastian dan menanyakan keadaan anggota timnya di sana, dan Alesha. Pikirannya tertuju pada Alesha.
***
"Tuan, Vincent, kami berhasil melacak mereka."
Vincent mendekat pada lelaki yang barusan berbicara padanya.
"Dimana?" Tanya Vincent.
"Selandia Baru." Jawab lelaki itu.
"Kerja bagus. Terus ikuti mereka dan jangan sampai kau kehilangan jejak mereka!" Perintah Vincent.
Ia menyeringai. "Aku akan dapatkan berlian dalam gua itu."
***
"Alesha!!" Teriak Bastian. Ia mencari Alesha dan Stella yang sedari tadi menghilang.
"Kemana mereka pergi?" Tanya Nakyung dengan pasrah. Hampir sejam mereka mencari Alesha dan Stella.
"Aku tidak mau berpikir kalau mereka masuk ke gedung laboratorium lama itu lagi." Ucap Nakyung.
"Gedung itu dikunci, mereka tidak akan bisa masuk." Timpal Bastian.
"Lalu kemana lagi kita harus mencari mereka?" Nakyung sudah pasrah, ia duduk di bangku taman dan diikuti Bastian.
Bastian terdiam sambil memandang taman terluas di WOSA itu. Mendapat julukan taman teluas karna di tengah taman itu ada sebuah bangunan kaca yang tebal dan besar. Bastian menghembuskan nafasnya kasar. Ia menatap bangunan kaca itu.
"Tidak mungkin mereka ada di sana." Ucap Bastian. Nakyung mengikuti arah mata Bastian yang tertuju pada bangunan kaca di tengah taman.
"Ayo lah, mereka tidak mungkin bisa masuk ke dalam bangunan itu." Ucap Nakyung malas.
Bastian menghela nafasnya sabar. Kemana lagi ia harus mencari Alesha dan Stella?
***
"Kita bisa memasuki bangunan ini, dan akhirnya kita juga terjebak dalam bangunan ini." Ucap Stella.
"Ini kesalahanku." Ucap Alesha sambil menunduk.
Stella menatap temannya itu dengan jengah. Ia berdecak. "Ayolah, jangan katakan itu, lebih baik kau berpikir bagaimana cara kita agar bisa keluar dari bangunan ini."
Alesha terdiam. Ia baru tersadar. Ia menatap Stella. "CCTV." Ucapnya dengan mata yang berbinar. Alesha bangkit, namun Stella menahannya.
"Jika kita ketahuan ada di dalam bangunan ini, mereka akan mengintrogasi kita!" Tegas Stella.
Alesha berpikir sejenak. "Aku tidak perduli, mungkin mereka akan menghukum atau memperingatkan kita. Aku hanya ingin keluar dari bangunan ini." Balas Alesha.
Alesha dan Stella segera mencari CCTV yang ada di bangunan itu. Setelah menemukan CCTV, mereka segera melambaikkan tangan, berharap penjaga CCTV dapat melihat mereka.
***
Sesampainya di pangkalan tempat pertama kali ia sampai, Jacob segera mengambil ponselnya lalu segera menghubungi Bastian.
"Hallo, Bas, bagaimana kabar kalian? Apa ada masalah?" Tanya Jacob.
"Hallo, Mr. Jacob, ini aku Tyson. Kami sangat baik-baik, hanya saja, Bastian dan Nakyung, mereka sedang mencari Alesha dan Stella."
Jacob kaget. Jadi, benar firasatnya. Sesuatu terjadi pada Alesha.
"Bagaimana bisa?" Tanya Jacob.
"Kami tidak tahu, Alesha dan Stella, mereka tidak kembali setelah istirahat kedua hingga sekarang."
"Terus cari mereka! Laporkan padaku jika mereka masih belum ditemukan juga!"
Jacob berbicara dengan nada meninggi.
Jacob memutuskan sambungan teleponnya. Hatinya benar-benar tidak tenang. Ia memikirkan Alesha, dan juga Stella. Namun pikirannya lebih tertuju pada Alesha.
"Apa yang terjadi pada kalian?" Ucap Jacob pelan. Jacob menjambak rambutnya. Ia takut terjadi sesuatu yang buruk menimpa Alesha dan Stella. Jacob sedang tidak ada disisi mereka. Jacob tidak bisa membantu mereka jika benar hal buruk itu terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
Dina (ig : dinaezyu)
aku datang membawa boomlike thor
2021-01-08
0
Rumia_tingel
hai kak aku mampir lagi.
2020-12-23
0
👑
hallo Thor..
aku mampir lagi nyicil like 😁
2020-12-04
0